Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda pemerintah menganggarkan 9,1 persen dari APBN untuk pendidikan dari yang ditetapkan konstitusi sebesar 20 persen? 7 - 14 Juni 2006 | ||
Ya | ||
16,39% | 89 | |
Tidak | ||
80,11% | 435 | |
Tidak tahu | ||
3,50% | 19 | |
Total | 100% | 543 |
Pemerintah mesti berjuang untuk memenuhi amanat konstitusi, yaitu memberikan 20 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini untuk anggaran pendidikan. ”Untuk memenuhinya, sangat sulit,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Kesukaran berpangkal pada banyaknya pengeluaran dan masalah yang harus dikelola, seperti gempa dan tsunami Aceh serta batalnya kenaikan tarif dasar listrik. Walaupun begitu, pemerintah dan DPR akan membahas alokasi anggaran pendidikan sebesar 9,1 persen atau setara dengan Rp 36,8 triliun—batas yang dianggap tak melanggar konstitusi.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan rapat kerja dengan DPR tahun lalu, disepakati pemerintah baru akan mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen pada 2009. Namun, keputusan untuk pemenuhan anggaran secara bertahap dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan dengan konstitusi.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, mengatakan pemerintah bisa dikenai impeachment jika tak memenuhi amanat konstitusi. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla berkilah pemerintah dan DPR sama-sama bersalah dalam soal anggaran pendidikan. Menurut dia, DPR juga melanggar karena mereka yang membuat keputusan soal anggaran.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden tidak setuju pemerintah cuma menganggarkan 9,1 persen dari APBN untuk pendidikan. Seorang responden di Bandung, Primal Suryaman, menilai anggaran itu sangat kecil. ”Pemerintah kita sangat pelit membiayai rakyatnya,” ujarnya.
Sebaliknya, Suparjono, responden di Pamulang, Tangerang, setuju anggaran pendidikan cuma 9,1 persen dari APBN. ”Rencana itu harus dimaklumi mengingat saat ini perekonomian Indonesia belum stabil, ditambah adanya bencana di berbagai daerah,” ujarnya.
Indikator Pekan Ini: Pemerintah mengancam akan membekukan pengurus organisasi massa bila masih bertindak anarkis, radikal, dan mengganggu ketertiban umum. Namun, hal ini tidak dilakukan dalam waktu dekat karena pemerintah belum mempunyai klasifikasi gangguan tersebut. Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM, Ramli Hutabarat, mengatakan, untuk membekukan dan membubarkan organisasi massa itu, pemerintah harus mencari alasan yang tepat, terutama mengacu pada Undang-Undang Nomor 8/1985 yang mengatur tentang organisasi massa. Kapolri Jenderal Polisi Sutanto malah mengatakan telah memproses aksi kekerasan dan anarkis beberapa organisasi massa akhir-akhir ini. ”Semua akan ditindak, tidak ada yang lepas dan kebal hukum. Semua sudah diproses,” ujarnya. Agar menimbulkan efek jera, Kapolri meminta para pelaku anarkisme dan kekerasan dihukum maksimal. Ia menyindir kasus Hercules, yang cuma divonis dua bulan. ”Medianya sendiri tidak berbuat banyak,” katanya. Menurut Anda, apakah aparat telah bertindak tegas terhadap tindakan anarkis di masyarakat? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo