Terima kasih atas jawaban Departemen Agama c.q. Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Agama berkenaan dengan tulisan "Mohon Penjelasan Menteri Agama" (TEMPO, Kontak Pembaca, 10 November 1990). Jawaban Drs. H. Shodiq (Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Agama) yang merujuk pada SK Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam Nomor 51/E/1990, kiranya perlu dijelaskan lagi. Saya tidak tahu persis, bagaimana penjelasan SK Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam Nomor 51/E/1990 itu. Yang saya ketahui, SK tersebut hanya berlaku bagi Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta yang unitnya telah berstatus disamakan. Tetapi mengapa dalam penjelasan SK tersebut masih menyebut ujian negara cicilan, sedangkan unit (jurusan, pen.) kami kini telah berstatus disamakan? Pertanyaan saya adalah, apakah unit yang telah berstatus disamakan diwajibkan mengikuti ujian negara cicilan seperti yang Bapak Shodiq jelaskan, dengan merujuk SK 51/E/1990 di atas. Pada bagian lain jawaban Bapak Shodiq menjelaskan, dalam keputusan tersebut, diktum pertama menyebutkan: "Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta yang unitnya telah berstatus disamakan berhak menyelenggarakan ujian sendiri dengan akibat yang sama dengan ujian Institut Agama Islam Negeri." Masih pada SK dimaksud di atas, terus terang saya jadi bingung dengan penjelasan Bapak Shodiq tersebut. Satu sisi SK tersebut menyatakan berhak menyelenggarakan ujian sendiri dengan akibat yang sama aengan Institut Agama Islam Negeri (diktum pertama). Sementara itu, sisi lain SK itu juga menyatakan ujian negara cicilan. Sepertinya satu SK merangkap dua masalah yang bertentangan. Memang demikiankah, Pak? Mungkin gara-gara SK di atas, kini fakultas kami menyelenggarakan ujian persamaan. Dasar hukumnya adalah SK Dirjen Pembinaan Kelembagaan Islam Nomor 51/E/1990, seperti yang menjadi rujukan Bapak Shodiq. Perlu Bapak ketahui bahwa kini unit di tempat saya telah berstatus disamakan. Perlu juga saya tanyakan kepada Bapak, apakah benar unit yang telah berstatus disamakan diharuskan menyelenggarakan ujian persamaan, seperti yang diatur dalam SK 51/E/1990 tersebut. Akibat adanya istilah ujian persamaan di fakultas kami tadi, mereka yang belum lulus ujian negara dengan status diakui dulu kini harus menempuh lagi hingga lulus. Apakah ada aturan dalam SK 51/E/1990 yang menyatakan dengan jelas istilah ujian persamaan? Jika memang ada, tentu punya dasar hukumnya. Mohon penjelasan Bapak H. Shodiq. Nama dan Alamat penulis pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini