Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sri Sultan Hamengkubuwono II merupakan raja Kasultanan Yogyakarta yang memimpin selama tiga periode, yaitu 1792-1810, 1811-1812, dan 1826-1828. Melansir dari prancis.fib.ui.ac.id, sosok Sultan Hamengkubowono II adalah satu-satunya raja yang naik tahta sebanyak tiga kali dengan periode kedua menjadi masa kepempimpinannya yang paling singkat dalam sejarah Kasultanan Yogyakarta.
Melansir dari p2k.unkris.ac.id, Sultan Hamengkubuwono II lahir pada 7 Maret 1750, Sri Sultan Hamengkubowono II adalah buah hati dari pasangan Sri Sultan Hamengkubowono I dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Kadipaten. Semasa kecil, Saultan Hamengkubowono II dikenal dengan nama Raden Mas (RM) Sundoro. Nama kecilnya diambil dari tempat kelahirannya, yaitu lereng Gunung Sindoro, tepatnya di daerah Kedu Utara.
Setelah perjanjian Giyanti, yaitu pada 1755, RM Sundoro diakui sebagai adipati anom Kasultanan Yogyakarta. Kemudian, pada 1758, RM Sundoro diangkat menjadi putra mahkota setelah dikhitan. Pada 24 Maret 1792, RM Sundoro naik tahta sebagai Sultan Hamengkubuwono II Kasultanan Yogyakarta menggantikan ayahnya, Sultan Hamengkubuwono I.
Sultan Hamengkubuwono II. Wikipedia
Saat Belanda datang ke Indonesia di masa penjajahan, Hamengkubuwono II sangat antipati kepada Belanda. Ia sempat bersetegang dengan Herman Williem Daendels, gubernur jendral Hindia-Belanda. Hal ini karena Daendels memerintahkan kepada para raja-raja lokal untuk menghormati orang-orang Belanda.
Peraturan tersebut sangat ditentang oleh Sultan Hamengkubuwono II dan dianggap sebagi kesewenang-wenangan. Sikap berbeda justru ditunjukkan oleh Pakubiwana IV yang tunduk dengan Belanda dengan tujuan Daendels membantunya dan wilayahnya, Surakarta menaklukkan Yogyakarta.
Sikap yang sama juga ditunjukkan Sultan Hamengkubuwono II ketika Gubernur Jenderal Stamford Raffles berkuasa. Meskipun Raffles telah berusaha bersikap baik dengan Sultan Hamengkubowono II agar bisa diajak berkerjasama tetapi Sultan Hamengkubowono II tetap menentang keberadaannya. Sultan Hamengkubowono II menganggap bahwa keberadaan baik Belanda maupun Inggris hendak menguasai Bumi Mataram.
Melansir dari Jurnal Makara, Sosio Humaniora edisi 2008, Sultan Hamengkubuwono II digambarkan Belanda sebagai raja yang kontroversial dengan sikapnya yang keras kepala dan kejam termasuk terhadap kerabatnya sendiri. Sultan Hamengkubuwono II juga menjadi raja yang mengalami pergantian pemerintahan selama empat kali (VOC, Republik Bataf dan Prancis, Inggris, serta Belanda). Pada 3 Januari 1828, Sultan Sepuh meninggal dunia. Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta diduduki oleh cicitnya, Sultana Hamengkubuwono V.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Pameran Sultan Hamengku Buwono II di Keraton Yogyakarta, Panen Wisatawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini