KAMI ingin menjelaskan kepada PT Porter Rekayasa Utama mengenai biaya-biaya yang dikenakan kepada pihak penerima barang, khususnya untuk barang LCL. Adapun total pembayaran yang kami terima tertanggal 11/2/99 untuk volume barang 0.85 cbm adalah sebesar US$ 200+Rp 96.000 bukan US$ 213,40.
Perlu kami tambahkan, biaya-biaya yang kami kenakan juga harus kami bayar terlebih dahulu kepada pihak I (pemiliki peti kemas yang melakukan pembongkaran peti kemas) pada saat pengambilan D/O (delivery order). Mengenai kurs tukar yang kami kenakan adalah sesuai dengan kurs yang diberlakukan oleh pihak pelayaran.
Mengenai SK Menteri Perhubungan bahwa semua biaya di pelabuhan harus menggunakan rupiah, itu bukan wewenang kami sebagai freight forwarder untuk mengomentari, karena kami tidak berhubungan langsung dengan pihak pelabuhan. Kami lebih banyak berhubungan dengan pihak pelayaran, yang memberlakukan biaya-biaya dalam bentuk dolar AS dengan kurs yang sudah ditetapkan.
Kami tidak memaksa pelanggan melakukan pembayaran dengan dolar AS, terbukti dengan dikeluarkannya invoice kami dalam bentuk rupiah.
Sangatlah tidak relevan apabila perbandingan dilakukan antara biaya pengeluaran barang untuk komponen LCL dan FCL karena pengeluaran barang untuk LCL harus melalui pemrosesan yang cukup panjang, mulai dari pembongkaran peti kemas dari kapal, trucking dari pelabuhan ke gudang pelayaran, pembongkaran peti kemas di gudang, ongkos buruh, hingga biaya mekanik. Sedangkan pengeluaran barang FCL tidak melalui proses tersebut.
Kami menolak pernyataan PT Porter Rekayasa Utama bahwa ada pemerasan terselubung. Tampaknya duduk persoalannya tidak dimengerti. Sebagai informasi, persoalan ini sudah kami diskusikan dengan pihak Gafeksi selaku asosiasi freight forwarding di Jakarta pada 2 Maret 1999.
Managemen PT Global Freight Consolidatama
Jalan Pejuangan 88, Kebonjeruk
Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini