Kami telah kehilangan kepercayaan kepada IAIN Sunan Ampel Surabaya sebagai lembaga ilmu pengetahuan. Meskipun itu pahit, secara jujur kami katakan bahwa IAIN belum mencerminkan diri sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam. Itu terlihat dalam proses pendaftaran mahasiswa baru dan kegiatan ospeknya, yang belum menerapkan sistem Tarbiyah Islamiyah yang syamilah. Setelah lulus ujian masuk, setiap calon mahasiswa lewat orang tua murid diminta menandatangani kesediaan berinfak untuk pembangunan masjid. Keharusan berinfak tidaklah menjadi masalah, namun yang menjadi masalah adalah batasan minimal Rp 50.000, yang tidak berdasar itu. Setahu kami, infak bersifat sukarela dan sesuai dengan kemampuan. Berbeda dengan zakat yang sudah ditetapkan hitungannya. Apakah IAIN Sunan Ampel hendak mencemari "asas takwa" dalam pembinaan rumah Allah? Selanjutnya, dalam acara ospek, Senat Mahasiswa IAIN diberi kebebasan tanpa batas, sehingga muncullah berbagai kreasi yang liar. Begitu liarnya sampai acara itu berakhir tengah malam. Kebodohan macam mana yang hendak dipertontonkan? Dalam ospek itu, setiap mahasiswa "diwajibkan" membeli lipstik dan dot bayi. Entah untuk apa. Apakah mahasiswa IAIN Sunan Ampel akan menghidupkan kembali simbol-simbol kejahiliahan modern? Anehnya lagi, dalam acara perkenalan studi, seorang staf pengajar melontarkan pernyataan kontroversial, "Kalau kalian ingin mempelajari Islam yang benar, jangan ke IAIN. Di IAIN hanya diajarkan Islam nasionalis." Tidakkah hal ini merusak pemikiran mahasiswa baru yang sedang tumbuh? MU'ARIF (Ketua Umum) JUNDI KUNTORO (Sekretaris Umum) Pusat Bina Swadaya Ummat Jalan Kuntisari V/33 Surabaya 60292
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini