Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KECELAKAAN lalu lintas menjadi pembunuh nomor satu di Indonesia. Sepanjang 2012 saja ada sekitar 117 ribu kecelakaan, yang menyebabkan lebih dari 27 ribu orang meninggal. Artinya, rata-rata setiap jam tiga orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Tragisnya, sebagian besar kecelakaan itu terjadi karena kelalaian pengemudi.
Menertibkan masyarakat dalam berkendara memang bukan perkara gampang. Majalah Tempo edisi 3 Agustus 1985 mengulas bagaimana Operasi Zebra, operasi tertib lalu lintas, pertama kali diterapkan secara nasional dan membuat geger di berbagai kota.
Pagi itu, Kamis, akhir Juli 1985, jalanan di Jakarta mendadak lengang. Sebagian kendaraan yang biasa memadati jalan raya lenyap. Para pengemudi, termasuk sopir angkutan umum, enggan berkendara. Bus PPD dan Mayasari Bakti, misalnya, dari 1.300 unit, hanya 700-an yang berani beroperasi. Begitu pula Metro Mini, yang hanya mengoperasikan 69 persen dari total 2.221 kendaraan. Selebihnya memilih berdiam di kandang. "Para sopir takut ditilang," kata Djalal, Direktur Operasi PT Metro Mini ketika itu.
Menurut dia, para sopir takut karena berbagai alasan, dari tak punya surat izin mengemudi atau SIM hingga tidak lengkapnya peralatan kendaraan. Akibatnya, halte bus dan tempat pemberhentian angkutan kota penuh sesak oleh anak sekolah yang kebingungan tidak kebagian angkutan.
Kondisi serupa terjadi di pelbagai kota lain. Di Langsa, Aceh Timur, para pelajar harus diangkut dengan truk ke sekolah karena angkutan umum tidak berani keluar. Sebagian pelajar bolos sekolah karena tidak kebagian kendaraan. Di terminal bus Joyoboyo, Surabaya, 89 bus antarkota batal berangkat. Sekitar 4.000 penumpang terlunta-lunta di terminal.
Di Kudus, dampak operasi itu lebih parah. Harga berbagai barang di pasar tiba-tiba melonjak naik. Harga beras, yang semula Rp 360, naik menjadi Rp 380 per kilogram; kentang dari Rp 250 menjadi Rp 400 per kilogram; bahkan seledri, yang semula hanya Rp 400, melonjak jadi Rp 800 per kilogram. Harga barang naik karena kendaraan pengangkut barang banyak yang takut beroperasi. Ini dimanfaatkan sopir angkutan yang berani beroperasi untuk menaikkan ongkos angkut semau mereka.
Sebenarnya operasi penertiban lalu lintas sudah sering dilakukan. Bedanya, Operasi Zebra ini dilaksanakan serentak secara nasional, mengikutsertakan jajaran ABRI, pemerintah daerah, Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, kejaksaan, serta pengadilan. Yang paling membuat jeri adalah pemberian sanksi tegas dan keras, bahkan bisa berujung pada pencabutan surat izin mengemudi atau pengandangan kendaraan.
Tidak cukup di situ, pada 1 Agustus 1985, Kepolisian Daerah Metro Jaya mewajibkan semua pengendara sepeda motor mengenakan helm. Tujuannya mulia: menekan tingkat kematian akibat kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan catatan polisi, 50 persen kematian pada kecelakaan sepeda motor disebabkan oleh benturan pada kepala. Tetap saja masyarakat enggan mengenakan pengaman kepala dan memilih menghindar jika melihat polisi.
Selama berhari-hari polisi menjadi momok yang dihindari pengendara. Untuk mengurangi "alergi" masyarakat terhadap polisi, Kepala Polda Metro Jaya Mayor Jenderal Soedarmadji mengambil langkah kreatif: mengerahkan para polisi wanita berwajah ayu untuk berdiri di jalan-jalan protokol Jakarta sambil memegang rambu lalu lintas.
Selanjutnya, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, kepolisian menggelar Operasi Bersih beriringan dengan Operasi Zebra. Operasi Bersih adalah operasi tertutup yang bertugas memastikan Operasi Zebra dilaksanakan dengan bersih tanpa penyelewengan, misalnya suap. Hasilnya, di Jakarta, seorang sersan Polisi Lalu Lintas diturunkan pangkatnya menjadi kopral karena menyeleweng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo