Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Difabel

Kisah Difabel Tak Kasat Mata yang Kerap Dianggap Berpura-pura

Ada istilah invisible disability, yakni kondisi yang menyebabkan dan mendatangkan rasa sakit pada tubuh, tapi tidak terlihat jelas.

9 Oktober 2019 | 19.55 WIB

Ilustrasi penyandang disabilitas atau difabel. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi penyandang disabilitas atau difabel. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi difabel tidak selalu dapat diketahui secara kasat mata. Ada kondisi disabilitas yang tidak terlihat dari luar, namun memberikan dampak signifikan bagi aktivitas seseorang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

The Australian Institute of Health and Welfare memberikan sebuah definisi disabilitas tak kasat mata atau invisible disability. Ini adalah suatu kondisi yang menyebabkan dan mendatangkan rasa sakit pada tubuh, tapi tidak terlihat jelas dari penampakan fisik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu contoh yang paling banyak dialami adalah penyandang Rheumatoid Athritis atau radang sendi. Secara fisik, individu penderita Rheumatoid Athritis tidak mengalami hambatan sensorik atau berkomunikasi. Namun mereka memiliki keterbatasan mobilitas.

Kondisi ini sering kali tidak disadari orang di sekitar penderita Rheumatoid Athritis. Seperti yang dialami Rebecca Young, perempuan Australia ini menderita kelainan autoimun yang menyerang jaringan terluar sendi dan berujung pada Rheumatoid Athritis. Perempuan 26 tahun ini mengajukan parkir khusus kendaraan bagi penyandang disabilitas.

Kondisi disabilitas yang tidak terlihat membuat Rebecca Young sering ditegur orang lain. Dia dituduh berpura-pura atau malas mencari tempat parkir. "Orang kerap bertanya kepada saya, mengapa menggunakan parkir khusus disabilitas, sementara tidak ada yang berbeda dari fisik saya," ujar Rebecca Young seperti yang dikutip dari Sydney Morning Herald, Selasa 8 Oktober 2019.

Kendati tidak terlihat, kondisi ini memicu rasa sakit di persendian Rebecca ketika bergerak. Rheumathoid Athritis yang dideritanya juga memicu kesakitan di beberapa bagian tubuh yang dikenal sebagai sindrom lanjutan fibromyalgia. "Saya harus merasakan sakit yang luar biasa di dalam tubuh ditambah dengan stigma buruk tentang disabilitas tak kasat mata," ujar Rebecca.

Banyaknya stigma buruk yang melekat pada penyandang disabilitas tak kasat mata membuat negara bagian New South Wales, Australia, menggencarkan kampanye #thinkoutsidethechair. Advokasi ini menyampaikan fakta bahwa tidak semua kondisi disabilitas dapat terlihat kasat mata.

Kampanye ini dilakukan setelah seorang difabel tak kasat mata mendapat perlakuan buruk di kendaraan umum. Katherine Marshall, 29 tahun, dengan invisible disability hampir tak pernah kebagian tempat duduk prioritas. Padahal, kondisinya mengharuskan banyak duduk akibat kelelahan kronis. "Ketika saya duduk di kursi prioritas, semua mata seolah menghakimi itu sebuah tindakan salah," kata dia.

Berdasarkan data yang diterbitkan The Australian Institute of Health and Welfare, 1 dari 5 penduduk Australia memiliki disabilitas, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Lebih jauh, 1 dari 6 penyandang disabilitas di Australia memiliki masalah ketika mengakses transportasi umum. "Akibatnya, banyak penyandang disabilitas yang enggan menggunakan transportasi publik," ujar Kerri Cassidy dari Disability Resource Centre executive Officer.

Beberapa negara bagian di Australia mulai menerapkan transportasi terakses bagi semua kelompok penumpang. Program yang diluncurkan pada November 2018 ini dikenal dengan nama "Transport For All". Transportasi ini tidak hanya terakses bagi penyandang disabilitas yang terlihat, melainkan pula difabel tak kasat mata, manula, anak, dan ibu hamil.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus