Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun ancamannya seperti yang termuat di Detak Nomor 017 Tahun Ke-1, 3-9 November: Kalau kamu salah, saya somasi. Silahkan tulis. Saya akan somasi dan sampeyan akan saya tangkep. Saya berhak menangkap, kalau sampeyan memfitnah.
Sampeyan juga jangan ngancam-ngancam. Tak pateni (saya bunuh)! Lho ini tenan (serius)! Aku ngomong tenanan (dengan serius). Saya nggak main-main kalau soal begitu. Kalau sampeyan ngancem, tak pateni disik (saya bunuh lebih dulu)!
Ancaman untuk menangkap merupakan pelecehan terhadap hukum. Sebab yang berhak menangkap orang sipil untuk kasus biasa adalah polisi dan kejaksaan. Ancaman membunuh menunjukkan arogansi kekuasaan Mayjen TNI Djoko Subroto. Tidak seorang pun punya hak untuk membunuh.
Ancaman itu jelas merupakan bentuk intimidasi serius terhadap kebebasan pers dan keselamatan jurnalis. Juga menghalangi jurnalis memperoleh berita yang benar, jujur, dan berimbang guna kepentingan masyarakat yang memilki hak untuk tahu (the right to know).
Sehubungan dengan itu, AJI mengecam dan memprotes keras ancaman Pangdam V/Brawijaya tersebut. Menuntut Pangdam Mayjen Djoko Subroto mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada yang bersangkutan secara terbuka. Menuntut semua pihak, terutama aparat pemerintah dan ABRI, mendasarkan seluruh ucapan dan tindakannya pada hukum, bukan pada kekuasaan. Mengajak semua pihak menghormati kebebasan pers serta hak masyarakat untuk tahu dan memperoleh informasi, demi terwujudnya masyarakat madani di atas fondasi demokrasi.
Lukas Luwarso
Ketua AJI Pusat
Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo