Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pamit Usai 20 Tahun Menjadi Anggota DPR, Perjalanan Karir Politik Cak Imin

Usai 20 tahun menjadi anggota DPR, Cak Imin pamit dari Senayan. Bagaimana perjalanan karir politik Muhaimin Iskandar?

1 Oktober 2024 | 19.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Wakil Ketua Umum DPR, mengucapkan pamit dari Senayan. Masa jabatannya sebagai anggota DPR periode 2024-2029 berakhir pada Senin, 30 September 2024.

Dari lima pimpinan DPR, Cak Imin dan Lodewijk Freidrich Paulus tidak melanjutkan sebagai anggota DPR untuk periode berikutnya. Dalam candanya kepada Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Cak Imin menyebut uang pensiun yang akan diterimanya sebesar Rp3,2 juta per bulan.

"Kami pamit, terutama saya dan Pak Lodewijk pamit tidak bergabung lagi di DPR. Memasuki MPP, Masa Persiapan Pensiun. Pensiunannya sudah saya tandatangani, Pak Dasco, Rp3.200.000," kata Cak Imin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 30 September 2024.

Perjalanan Karir Politik Cak Imin

Abdul Muhaimin Iskandar atau yang juga dikenal dengan nama Cak Imin adalah seorang politikus asal Jombang, Jawa Timur. Saat ini, pria kelahiran 24 September 1966 ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024. Dia juga merupakan Ketua Umum dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejak 2005 silam.

Cak Imin lahir dan besar di lingkungan yang religius. Ayahnya, Muhammad Iskandar, merupakan seorang guru di Pesantren Mamba’ul Ma’arif. Sedangkan, ibunya yang bernama Muhasonah Iskandar adalah pemimpin dari pondok pesantren tersebut. Bahkan sejak kecil, Cak Imin dekat dengan mantan presiden kelima Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Cak Imin atau Muhaimin Iskandar, merupakan tokoh politik Indonesia yang memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang luas. Ia menyelesaikan pendidikan magisternya di bidang Manajemen Komunikasi dari Universitas Indonesia pada tahun 2001. Sebelumnya, ia menempuh pendidikan di SD dan SMP Mambaul Ma'arif Denanyar Jombang, melanjutkan ke SMA MAN I Yogyakarta, dan meraih gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1991.

Dalam kariernya, Cak Imin telah memegang berbagai posisi penting, di antaranya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia (2009-2014), Wakil Ketua DPR RI (2004-2009), dan anggota DPR RI (1999-2004). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Divisi Penelitian di LPU Jakarta (1992-1994) dan staf pengajar di Pesantren Denanyar Jombang (1980-1983). Pengalaman lainnya termasuk bekerja di Helen Keller Internasional Jakarta hingga 1998, menjadi Sekretaris Yayasan Semesta Ciganjur, serta Ketua FPKB DPR RI pada 1999.

Cak Imin juga aktif dalam berbagai organisasi. Ia menjabat sebagai Ketua Umum DPP PKB sejak 2014 dan pernah menjabat di posisi yang sama dari 2005 hingga 2010. Selain itu, ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal DPP PKB (2004-2005) dan Ketua Dewan Tanfidziah (2002-2007). Di masa mudanya, Cak Imin aktif di organisasi mahasiswa, termasuk sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PMII (1994-1997) dan Ketua Umum PMII Cabang Yogyakarta (1991-1997).

Saat menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, nama Cak Imin sempat disorot dalam skandal "kardus duren." Skandal ini mengacu pada penemuan uang sebesar Rp 1,5 miliar dalam sebuah kardus duren di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2011 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada 25 Agustus 2011, KPK menangkap dua pejabat kementerian, yaitu Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi I Nyoman Suisnaya dan mantan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan. Mereka diduga menerima suap sebesar Rp 1,5 miliar dari seorang pengusaha bernama Dharnawati, yang terkait dengan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah Transmigrasi (PPIDT). Dharnawati, yang merupakan kuasa direksi PT Alam Jaya Papua, juga turut diamankan oleh KPK.

Dadong Irbarelawan menyebutkan dalam persidangan pada 2012 bahwa uang tersebut diduga akan diberikan kepada Muhaimin Iskandar. Ia mengungkapkan bahwa pada Mei 2011, Nyoman memanggilnya ke sebuah pertemuan di mana Dharnawati dan Dhany S. Nawawi, mantan Staf Khusus Presiden, juga hadir.

Muhaimin mengaku merasa terganggu dengan munculnya kasus suap tersebut, namun ia membantah keterlibatannya, menyatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya pihak yang mungkin berusaha menjebaknya. Pengacara Dharnawati, Farhat Abbas, menyebut bahwa uang tersebut memang ditujukan untuk Muhaimin, dan ada bukti berupa pesan singkat yang mengatasnamakan dirinya.

Muhaimin Iskandar menyangkal klaim tersebut, menyatakan bahwa pesan singkat itu hanya menggunakan namanya tanpa sepengetahuannya, dan ia menegaskan bahwa ia tidak pernah bertemu dengan para tersangka untuk membahas proyek senilai Rp 500 miliar itu.

Pada Pilpres 2024, Cak Imin berpasangan dengan Anies Baswedan maju dalam kontestasi pemilihan presiden. Meskipun kemudian Anies-Cak Imin dinyatakan kalah, meskipun telah mengajukan gugatan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), tapi tetap dinyatakan kalah.

MICHELLE GABRIELA |  ANNISA FEBIOLA

Pilihan Editor: Betulkah Gaji Pensiun Cak Imin Rp 3,2 Juta, Ini Besaran Gaji Pensiun Mantan Presiden, Menteri, dan Anggota DPR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus