Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Petugas Satpol PP bersama polisi dan tentara mencopoti spanduk penentangan tambang batu di Desa Wadas.
Warga menilai tindakan itu sebagai bentuk pembungkaman.
Satpol PP beralasan hendak membersihkan lingkungan menjelang kedatangan Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin.
JAKARTA - Pencopotan spanduk anti-penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, memunculkan protes. Tindakan sepihak aparat itu semakin memperburuk hubungan pemerintah dan warga penolak pertambangan. "Ketika warga berpendapat, malah dibungkam. Tentu teman-teman gak terima," ujar Ketua Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deretan spanduk protes itu terbentang di tembok pinggir jalan di sekitar kantor Desa Wadas, beberapa hari setelah konflik antara warga dan aparat keamanan pada 8 Februari lalu. Ini merupakan kali kedua pencopotan kain rentang. Kejadian pertama berlangsung saat konflik pecah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pencopotan terbaru dilakukan oleh petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang datang bersama anggota TNI dan kepolisian pada Selasa lalu. Tak lama kemudian, warga mendatangi lokasi dan meminta agar spanduk kembali dipasang.
Julian mengatakan pencopotan spanduk itu merupakan bentuk pembungkaman. Lewat kain rentang, warga berharap Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Gubernur Ganjar Pranowo mencabut izin penetapan lokasi (IPL) Wadas sebagai lahan pertambangan karena bisa merusak lingkungan. Bukannya berupaya menyelesaikan konflik tambang ini, dia melanjutkan, pemerintah malah menunjukkan sikap represif dan arogan. "Seolah-olah ini konflik horizontal antara warga pro dan kontra-tambang," ujarnya.
Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 10 Februari 2022. TEMPO/Shinta Maharani
Fajar, warga Wadas, mengatakan spanduk-spanduk itu merupakan ungkapan hati warga yang selama ini terus menentang rencana penambangan batu pemasok bahan baku pembangunan Bendungan Bener itu, tapi tak pernah direspons oleh pemerintah. "Kita selalu menempelkan poster-poster di setiap akses Wadas agar selalu terlihat bahwa, hari ini dan seterusnya, warga Wadas tetap menolak rencana tambang itu," kata dia.
Menurut Fajar, pencopotan spanduk menambah keresahan warga. Pasca-pengepungan Wadas pada 8 Februari lalu, puluhan polisi terus ditempatkan di perkampungan di perbukitan tersebut. Mengaku menjaga keamanan, petugas ikut dalam aktivitas warga, seperti menggelar pengajian dan membangun jamban. Namun, Fajar melanjutkan, penduduk masih mengalami trauma akibat penangkapan 60 warga saat memprotes penambangan batu andesit pada 8 Februari lalu.
Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Komisaris Besar Iqbal Alqudusy, mengatakan penempatan pasukan kepolisian di Wadas bertujuan untuk membangun komunikasi sosial antara masyarakat yang pro dan yang kontra-tambang batu. Sementara berada di lokasi, petugas juga diperintahkan menggelar berbagai kegiatan, seperti bakti sosial dan pendidikan psikologi.
Kepala Satpol PP Purworejo, Haryanto, membantah tudingan pencopotan spanduk sebagai bentuk pembungkaman warga. Ia mengatakan petugas hanya ingin membersihkan lingkungan menjelang kedatangan Wakil Gubernur Taj Yasin di Wadas.
Total ada 17 orang yang terlibat dalam pencopotan itu, yaitu tujuh petugas Satpol PP, lima anggota Kepolisian Resor Purworejo, dan lima anggota Komando Distrik Militer Purworejo. "Semata-mata untuk tertib lingkungan," kata Haryanto.
Menghadapi desakan warga, petugas kembali memasang spanduk-spanduk tersebut. Mereka lalu pergi meninggalkan Wadas.
EGI ADYATAMA | JAMAL EL NASHIR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo