Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percayakah Anda bahwa jika Presiden Yudhoyono me-reshuffle para menteri, kinerjanya akan membaik?
(16-23 Februari 2011) |
||
Ya | ||
19,24% | 161 | |
Tidak | ||
77,3% | 647 | |
Tidak Tahu | ||
3,46% | 29 | |
Total | 100% | 837 |
Mayoritas pembaca tempointeraktif.com menilai rencana perombakan kabinet tak akan berpengaruh banyak pada perbaikan kinerja pemerintah. Seorang pembaca, Samuel Harmin, menegaskan bahwa baik-buruk kinerja kabinet tidak semata-mata ditentukan oleh asal partai atau kualitas pribadi para menteri, ”tapi oleh iktikad pemimpinnya”.
Gonjang-ganjing soal reshuffle kabinet pertama kali muncul pada awal Februari lalu. Seusai pertemuan Pengurus Pusat Partai Demokrat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kediaman pribadi SBY di Cikeas, muncul berita bahwa usul perombakan kabinet sudah disampaikan kepada RI-1. ”Ada satu-dua orang politikus, anggota Fraksi Demokrat di parlemen, yang melontarkan usul itu ke Presiden,” kata Didi Irawadi Syamsudin, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Demokrat.
Setelah kabar itu dilansir, merebaklah kontroversi mengenai siapa yang layak dan tidak layak dipertahankan sebagai menteri. Isu reshuffle makin mencuat setelah dua partai peserta koalisi pendukung SBY, Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera, membelot dari garis Demokrat dalam voting penentuan hak angket mafia pajak, awal pekan lalu.
Namun tampaknya hiruk-pikuk ini tak terlalu memusingkan publik. Mereka mencium isu reshuffle ini hanya permainan gertak sambal antarpartai politik. Dalam jajak pendapat tempointeraktif.com sepanjang pekan lalu, 77,3 persen responden menilai reshuffle tak akan berpengaruh pada kinerja pemerintah. Ini berarti publik menilai bahwa yang dibutuhkan saat ini bukanlah gonta-ganti menteri. Yang lebih penting adalah ketegasan dan keberanian Presiden untuk bergerak cepat demi kesejahteraan rakyat.
Indikator Pekan Depan SEKRETARIS Kabinet Dipo Alam jadi berita sepanjang pekan lalu. Setelah membuat heboh dengan komentarnya tentang gerakan politik para tokoh agama, pekan lalu giliran media massa yang jadi sasaran kritiknya. Dia mengeluhkan pemberitaan MetroTV, TV One, dan harian Media Indonesia, yang dinilainya selalu menjelek-jelekkan pemerintah. ”Setiap saat, mereka menyiarkan informasi yang negatif soal pemerintah,” katanya di Istana Bogor, Senin pekan lalu. Tak berhenti sampai di situ, Dipo mengaku sudah meminta semua instansi pemerintah tidak lagi memasang iklan layanan masyarakat di ketiga media itu. Dia juga minta pejabat pemerintah tak datang jika diundang berdiskusi atau menjadi narasumber talk show di media tersebut. ”Kalau media-media ini terus mengkritik, buat apa pasang di sana? Kalau mau kerja sama, mari yang obyektif,” kata Dipo. Pernyataan ini tentu langsung menuai reaksi keras. MetroTV dan Media Indonesia melayangkan somasi dan menuntut permintaan maaf. Sejumlah organisasi profesi jurnalis meminta Dipo mempelajari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Parlemen langsung mencecar Dipo dan menilainya tidak bijaksana. Dewan Pers tak ketinggalan: mereka memanggil Dipo untuk meminta klarifikasi. Tapi Dipo bergeming. ”Dipo is Dipo. Saya tidak akan minta maaf,” katanya keras. Menurut Anda, benarkah tudingan Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahwa sejumlah media tertentu cenderung hanya memuat hal buruk mengenai pemerintah? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo