Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Forum lintas generasi mahasiswa, alumni, dosen, dan guru besar Universitas Trisakti membacakan maklumat berjudul Selamatkan Demokrasi Melawan Tirani Baru. Maklumat itu mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali ke jalur Reformasi 1998. Hal itu di antaranya adalah menegakkan supremasi hukum dan HAM, memberantas KKN, menjaga otonomi daerah, mencabut dwifungsi ABRI yang sekarang TNI, dan membatasi kekuasaan melalui UUD 1945.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami sivitas akademika Universitas Trisakti yang memegang teguh nilai-nilai etik kebangsaan, demokrasi, dan hak asasi manusia menyatakan kekhawatiran atas matinya reformasi dan lahirnya tirani,” kata Ketua BEM Universitas Trisakti, Vladima Insan Mardika di Tugu 12 Mei Trisakti di Jalan Kyai Tapa, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Jumat, 9 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia menentang berbagai pelanggaran etika kehidupan berbangsa yang diperlihatkan oleh penyelenggara negara, terutama oleh Mahkamah Konstitusi dan Presiden Jokowi diikuti oleh jajaran pejabat istana, Kementerian dan Lembaga hingga KPU. “Kami menolak personifikasi dan personalisasi kewajiban negara atas hak-hak rakyat untuk tujuan partisan elektoral,” kata Vladima.
Ia menuturkan, misalnya bantuan sosial atau bansos yang sejatinya merupakan hak-hak rakyat ternyata diduga dimanipulasi sebagai hadiah atau pemberian pribadi Presiden Jokowi dan pribadi-pribadi pejabat pendukung paslon tertentu.
“Kami menolak pemberantasan korupsi yang bermotif dan bertujuan politik partisan. Jika negara serius, maka penanganan korupsi tak berhenti ketika pejabat yang diperiksa justru menjadi juru kampanye Paslon tertentu yang didukung penguasa. Ini merusak sendi-sendi hukum dan demokrasi,” ujar mahasiswa jurusan Teknik Mesin itu.
Sivitas akademika Universitas Trisakti mengutuk segala cara-cara intimidatif maupun kekerasan negara terhadap ekspresi kritik dan protes mahasiswa, para aktivis dan warga biasa yang bersuara kritis. Indikasi pengkondisian politik, kata Vladima, ketakutan terhadap masyarakat luas dalam mengaktualisasikan hak pilihnya pada hari pemungutan suara.
“Menurut kami, Pemilu 2024 menjadi pemilu pertama yang tak fair, tak bebas, dan tak demokratis semenjak masa reformasi. Terlalu banyak ketidaknetralan pejabat dan aparat negara, termasuk penyalahgunaan fasilitas dan sumber daya negara lainnya hanya untuk kepentingan partisan Paslon tertentu,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahasiswa Universitas Trisakti, UPN Veteran Jakarta, dan sejumlah organisasi mahasiswa lainnya melakukan demonstrasi dengan tuntutan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi.
“Kalau sampai Jokowi berani bagi-bagi bansos bahkan menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye artinya banyak pelanggaran yang sudah dia lakukan. Jokowi mempermalukan kita dengan menganggap masyarakat bodoh,” kata Kevin, seorang mahasiswa Universitas Trisakti dalam orasinya di depan Istana Negara, Rabu, 7 Februari 2024.
Ia mengatakan, para guru besar di berbagai universitas di Indonesia sudah menyatakan sikap mengkritik kinerja Jokowi dan meminta Wali Kota Solo itu untuk netral selama Pemilu 2024.
Pilihan Editor: Siasat Kubu Ganjar-Mahfud Atasi Kampanye Negatif di Sosial Media