Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENEMBAKAN kerap menyisakan trauma pada korbannya. Juga ketakutan pada orang kebanyakan. Apalagi penembakan yang dilakukan dengan cara brutal seperti dalam penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, oleh sekelompok orang bersenjata pada Sabtu dua pekan lalu. Orang jadi ekstrahati-hati bila menghadapi sesuatu. Terkadang paranoia yang berkepanjangan.
Mungkin itulah yang terjadi pada penjaga keamanan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Pada Januari 1984, tiga tahun setelah Presiden Amerika Ronald Reagan ditembak saat keluar dari sebuah hotel di Washington, DC, kantor perwakilan negara itu mendapat kiriman kado. Majalah Tempo dalam rubrik Nasional edisi 11 Februari 1984 melaporkan paket hadiah ini sempat membikin heboh.
Sebetulnya bungkusan yang tiba di Kedutaan pada siang hari, 31 Januari 1984, itu sama sekali tak misterius. Paket berukuran 23 x 17 x 6 sentimeter tersebut dibungkus kertas biru bergambar Yesus sedang menggembala domba. Alamat pengirimnya jelas: Sian An, Jalan Ijen 12, Malang, Jawa Timur. Yang dituju: Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan.
Entah kenapa, saat menerima bingkisan itu, petugas keamanan yang berkebangsaan Indonesia segera mengangkat telepon, mengundang polisi untuk memeriksanya. Mungkin mereka ingat sering ada usaha membunuh Reagan lewat bom surat.
Unit penjinak bom dari Satuan Tugas Gegana Kepolisian Daerah Metro Jaya tiba dan segera membuka paket itu dengan hati-hati. Tak ada ledakan. Isi "bom" itu ternyata sebuah kitab Injil dan sehelai kemeja batik. Ada juga surat ucapan selamat ulang tahun untuk Reagan, yang pada 6 Februari 1984 genap berusia 73 tahun.
"Kedutaan memutuskan meneruskan bungkusan itu ke Gedung Putih," kata Gerald H. Huchel, atase pers Kedutaan Besar Amerika, setelah ketegangan berakhir. Hal ini di luar kebiasaan. Paket seperti itu lazimnya dikembalikan dan si pengirim diminta mengeposkannya langsung ke tujuan. Perkecualian untuk kiriman Sian An, ujar Huchel, karena, "Semua orang tokh sudah tahu apa isinya."
Kejadian ini membuat Sian An, 17 tahun, kecewa. Pelajar kelas II SMA Dwi Abdi, Malang, ini sebenarnya berharap kemeja batik pemberiannya bisa dikenakan Reagan tepat pada hari ulang tahun. "Kedutaan Amerika Serikat semestinya kan bisa mendeteksi paket tersebut tanpa perlu membongkar isinya," katanya kesal.
Tapi, menurut Kedutaan Amerika, kalaupun tak diutak-atik, hadiah Injil dan kemeja batik Sian An belum tentu akan diterima Reagan. Huchel mengatakan Presiden Amerika tak diperbolehkan menerima sembarang hadiah. Ada batasan harganya. "Biasanya hadiah mahal, seperti dari kepala negara asing, dimasukkan museum. Sedangkan hadiah biasa akan diteruskan ke badan amal," ujarnya. Ia berpendapat hadiah Sian An akan diteruskan ke badan amal.
Setelah peristiwa itu, Rabu, 1 Februari 1984, datang lagi paket ke Kedutaan Besar Amerika. Petugas lagi-lagi curiga. Kembali diundang, satuan penjinak bom dari kepolisian pun beraksi. Bungkusan dibuka dengan hati-hati. Isinya: 50 botol obat batuk kiriman dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Manila. Aha, plong.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo