Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menyederhanakan standar kelulusan mahasiswa perguruan tinggi. Kini, mahasiswa sarjana atau sarjana terapan tak lagi diwajibkan membuat skripsi, tapi bisa membuat tugas akhir dalam ventuk lain. Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai penerbitan kebijakan baru itu, sejumlah pihak, terutama sivitas akademika memberi tanggapan. Berikut deretannya.
1. Rektor Unsoed
Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Akhmad Sodiq menilai peraturan yang membolehkan lulus tanpa menggarap skripsi dapat menjadi alternatif bagi mahasiswa. Ia mengungkapkan bahwa beberapa program studi (prodi) dan fakultas di Unsoed sudah menerapkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ada beberapa pendapat dan beberapa telah diterapkan di Unsoed. Sejumlah program studi dan fakultas memang sudah mengimplementasikan (lulus tanpa skripsi),” kata Akhmad di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu, 30 Agustus 2023.
Akan tetapi dalam penerapannya, model skripsi yang berbeda disebut sebagai tugas akhir. Tugas akhir tersebut berasal dari hasil penelitian, hasil kerja praktik, hasil kerja di lapangan atau hasil kegiatan yang disetarakan dengan tugas akhir.
“Tidak harus dari hasil penelitian, tetapi ada yang dari magang atau kerja di perusahaan, kemudian memenuhi sistematika dan kaidah yang sudah ditentukan ini nanti disetarakan sebagai tugas akhir atau sama dengan skripsi,” kata Sodiq.
Dalam pelaksanaannya, mahasiswa yang mengambil tugas akhir atau skripsi selain penelitian masih sangat sedikit. Menurut dia, hal itu bukan karena terdapat hambatan, tetapi barangkali perlu sosialisasi yang lebih masif.
“Artinya begini, sebagian lulusan terdahulu hanya dalam bentuk skripsi. Namun ke depan, yang penting lagi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan itu diarahkan sesuai dengan passion (gairah) mahasiswa kita,” ucap Sodiq.
Meski begitu, Unsoed menyambut baik kebijakan lulus kuliah tanpa skripsi. Namun, harus tetap ada batasan, apabila mahasiswa menaruh minat di riset, maka pihaknya akan tetap melayani skripsi. “Jadi kebijakan tersebut dapat menjadi pilihan, alternatif, tidak harus berbentuk riset seperti yang umum dilakukan,” kata Sodiq.
2. Dosen UM Surabaya
Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Satria Unggul Wicaksana memberikan tanggapan terkait kebijakan lulus tanpa skripsi. Dalam pernyataannya, ia menjabarkan beberapa poin soal kebijakan tersebut.
Pertama, kebijakan konversi atau peralihan skripsi menjadi tugas akhir atau studi proyek merupakan terobosan yang baik, namun perlu peran besar dari fakultas atau program studi untuk menyelenggarakan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Sehingga, ada bentuk nyata dari konversi kegiatan selain pengerjaan skripsi.
Lanjut Satria, perguruan tinggi harus tetap mendorong mahasiswa yang tetap ingin menulis tugas akhir dalam bentuk serupa skripsi. Menurut dia, kampus harus memfasilitasinya dengan memperhatikan pedoman akademik, integritas, anti-plagiasi, joki dan pelanggaran lainnya.
Kemudian, kata Satria, perguruan tinggi perlu memacu agar otonomi dalam menjalankan format pengerjaan tugas akhir. “Artinya, jangan nanti ketika sudah terbit dalam transkrip nilai, ternyata tidak diakui di dunia kerja,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 30 Agustus 2023
Satria juga menjelaskan perlu adanya kesiapan seluruh sivitas perguruan tinggi agar paham dan konsisten dalam menjalankan program lulus tanpa skripsi tersebut. Terakhir, menurut dia, perlu didorong komunitas akademik dan masyarakat sipil yang memusatkan kepada bidang akademik agar terlibat dalam pengambilan kebijakan pendidikan sehingga kebijakan lulus kuliah tanpa skripsi itu betul-betul menjalankan partisipasi bermakna dan menguntungkan semua pihak.
3. Rektor IPB
Rektor IPB University Arif Satria mengatakan transformasi standar kelulusan yang dibuat Nadiem tak menurunkan mutu lulusan. “Transformasi standar lulusan yang diatur kebijakan Mas Menteri ini tidak menurunkan mutu lulusan. Misalnya, mahasiswa bisnis membuat proposal bisnis karena tidak semua harus menjadi peneliti, ada yang tertarik menjadi pengusaha, aktivis di masyarakat,” ujarnya.
Menurut Arif, mahasiswa perlu mengasah kemampuan menulis dari apa yang direncanakan. Hal itulah yang menjadi keterampilan baru yang di masa depan. Selain itu, keterampilan berkomunikasi bukan hanya sebatas lisan melainkan tulisan.
Menulis, kata Arief, dapat menggambarkan cara berpikir seseorang. "Oleh karena itu, kami memberikan kebebasan kepada mahasiswa untuk tugas akhirnya tidak harus penelitan dan skripsi. Mereka bisa menulis (proyek) apa yang diminati dalam proses peningkatan skills,” ujarnya.
4. Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Senada dengan itu, Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Ali Ridho Barakbah menyambut baik kebijakan para sarjana dapat lulusan tanpa harus membuat skripsi. “Kami dari vokasi berterima kasih dengan aturan ini karena kami bisa fokus pada penyelesaian masalah riil di lapangan bersama dosen, mahasiswa, dan mitra (industri) melalui program based learning tanpa menyalahi aturan,” kata Ali Ridho.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Tanggapan ITB dan Unpad Soal Tugas Akhir Tak Wajib Skripsi