Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

Sinyal Prabowo di RUU Polri Menurut Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menyebut secara tersirat Prabowo tidak ingin menambah wewenang polisi dalam RUU Polri.

11 April 2025 | 15.44 WIB

Dewan Pimpinan Wilayah PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, saat ditemui usai menyerahkan berkas pendaftaran 106 bakal calon legislatif (bacaleg) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sabtu, 13 Mei 2023. Foto: ANTARA / Walda
Perbesar
Dewan Pimpinan Wilayah PKB DKI Jakarta, Hasbiallah Ilyas, saat ditemui usai menyerahkan berkas pendaftaran 106 bakal calon legislatif (bacaleg) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Sabtu, 13 Mei 2023. Foto: ANTARA / Walda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Hasbiallah Ilyas menanggapi pernyataan Prabowo soal Rancangan Undang-Undang Kepolisian RI atau RUU Polri. Dalam wawancara dengan 7 jurnalis, Prabowo mengatakan polisi sudah punya wewenang yang cukup menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Apakah pernyataan tersebut menyiratkan tidak perlu ada penambahan wewenang Polri dalam revisi UU Polri? Tentu hanya Presiden yang tahu dengan pasti," kata Hasbiallah saat dihubungi Tempo pada Kamis, 10 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ilyas, Prabowo mengirim sinyal bahwa tidak perlu ada perluasan wewenang sebagaimana diatur dalam RUU Polri. Namun, ia menekankan, sikap pemerintah terhadap perubahan UU Polri akan tergambar jelas setelah Prabowo menugaskan DPR untuk membahas RUU Polri.

"Jika pada akhirnya revisi UU Polri masuk pembahasan bersama pemerintah, baru kita tahu bagaimana sikap pemerintah. Apakah akan mengubah wewenang Polri atau status quo seperti yang berjalan selama ini," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Sejak DPR mengusulkan pembahasan RUU Polri pada tahun lalu, Ilyas mengklaim Prabowo belum mengeluarkan surat presiden (Surpres). Sehingga hingga kini ia mengatakan DPR masih menunggu Surpres itu untuk memulai pembahasan perubahan UU Polri yang sudah berlaku selama 23 tahun. "Pastinya kita tunggu saja," ucapnya. 

Sebelumnya, Prabowo mengomentari wacana RUU Polri yang memperluas kewenangan polisi dalam wawancara bersama tujuh jurnalis di Hambalang, Jawa Barat pada Ahad, 7 April 2025. Pendiri Narasi TV Najwa Shihab bertanya mengenai RUU Polri, padahal berbagai kasus menunjukkan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) aparat. Ia pun bertanya, apakah Prabowo setuju kewenangan polisi diperluas atau tidak. "Ini akan saya perhatikan," kata Prabowo dikutip dari YouTube Narasi TV, Selasa, 8 April 2025.

Prabowo percaya dengan sistem politik Indonesia di mana semua undang-undang dibahas oleh berbagai partai politik. Adapun anggota partai yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipilih oleh rakyat. "Tapi terima kasih masukan itu, saya akan kasih perhatian khusus sekarang," ujar Prabowo. "Mungkin alinea demi alinea akan saya pelajari."

Najwa Shihab kemudian kembali melayangkan pertanyaan yang sama. Lagi-lagi Prabowo menjawab, dia akan mempelajari draf RUU Polri. Pada prinsipnya, kata Prabowo, polisi harus diberi cukup kewenangan untuk melaksanakan tugasnya. "Kalau dia sudah diberi wewenang cukup, ya kenapa harus ditambah?"

Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai polisi sudah diberi kewenangan yang cukup untuk  melaksanakan tugasnya untuk memberantas kriminalitas. Misalnya, memberantas penyelundupan, narkoba dan sebagainya, serta melindungi masyarakat. "Menurut saya, kenapa kita harus mencari-cari?" ujarnya.

Pasal-pasal yang disoroti dalam RUU Polri

Berdasarkan draf RUU Polri yang didapat Tempo, sejumlah pasal yang diusulkan diubah mendapat sorotan. Misalnya yang tertuang dalam draf RUU Polri Pasal 16 ayat 1 huruf q. Pasal itu menyatakan, Polri berwenang melakukan penindakan, pemblokiran atau pemutusan, dan upaya perlambatan akses ruang siber untuk tujuan keamanan dalam negeri.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian menilai, intervensi polisi dalam membatasi ruang siber berpotensi mengecilkan ruang berpendapat yang dimiliki publik. Selain itu, kewenangan Polri dalam penindakan di ruang siber ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, hingga Badan Sandi dan Siber Negara.

Usulan perubahan yang menuai polemik dalam draf RUU Polri juga terdapat dalam Pasal 14 ayat 1 huruf g. Pasal itu menyatakan, Polri bertugas untuk mengkoordinasi, mengawasi, dan melakukan pembinaan teknis terhadap Kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, penyidik lain yang ditetapkan oeh UU, dan bentuk pengamanan swakarsa.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, usulan perubahan pasal ini justru mendekatkan peran Polri sebagai superbody investigator. Tugas pembinaan terhadap pasukan pengamanan swakarsa yang dimiliki Polri juga perlu dievaluasi. Sebab, Koalisi Masyarakat Sipil menilai, tugas itu berpotensi memunculkan pelanggaran HAM maupun ruang bagi "bisnis keamanan"

Amelia Rahima Sari dan Novali Panji berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus