Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, syarat calon independen minimal didukung10 persen pemilih? (15–22 Agustus 2007) |
||
Ya | ||
45,28% | 115 | |
Tidak | ||
46,06% | 117 | |
Tidak tahu | ||
8,66% | 22 | |
Total | 100% | 254 |
NASIB keputusan Mahkamah Konstitusi tentang calon independen dalam pemilihan kepala daerah mulai jelas. Rabu pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua DPR RI Agung Laksono mengumumkan, paling lambat awal tahun depan calon perseorangan sudah bisa berlaga di pilkada.
Untuk itu DPR kini menggodok revisi terbatas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang direncanakan rampung sebelum akhir 2007. ”Itu untuk mengatur calon perseorangan,” ujar Yudhoyono. Tentu ada banyak hal yang perlu diperbarui, tapi yang tampaknya paling ditunggu adalah aturan mengenai dukungan minimal.
Hingga kini belum ada suara bulat tentang besar dukungan awal yang perlu dimiliki calon perseorangan agar bisa lolos ke pilkada. Badan Legislasi DPR, misalnya, mengusulkan 10 persen dari jumlah pemilih di separuh kabupaten/kota atau kecamatan. Ini mendapat dukungan Partai Persatuan Pembangunan. ”Tidak boleh kurang dari itu,” ujar Ketua PPP, Suryadharma Ali.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ginandjar Kartasasmita, berpendapat lain. Menurut dia, 10 persen itu berlebihan dan akan mempersulit calon independen di daerah. ”Persentase yang rasional 3 persen sebagaimana pilkada Aceh,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Center for Electoral Reform, Hadar Navis Gumay, malah menantang partai. Kalau mau adil, dia menuturkan, calon partai pun harus mencari dukungan dengan jumlah yang sama menjelang pilkada dan tidak bersandar pada perolehan suara pada pemilu legislatif. ”Belum tentu dukungan pada pemilu legislatif dan pilkada sama,” ujarnya.
Sepanjang pekan lalu Tempo Interaktif menjajaki proposal Badan Legislasi itu. Hasilnya nyaris berimbang. Kelompok responden yang menolak cuma unggul dua suara atas mereka yang mendukung. Bagi yang tak sependapat, 10 persen itu cuma akal-akalan partai politik untuk menghalangi calon independen. ”Angka itu muncul dari egoisme partai yang ingin menguasai pilkada,” ujar Miftahul Huda, responden di Surabaya.
Indikator Pekan Depan: Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkukuh memasukkan komponen gaji guru ke dalam anggaran pendidikan. Dia kini menunggu dukungan Dewan Perwakilan Rakyat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU tersebut menetapkan anggaran untuk pendidikan minimal 20 persen dari APBN. Hingga tahun ini pemerintah hanya mampu mengalokasikan 12 persen. Jika komponen gaji guru dan pendidikan kedinasan masuk, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, persentase anggaran pendidikan akan meningkat menjadi sedikitnya 17,5 persen. Rencana itu ditentang para guru. ”Undang-undang yang telah disahkan tidak bisa direvisi begitu saja,” ujar Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia, M. Surya. Setujukah Anda, komponen gaji guru masuk ke dalam perhitungan anggaran pendidikan nasional? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo