Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kilas Balik Satu Dekade Kekalahan Prabowo-Hatta dari Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2014

Kilas balik 10 Tahun yang lalu, tepatnya 21 Agustus 2014 ketika MK menolak permohonan Prabowo-Hatta dalam hal pembatalan kemenangan pasangan Jokowi-JK.

22 Agustus 2024 | 11.19 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Umum Partai Amanat Nasional(PAN) Hatta Rajasa, mengacungkan jempolya saat deklarasi Capres dan Cawapres dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto di Rapat kerja Nasional PAN 2014 di Jakarta (14/5). Dalam rakernas ini PAN mendeklarasikan akan mendukung calon presiden Prabowo Subianto dan Cawapres Hatta Rajasa. TEMPO/Seto Wardhana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu babak penting dalam sejarah politik pada 2014, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU) yang diajukan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Permohonan ini diajukan sebagai upaya terakhir oleh Prabowo-Hatta untuk membatalkan kemenangan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam Pemilu Presiden 2014. Namun, dengan keputusan MK yang menolak seluruh dalil yang diajukan, kemenangan Jokowi-JK pun dikukuhkan, sesuai dengan hasil yang diumumkan sebelumnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sidang pleno MK yang digelar pada 21 Agustus 2014 dipimpin oleh Ketua MK, Hamdan Zoelva. Dalam pembacaan putusan, Hamdan menegaskan bahwa semua dalil yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Hatta, terutama yang menyangkut tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilpres 9 Juli 2014, tidak terbukti secara hukum. MK berpendapat bahwa dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum dan tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari mkri.id, salah satu isu utama yang dipermasalahkan dalam gugatan ini adalah terkait dengan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Tim Prabowo-Hatta menuding bahwa DPKTb dimanfaatkan oleh KPU untuk memobilisasi massa guna memilih pasangan Jokowi-JK di beberapa provinsi, termasuk DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Namun, Hakim Konstitusi Aswanto, yang membacakan pertimbangan hukum, menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki bukti kuat bahwa DPKTb digunakan untuk memobilisasi pemilih secara terorganisir demi memenangkan Jokowi-JK. Menurut Aswanto, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemilih dalam daftar tersebut memilih pasangan calon nomor urut 2 secara seragam.

Selain itu, MK juga menolak dalil lain yang diajukan oleh Prabowo-Hatta, yang menyatakan bahwa jumlah pengguna hak pilih tidak sesuai dengan jumlah surat suara yang digunakan, baik yang sah maupun tidak sah. Tim hukum Prabowo-Hatta Rajasa mengklaim bahwa ketidaksesuaian ini merugikan mereka dan dimaksudkan untuk memenangkan Jokowi-JK.

Tuduhan adanya praktik politik uang di beberapa provinsi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatra Selatan, juga menjadi salah satu poin yang diajukan oleh Prabowo-Hatta. Mereka mengklaim bahwa ada upaya sistematis untuk membeli suara demi kemenangan Jokowi-JK di provinsi-provinsi tersebut. 

Meskipun dalam proses persidangan MK menemukan adanya pelanggaran di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat di Kabupaten Dogiyai, Papua, Mahkamah memutuskan untuk tidak memerintahkan pemungutan suara ulang. Pelanggaran tersebut terjadi karena logistik pemilu tidak tiba tepat waktu, sehingga rekomendasi untuk pemilu susulan tidak bisa dilaksanakan. 

Keputusan MK juga menegaskan keabsahan sistem noken yang digunakan dalam Pilpres 2014 di beberapa daerah di Papua. Sistem noken, atau sistem ikat, adalah cara tradisional dalam pemilihan di mana suara diberikan secara kolektif oleh komunitas, dan MK menghormati keberadaan sistem ini selama diadministrasikan dengan baik. MK menyatakan bahwa sistem noken sah digunakan dalam pemilu, asalkan diadministrasikan dengan baik di setiap tingkat proses pemilihan, mulai dari TPS hingga tingkat yang lebih tinggi, untuk memastikan keabsahan dan transparansi suara.

Putusan MK pada 21 Agustus 2014 mengakhiri seluruh sengketa hasil Pilpres 2014 dan mengukuhkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih Indonesia. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus