Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKHIR-akhir ini kita lebih cenderung mendengar kabar tentang berita buruk, baik yang terjadi di tingkat elite maupun di tingkat bawah. Semuanya mempunyai kepentingan yang berbeda. Kalau boleh kita berasumsi: dua kepentingan yang berbeda tersebut merasa paling benar, merasa paling didukung rakyat.
Berangkat dari pemikiran itu, mereka sudah tidak lagi terkonsentrasi kepada kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar dari semua itu. Terbukti dari hari ke hari yang kita hadapi dolar secara perlahan tapi pasti terus merangkak naik, demikian juga semua kebutuhan pokok yang menjadi kepentingan rakyat. Pemerintahan Gus Dur benar-benar sedang mengalami tekanan yang hebat dan penuh tantangan. Dan apabila itu tidak dapat ditangani secara arif, sudah dipastikan pemerintah yang bergelar reformasi itu akan habis dan Gus Dur akan jatuh dari kursinya sebagai seorang presiden RI ke-4. Berarti sudah empat kali pula presiden kita berakhir tragis, kecuali Habibie yang agak baik.
Bahwa menurut teori Polibios, yang menyatakan, apabila negara dihasilkan dari sebuah revolusi, akan jatuh pula dengan reformasi. Mudah-mudahan teori itu tidak benar-benar berlaku di Indonesia. Karena, apabila benar, negara Indonesia benar-benar di ujung kehancuran. Sehingga, dalam hal ini, kita perlu angkat topi buat Ibu Megawati Sukarnoputri, yang sangat berhati-hati dengan tawaran elite untuk menggantikan kedudukan Presiden Abdurrahman Wahid. Sebab, bukan tidak mungkin peristiwa serupa akan terjadi juga buat Ibu Megawati, walaupun sebenarnya dari hukum ketatanegaraan serta real politik Ibu Megawati adalah seorang pemimpin partai politik yang memenangkan pemilu. Dan dari kenyataan itu, apabila tidak ada suatu permainan dari elite, kursi presiden RI menjadi hak Ibu Megawati. Tapi kenyataan itu ternyata dapat dipatahkan dan sekarang yang ada di hadapan kita, Gus Dur sebagai presiden yang sedang menghadapi masalah. Kita sebagai rakyat hanya ada dua pertanyaan: Apakah kita harus membela Gus Dur atau apakah kita tidak membela Gus Dur dan membiarkan sidang istimewa berjalan.
Sebab, apabila kita cermati, Presiden boleh atau tidak diganti itu bukan hanya hak kepentingan para elite tetapi murni milik rakyat Indonesia. Sebab, apabila kita amati, dengan tidak bermaksud merendahkan, mungkin rakyat Indonesia sudah kurang percaya dengan suara di DPR RI sehingga suara mereka bukan rakyat, tetapi suatu kelompok elite yang mempunyai kepentingan atas kelompok itu.
Berpijak pada asumsi tersebut dan supaya negara ini dapat diselamatkan dari kehancuran, kiranya perlu dibentuk polling nasional yang dibentuk oleh LSM yang bertujuan meminta pendapat langsung kepada seluruh rakyat Indonesia: Apakah masalah ini masih perlu dipertahankan atau tidak kedudukan Gus Dur sebagai Presiden RI. Kalau suara rakyat sebanyak 52 persen mendukung Gus Dur sebagai presiden, sebaliknya pendukung Gus Dur sebagai presiden RI kurang dari 52 persen, maka Presiden Abdurrahman Wahid harus rela turun dari kursi Presiden dengan tidak perlu mengadakan pemilu karena akan menelan biaya yang tidak kecil. Dan kemudian kita sepakat wakil presiden menggantikan kedudukan presiden. Hal ini tentunya untuk menghindari perselisihan pendapat dari eksekutif dan legislatif, yang sudah saling tidak percaya, untuk menghindari pertumpahan darah apabila suasana yang semakin runcing ini didiamkan.
C. SUHADI, S.H.
Peterongan Tengah 29B
Semarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo