Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAAT ini banyak sekali penipuan dengan menggunakan berbagai cara. Sebetulnya, untuk menghindari penipuan atau supaya kita tidak mudah tertipu, caranya mudah: pergunakan akal sehat dengan logika berpikir yang sederhana. Hendaknya kita tidak mudah terlena oleh bujuk rayu yang mengawang-awang atau sering disebut dalam bahasa Inggris “too good to be true”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagai contoh, banyak tawaran barang melalui media sosial dengan harga setengah dari harga normal, atau bahkan bisa lebih murah daripada harga yang telah ditetapkan produsennya. Sudah pasti itu barang palsu. Apalagi kalau yang ditawarkan merupakan barang-barang mewah dan bermerek. Sedangkan barang tiruannya sekalipun harganya tidak demikian murah. Tidak bisa dimungkiri, tujuannya hanya mengeruk uang dengan cara menipu calon pembeli. Sebab, sudah pasti barang yang dipesan tidak akan datang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, banyak tawaran investasi keuangan yang menjanjikan keuntungan jauh di atas bunga bank, bahkan bisa berlipat-lipat. Keuntungan bisa didapat dalam jangka waktu yang relatif sangat pendek. Kalau yang ini sudah pasti tidak masuk akal sama sekali. Penipuan jenis ini biasanya memancing calon korban dengan hadiah menarik, terutama pada awal mereka membujuk calon korban, agar banyak yang terpikat.
Permainan judi secara daring juga tidak lebih sebagai penipuan belaka. Sebab, tidak pernah ada pejudi yang betul-betul mendapat keuntungan dari permainan tersebut. Sebuah surat kabar nasional beberapa waktu lalu mengupas tuntas masalah judi daring. Semoga ini bisa membuka pikiran serta menyadarkan banyak orang yang sampai sekarang belum bisa melepaskan diri dari gurita permainan judi daring.
Berbagai pernyataan keluar dari para elite mengenai pemberantasan penipuan melalui media sosial ataupun judi daring. Namun, yang terjadi, kejahatan tersebut tetap marak dan korban terus berjatuhan. Karena itu, pergunakanlah akal sehat dan pikiran secara cerdas agar kita terhindar dari penipuan dan judi daring.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
Ambisi dan Tanggung Jawab Moral
TIDAK ada yang salah jika seseorang berambisi mengembangkan diri. Menjadi hal yang lebih menuntut akhlak dan tata nilai jika ambisi itu dikaitkan dengan nasib ratusan juta manusia. Pemimpin dalam suatu masyarakat berperan dalam pengabdian, bukan menikmati kekuasaan. Karena itu, muncul istilah negarawan atau statesman.
Berbeda dengan seorang politikus yang mengejar ambisinya sendiri, seorang negarawan dibekali kemampuan wawas diri. Orang Jawa mengatakan: Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa (jangan merasa bisa, tapi bisalah merasa). Mengemban jabatan tanpa didasari knowledge, skill, ability, dan attitude merupakan tragedi dan ironi jika didapati pada orang-orang yang diharapkan menjadi negarawan.
Memimpin negeri bukan senda gurau, apalagi ibarat permainan judi. Di sini pentingnya pembinaan akhlak serta tata nilai sejak dini dan dihayati benar dengan ketulusan. Mencerdaskan bangsa secara merata seperti cita-cita Sutan Sjahrir sebagai people’s intelligentsia adalah kunci kemajuan serta kebesaran suatu bangsa. Bukan sebaliknya, yaitu memanipulasi serta merendahkan martabat manusia sebagai sumber suara sesaat dengan iming-iming dangkal.
Sungguh tepat ungkapan “Dumb politicians are not the problem, the problem is the dumb people that keep voting for them”. Satu hal yang harus disadari oleh pelaku politik yang memiliki ambisi adalah makna ungkapan: Vita brevis, Dignitas longa (hidup manusia pendek, tapi harkat/martabatnya jauh lebih panjang melampaui umur).
Kita juga mengenal pepatah: harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Nama ini dapat berupa nama baik atau sebaliknya. Semoga 2024 melahirkan negarawan sejati yang menjadi nakhoda Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jakarta
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Soal Penipuan" dan "Ambisi dan Tanggung Jawab Moral"