Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Jangan Abai Ancaman Penularan HIV/AIDS

Pemerintah diminta tidak lalai mengendalikan penularan HIV/AIDS. Panduan untuk menangani penyakit menular perlu ditata kembali.

27 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas kesehatan mendata pasien sebelum menjalani pemeriksaan HIV gratis di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, Jakarta, 3 Desember 2020. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rahmad Handoyo, turut memberikan perhatian terhadap isu penularan HIV/AIDS di Kota Bandung, Jawa Barat. Anggota Komisi IX yang membawahkan isu kesehatan itu mengatakan fenomena ini bisa dijadikan momentum untuk mengingatkan pemerintah agar tidak lalai mengendalikan penularan HIV/AIDS. Sebab, hampir tiga tahun ini, perhatian pemerintah berfokus pada penanganan pandemi Covid-19. “Masih ada HIV/AIDS yang mesti kita perangi,” ujar Rahmad, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahmad mengatakan redanya pemberitaan HIV/AIDS bukan berarti masalah penularan sudah teratasi. Karena itu, pemerintah perlu menata kembali panduan penanganan dan pengendalian penyakit menular. Khusus untuk HIV/AIDS, kata Rahmad, pemerintah mesti menggencarkan sosialisasi dan edukasi, terutama kepada kalangan remaja. “Hindari seks sebelum menikah,” ujar Rahmad.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Rahmad, pada dasarnya penularan HIV terjadi lewat hubungan seks tidak sehat. Selebihnya, terjadi juga lewat transfusi darah atau penggunaan jarum suntik tidak steril. “Jadi, edukasi soal penyebaran, risiko, bahaya, dan cara menghindari penularan HIV harus diberikan secara menyeluruh,” ucap politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

Juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, mengatakan, selama masa pandemi Covid-19, Kementerian tidak menghentikan upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS. Penanganan terhadap penderita juga terus berjalan. Di antaranya adalah memberikan obat antiretroviral (ARV) yang berfungsi mencegah HIV berkembang biak dalam tubuh, sekaligus melindungi dan memperkuat sistem imun.

Selain itu, pengobatan terhadap penderita infeksi menular seksual (IMS) dan infeksi oportunistik tetap dilakukan. “Kemenkes juga menyediakan akses pemantauan pengobatan dengan pemeriksaan viral load atau mengukur jumlah virus dalam darah,” ujar Syahril.

Ihwal pencegahan, Syahril melanjutkan, Kemenkes melakukannya dengan screening dan pengobatan IMS, penggunaan alat suntik steril, hingga mencegah penularan dari ibu ke anak. “Karena penularan HIV/AIDS disebabkan oleh hubungan seksual, penggunaan jarum suntik tidak steril, dan ibu hamil positif HIV ke bayinya,” kata Syahril.

Penderita HIV/AIDS menunjukkan obat antiretroviral (ARV) untuk terapi pengobatan di RSUD Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA/Lucky R.

Berdasarkan situs web resmi Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa pada tahun ini ditargetkan untuk mendeteksi 97 ribu kasus HIV/AIDS secara nasional. Namun, hingga Juli lalu, baru 13 persen kasus yang ditemukan. Tempo kemarin berupaya menggali informasi lebih lanjut tentang data itu. Namun Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono serta Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Maxi Rein Rondowunu, belum memberikan jawaban.

Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) memberikan layanan tes HIV di klinik-klinik PKBI. PKBI juga menggerakkan sekitar 9.000 relawan berusia di bawah 25 tahun untuk memberikan edukasi kepada masyarakat di daerah. “Mereka dibekali pendidikan seks sehingga bisa membantu mengedukasi masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif PKBI, Eko Maryadi.

Eko mengatakan screening HIV perlu dilakukan setidaknya setahun sekali. Screening itu dilakukan kepada orang yang aktif ataupun tidak aktif secara seksual. Karena itu, PKBI mendorong remaja perempuan yang memasuki usia balig untuk melalukan tes pap smear. Tes ini sejatinya dilakukan untuk mendeteksi dini potensi kanker serviks yang dipicu infeksi human papillomavirus (HPV). “Kalau terdeteksi ada virus yang tidak biasa, dilanjutkan ke tes HIV,” ujar Eko. “Jadi, makin cepat terdeteksi akan makin baik karena bisa segera ditangani.”

Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Rumah Cemara yang berada di Kota Bandung, Jawa Barat, sejak 2018 telah terlibat dalam penanganan HIV/AIDS. Selain memberikan pendampingan kepada penderita, LSM ini memberikan advokasi kebijakan, pelayanan, dan penganggaran. Sedangkan untuk edukasi dan sosialisasi, Rumah Cemara menggandeng berbagai lembaga pendidikan. “Biasanya edukasi diberikan dalam bentuk seminar,” kata Koordinator Advokasi Rumah Cemara, Subhan H. Panjaitan.

RIRI RAHAYUNINGSIH

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus