Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PUBLIK berharap banyak saat pemerintah menunjuk Taufiequrachman Ruki sebagai pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi pada Februari 2015. Alih-alih menguatkan, sepak terjang Ruki saat ini justru dianggap kian melemahkan lembaga antirasuah itu. Kabar bahwa Ruki hanyalah "orang titipan" kini menyeruak lagi.
Ruki, yang kini berusia 69 tahun, adalah purnawirawan polisi berpangkat inspektur jenderal. Dia Ketua KPK pertama, pada 2003. Ketika itu, banyak pihak sangsi terhadap komitmennya pada pemberantasan korupsi lantaran latar belakangnya sebagai anggota kepolisian. Tempo memberitakan pemilihan Ruki itu lewat artikel "Pilihan yang Diragukan" pada edisi 43/32, 28 Desember 2003.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat memilih anggota Fraksi TNI/Polri di era Orde Baru itu sebagai Ketua KPK, menyisihkan sembilan calon pemimpin lain. Ia mendapatkan 43 suara, disusul Amien Sunaryadi 42 suara, Sjahruddin Rasul 39 suara, Tumpak H. Panggabean 26 suara, dan Erry Riyana Hardjapamekas 24 suara. Lima calon lain kandas, yakni Muhammad Yamin, Marsillam Simanjuntak, Iskandar Sonhadji, Momo Kelana, dan Chairul Imam.
Namun kualifikasi Ruki dipandang lebih rendah dibanding empat anggota pimpinan KPK lainnya, yang berasal dari profesi yang berbeda-beda. Sehari-hari Amien Sunaryadi dikenal sebagai akuntan. Jabatan terakhirnya adalah Manajer Senior Unit Dispute Analysis PricewaterhouseCoopers. Tumpak sebelumnya pejabat di kejaksaan. Erry Riyana pernah memimpin PT Timah. Adapun Sjahruddin Rasul dikenal sebagai auditor. Amien, Erry, dan Sjahruddin dianggap lebih "putih" ketimbang Ruki.
Publik juga ragu terhadap Tumpak Panggabean. Ia dituduh menghalangi perkara Nurdin Halid saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Namun kabar ini sudah dibantahnya ketika dimintai konfirmasi oleh panitia seleksi bentukan Departemen Kehakiman. "Saya cuma tak mau perkara Nurdin Halid menjadi ne bis in idem (diadili dua kali dalam perkara yang sama)," ujarnya.
Anggota Komisi II saat itu, Trimedya Panjaitan, mengatakan Taufiequrachman terpilih karena disokong semangat kolegial anggota DPR. Soalnya, ia pernah menjadi anggota parlemen—meski sebenarnya jabatan terakhir orang Rangkasbitung yang biasa dipanggil Pak Item itu Deputi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. "Saya juga memilih Ruki karena dialah yang terbaik di antara polisi lain sebagai calon," kata Trimedya.
Ada dugaan Taufiequrachman Ruki merupakan "orang titipan" Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan. Soalnya, ada surat rekomendasi dari lembaga itu. Deputi VII Kementerian Polkam Bidang Komunikasi dan Informasi Brigadir Jenderal Polisi Alex Bambang Riatmodjo membantahnya. "Tak ada deal atau pertemuan antara DPR dan Kementerian Polkam sebelum pemilihan pemimpin KPK," ujarnya. Ruki juga membantah. "Surat itu hanya sebagai respons pertanyaan panitia seleksi tentang dedikasi, reputasi, dan integrasi saya," katanya.
Tudingan bahwa DPR meloloskan orang titipan makin kuat karena beberapa calon yang memperoleh skor tinggi dalam seleksi di Departemen Kehakiman justru tersingkir. Selain Yamin, yang mendapat nilai bagus adalah Marsillam Simanjuntak, bekas Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman, serta Iskandar Sonhadji, pengacara. Mereka disokong sejumlah lembaga swadaya masyarakat.
Lepas dari soal figur Ketua KPK, menurut Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais, lembaga antirasuah itu hanya bisa bekerja baik bila ada komitmen politik dari pemerintah untuk memberantas korupsi. "Walaupun ada tujuh malaikat yang menjadi anggota komisi antikorupsi, tidak akan bisa apa-apa jika pemerintah tidak punya komitmen politik," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo