ADA nama baru lagi di jajaran reporter Biro Jakarta. Mereka: Bina Bektiati, Sri Wahyuni, dan Taufik T. Alwie. Ketiganya, setelah melewati masa magang selama sembilan bulan di Biro Jakarta, dinyatakan lulus sebagai reporter dan telah diangkat menjadi karyawan PT Grafiti Pers, penerbit TEMPO, sejak Januari lalu. Trio reporter baru ini sebetulnya bukan orang baru di TEMPO. Ketiganya sudah membantu kami di daerah: Bina di Biro Surabaya, Yuni di Biro Yogyakarta, dan Taufik di Pusat Liputan Palembang. Pada triwulan kedua 1992, mereka kami panggil bersama pembantu- pembantu TEMPO di daerah lain yang memenuhi kriteria untuk menjadi reporter guna mengikuti tes di Jakarta. Waktu itu ada delapan orang yang kami panggil untuk mengikuti tes di Jakarta. Ternyata yang lulus saringan (setelah mengikuti berbagai ujian, seperti kemampuan bahasa Inggris, psikotes, dan kesehatan) cuma ketiga orang tadi. Lulus dari saringan pertama, Bina, Yuni, dan Taufik, harus mengikuti masa penggodokan selama sembilan bulan, dengan status sebagai calon reporter. Selama jadi calon reporter, setiap tiga bulan ketiganya harus mencapai nilai tertentu untuk bisa dinyatakan dapat mengikuti pendidikan lanjutan. Maka, setiap triwulan kami melakukan evaluasi terhadap hasil kerja mereka. Evaluasi terakhir, pada bulan kesembilan, adalah untuk menentukan mereka diterima sebagai karyawan atau tidak. Biasanya tidak semua calon reporter bisa lulus dengan mulus. Ada yang harus diperpanjang masa penggodokannya, ada pula yang dinyatakan tidak layak menjadi wartawan TEMPO, dan dipulangkan ke rumah orang tua mereka, karena nilai yang dicapai di bawah rata-rata. Tapi, ketiga reporter ini berhasil lulus dengan mulus, dan sesuai jadwal. Bagi sumber berita TEMPO yang belum kenal latar belakang ketiga reporter tadi, sekalipun sudah beberapa kali dihubungi mereka, inilah catatan tentang mereka: Bina, 25 tahun, adalah orang yang melewati masa kecil dan masa remaja di Surabaya. Lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, ini mulai bergabung dengan kami di Biro Surabaya, dengan status pembantu lepas, sejak Agustus 1991. Maka, bulan-bulan pertama mengikuti pendidikan di Jakarta, Bina terserang penyakit rindu kampung yang berat. ''Maklum, saya ini selama lebih dari 20 tahun tidak pernah pisah dari orang tua,'' ujarnya. Sekarang Bina sudah cinta Jakarta. Beda dengan Bina, bekal Yuni, 27 tahun, lulusan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan, Yogyakarta, di dunia pers lebih banyak. Sebelum menjadi pembantu lepas TEMPO, awal 1991, sarjana bahasa Inggris kelahiran Purbalingga ini pernah mengikuti Pendidikan Fungsional Jurnalistik LP3, magang reporter di koran Kedaulatan Rakyat, dan menjadi koresponden harian sore Wawasan terbitan Semarang semuanya di Yogyakarta. Lain lagi dengan Taufik, 30 tahun, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Laki-laki kelahiran Palembang ini masuk ke dunia pers sebagai koresponden harian Kompas, lalu bergabung dengan harian Sriwijaya Post, dan kemudian menjadi pembantu lepas TEMPO di Pusat Liputan Palembang, terhitung Mei 1991. Pengalaman lain Taufik adalah pernah menjadi sales executive perusahaan jual beli mobil di kota kelahirannya. Trio Bina-Yuni-Taufik adalah hasil rekrutmen pertama TEMPO untuk orang-orang daerah sejak sistem rekrutmen untuk pusat dan daerah diseragamkan. Sebelumnya rekrutmen wartawan di daerah diserahkan sepenuhnya kepada kepala biro.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini