Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo, 2 November 2003
POSO masih menyisakan luka. Jalanan di sudut-sudut kota dijamuri pos-pos penjagaan tentara dan polisi. Razia di mana-mana. Begitu lamat-lamat terdengar suara tembakan di Kelurahan Kasiguncu, Jumat pekan lalu, sekelompok pasukan gabungan itu langsung menyerbu sumber suara. Tapi masyarakat memilih tutup mulut saat ditanya.
Kecemasan warga masih terasa. Apalagi dalam suasana Ramadan, saat yang kerap ditandai dengan tradisi ”perang amaliah”. Ini kebiasaan yang hidup di komunitas muslim, untuk siap bertempur di medan laga—mereka kumandangkan sebagai ”berjihad” menghadapi kelompok Kristen. Selebaran jihad bertebaran diam-diam, disebarkan sampai ke kuburan.
Bara paling hangat terjadi di Poso dan Morowali, dua kabupaten di Provinsi Sulawesi Tengah itu, Kamis dua pekan lalu. Saat itu, berkat serangan gencar tim gabungan polisi dan tentara yang menyisir kawasan hutan Mompane, dekat Beteleme, Morowali, mereka berhasil menembak mati enam orang yang diduga kelompok ”pasukan misterius” dan menangkap 13 orang lainnya.
Serangan ke Morowali itu menewaskan 13 warga desa. Agak aneh, memang. Sebab, sudah setahun kota di Teluk Tomini ini aman dan damai. Tak ada letusan senjata dan nyala api membakar rumah di daerah yang didera konflik sejak akhir 1998 lalu itu. Ulah mereka membuat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono, mengancam segera menurunkan pasukan tempur dari TNI dan Polri selama enam bulan. Targetnya: mengejar gerombolan bersenjata itu.
Bara konflik di Poso seakan tak pernah padam. Kini, Poso kembali memanas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo