Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto memerintahkan aparat intelijen untuk menjaga kelancaran penyelenggaraan pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak 2024. Hadi meminta aparat intelijen menguasai wilayah penugasan masing-masing dan memperhatikan indeks kerawanan pemilu.
“Ibarat kata, saya sampaikan kemarin, di daerah Malang selatan mungkin, itu ada daun jatuh saja, aparat intelijen harus tahu jatuh kenapa. Jatuh dipetik atau (jatuh) pada waktunya,” ujar Hadi saat memberi sambutan dalam acara peluncuran ‘Pemetaan Kerawanan Pemilihan Serentak 2024’ di Jakarta pada Senin, 26 Agustus 2024.
Dengan demikian, kata Hadi, aparat intelijen harus benar-benar memperhatikan pelaksanaan Pilkada 2024. Dia kembali menegaskan seluruh aparat intelijen menguasai seluruh wilayah berdasarkan indeks kerawanan yang sudah dikeluarkan Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu RI.
Mantan Panglima TNI itu mengatakan indeks kerawanan pilkada serentak yang dikeluarkan Bawaslu sepenuhnya menjadi pedoman aparat intelijen bertugas di lapangan.
“Intelijen ini harus benar-benar memperhatikan, melihat. Jangan sampai ada kerawanan sekecil pun,” ujar Hadi.
Hadi mengatakan dia selalu mewanti-wanti aparat intelijen untuk turut berjaga karena kekuatan TNI dan Polri dibagi habis di seluruh wilayah. “Sehingga aparat intelijen harus bekerja 24 jam, mengantisipasi jangan sampai ada gangguan,” katanya.
Dia meyakini, apabila aparat intelijen sudah menguasai seluruh wilayah berdasarkan indeks kerawanan pilkada serentak, maka pilkada dapat diantisipasi dengan baik.
“Kalau aparat intelijen sudah menguasai seluruh wilayah maka prediksi, pemetaan yang dikeluarkan Bawaslu ini bisa diantisipasi dengan baik. Termasuk perkiraan yang dikeluarkan oleh kepolisian," kata Hadi.
Bawaslu Koordinasikan Pemetaan Kerawanan Pilkada
Dalam acara yang sama, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan pihaknya berkoordinasi dengan pemangku kepentingan, yang meliputi pemerintah daerah, Polri, TNI, dan aparat keamanan lainnya, mengenai hasil dari pemetaan kerawanan pilkada sebagai langkah mitigasi.
Yang dia maksudkan dengan kerawanan adalah segala hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilihan yang demokratis. Bagja telah mengungkapkan terdapat lima provinsi dengan tingkat kerawanan tinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur.
Bagja menyebutkan skor dari kelima provinsi tersebut tergolong tinggi karena memenuhi empat dimensi indikator kerawanan pemilu, yakni sosial politik, pencalonan (kontestasi), kampanye (penyelenggaraan pemilu dan kontestasi), serta pungut hitung (penyelenggaraan pemilu, kontestasi, dan partisipasi).
Dia mencontohkan kerawanan yang sudah terjadi pada dimensi pencalonan, yakni perubahan regulasi secara mendadak akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa, 20 Agustus 2024. Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 itu mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah.
“Ini (perubahan regulasi) akan berakibat terhadap bagaimana sosialisasi kepada peserta pilkada, partai politik yang mengusung, dan kemudian juga bagaimana teman-teman KPU (Komisi Pemilihan Umum) nanti menyikapi dengan petunjuk teknisnya,” tutur Bagja.
Selain perubahan regulasi, potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur petahana, ASN (Aparatur Sipil Negara), TNI, dan Polri juga menjadi salah satu indikator kerawanan dalam masa pencalonan. “(Contohnya) seperti melakukan rotasi jabatan,” ucapnya.
Pemetaan kerawanan tersebut bertujuan untuk menjadi basis data dalam menyusun program pencegahan dan pengawasan pada tahapan Pilkada 2024.
Pilihan editor: Peluang Anies Diusung PDIP di Tengah Isu Majunya Pramono Anung di Pilgub Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini