Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Islam mengajarkan pada pemeluknya agara hati-hati dalam memilih makanan atau minuman. Maksudnya, di samping memperhatikan segi kesehatannya, juga segi "halal dan baik"nya. Sekarang ini, begitu banyaknya ragam dan jenis makanan yang beredar di pasar bebas, termasuk ayam goreng dan makanan masak lainnya. Pertanyaan yang penting, apakah daging yang di pasar bebas tersebut berasal dari hewan yang telah dipotong lebih dulu. Kalau sudah dipotong, sudahkan ayam itu dipotong menurut ajaran Islam. Nah, seandainya hewan itu mati bukan karena dipotong atau cara memotongnya belum berdasarkan tata cara Islam, berarti selama ini umat Islam yang membeli makanan itu telah memakan "bangkai". Yang ingin saya tanyakan adalah sejauh mana wewenang Majelis Ulama Indonesia dalam melindungi umat Islam, khususnya dalam hal makanan dan minuman. Banyak rumah makanan atau restoran yang mencantumkan kata "halal", sudahkah itu sesuai dengan halal yang Islami? Bagaimana peranan MUI dalam hal ini? Sebab, selama ini peran Lembaga Konsumen Indonesia dalam mengawasi makanan atau minuman hanya terbatas pada pengawasan layak atau tidaknya makanan tersebut secara ilmu kesehatan untuk dikonsumsikan kepada masyarakat. Sedangkan untuk soal "halal", tentunya peran Majelis Ulama Indonesia sangat diharapkan. ABUZAR ASRA & RISYANTO Alamat ada pada Redaksi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo