Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Publik Tolak Kongres Luar Biasa PSSI

2 Januari 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yakinkah Anda, kongres luar biasa bisa menyelesaikan kekisruhan PSSI?
(21-28 Desember 2011)
Ya
20,53% 109
Tidak
75,89% 403
Tidak Tahu
3,58% 19
Total (100%) 531

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia kisruh lagi. Baru enam bulan Djohar Arifin menjabat Ketua Umum PSSI, kursinya sudah digoyang. Prahara dipicu oleh keputusan PSSI menggulirkan kompetisi baru, Liga Primer Indonesia, menggantikan Liga Super peninggal­an duet kepemimpinan Nurdin Halid-Nirwan Bakrie.

Sejumlah klub menolak ikut liga baru, dan bersikeras menghidupkan Liga Super. Pembangkangan mereka menuai ganjaran sanksi keras dari Komite Disiplin PSSI. Sejumlah anggota Komite Eksekutif PSSI yang terang-terangan mendukung liga tandingan, belakangan, juga dipecat dari kepengurusan.

Kubu pembangkang tentu tak tinggal diam. Sejumlah pengurus daerah PSSI membentuk Forum Pengurus Provinsi PSSI, yang lalu menggelar rapat akbar di Jakarta, pertengahan Desember 2011. Keputusan mereka bulat: duet Djohar Arifin Hussein-Farid Rahman harus digusur. Gerakan mengadakan kongres luar biasa pun menggelinding.

Ini sebenarnya babak kedua kericuhan PSSI. Tahun lalu kubu penentang Djohar ada di pucuk kekuasaan, sementara kubu Djohar—dimotori pengusaha kakap Arifin Panigoro—menggulirkan kompetisi tandingan, Liga Primer. Kali ini situasi berbalik.

Khalayak ramai tampaknya sudah bosan melihat pertikaian lingkup internal PSSI yang kian berlarut. Jajak pendapat situs berita Tempo.co sepanjang pekan lalu mendapati lebih dari 75 persen pembaca tidak setuju dengan gagasan mengadakan kongres luar biasa. Hanya 20,5 persen yang setuju mengganti Djohar Arifin.

Pendapat publik ini didukung pemerintah. "Jangan sedikit-sedikit bicara tentang penggulingan pengurus. Itu tidak elok," kata Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dua pekan lalu.

Indikator Pekan Ini

Kabar mengejutkan datang dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto. Pada Jumat dua pekan lalu, Prijanto mengajukan surat pengunduran diri. Mengaku tak bisa lagi bekerja sama dengan Gubernur DKI Fauzi Bowo, purnawirawan jenderal TNI Angkatan Darat ini memutuskan berhenti.

Kabar soal retaknya hubungan DKI-1 dengan wakilnya ini sebenarnya sudah lama berembus. Gubernur Jakarta disebut-sebut tak begitu percaya kepada Prijanto. Buktinya, ketika Fauzi Bowo ke luar negeri atau berhalangan menghadiri acara khusus, misalnya, dia tidak menunjuk Prijanto sebagai pelaksana tugas harian atau pengganti. Justru Sekretaris Daerah yang sering mewakili Fauzi ke mana-mana.

Prijanto bukan kasus pertama wakil kepala daerah yang mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir. Dua bulan lalu, kita dikejutkan kabar serupa dari Garut. Wakil Bupati di sana, Diky Candra, juga mundur karena tidak cocok dengan Bupati Aceng H.M. Fikri.

Dua kasus ini mendorong gagasan untuk menghapuskan jabatan wakil kepala daerah. "Kalau membaca konstruksi pemerintahan di konstitusi, wakil kepala daerah tidak perlu," kata pakar hukum tata negara, Saldi Isra, Selasa pekan lalu.

Untuk mencegah terulangnya kasus pengunduran diri wakil kepala daerah, apakah Anda setuju pemilihan kepala daerah tanpa wakil? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempo.co.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus