Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Sakit

19 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Andjar Any, 71 tahun

Komponis lagu keroncong dan langgam Jawa Andjar Any dirawat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Solo, sejak 30 Januari lalu, karena gangguan fungsi empedu dan ginjal.

Penyakit ini sudah lama mendera tubuh Andjar. Lima tahun lalu, ia bahkan pernah menjalani operasi pemecahan batu ginjal. Tapi kondisinya tak membaik juga dan bahkan sempat terkena stroke ringan. Akhir Januari lalu, kembali ditemukan batu di empedunya. ”Seharusnya dioperasi, tapi kondisinya belum memungkinkan,” kata Any Supriyatni, sang istri.

Andjar Any atau Andjar Moedjiono adalah pencipta lagu Yen Ing Tawang (Ana Lintang) dan Jangkrik Genggong yang populer sejak 1964. Ia menciptakan sekitar 2.000 lagu. Museum Rekor Indonesia menganugerahinya penghar-gaan sebagai pencipta lagu terbanyak di Indonesia.

Lelaki kelahiran Ponorogo, 3 Maret 1936, ini juga dikenal sebagai penulis sastra Jawa. Ia mendirikan terbitan bahasa Jawa, Dharma Kanda dan Dharma Nyata. Dia juga kolumnis surat kabar, memimpin harian umum Pos Kita di Solo, dan menulis karangan sastra sehingga mendapat penghargaan pembina sastra Rancage.


Gelar Syamsul Ma’arif, 57 tahun

Di tengah kesibukannya mengurusi bencana banjir, Syamsul Ma’arif, Jumat dua pekan lalu meraih gelar doktor sosiologi. Kepala Badan Pelaksana Harian Bakornas itu berhasil mempertahankan disertasinya dalam sidang ter-buka di gedung FISIP Universitas Indonesia, Depok. Judulnya adalah ”Militer dalam Masyarakat, Menuju TNI Profesional di Era Reformasi”. Disertasi itu disusun Syamsul dengan bimbingan promotor Paulus Wirutomo dan Iwan Gardono Sujatmiko.

Dalam disertasinya, lelaki kelahiran Kediri, 27 September 1950, ini memberi saran tentang bagaimana seharusnya TNI berperan di masa depan.

Syamsul lulus dengan nilai A dan nilai yudisium memuaskan. Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Umum Mabes TNI yang juga alumnus Akabri 1973 ini menjadi jenderal pertama yang meraih gelar doktor di bidang sosiologi di Indonesia.


”Presiden sebaiknya tetap pada pendirian. Kalau dibiarkan (anggota DPRD) nanti tuman (jadi kebiasaan). Wong gajinya sudah jauh di atas profesor, kok masih kurang.”

—Hasyim Muzadi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, di Jakarta, Selasa pekan lalu, saat menanggapi aksi sejumlah anggota DPRD yang menolak revisi PP Nomor 37 Tahun 2007.

”Ini yang kita lakukan kepada Suyitno Landung untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Karena Suyitno Landung adalah bekas petinggi Polri, jadi semata-mata jabatannya yang berisiko.”

—Hamid Awaluddin, Menteri Hukum dan HAM di gedung DPR, Jakarta, Senin pekan lalu, saat menjawab pertanyaan anggota DPR soal pemindahan penahanan Suyitno Landung ke Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua, Depok.


TEMPO DOELOE

19 Februari 1981 Pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan militer US$ 5 juta kepada pemerintah El Salvador. Bantuan ini diberikan untuk meredakan perang saudara antara pemerintah junta militer dukungan Amerika Serikat dan pemberontak kiri El Salvador yang didukung Kuba dan Nikaragua.

20 Februari 1866 Perang antara Prancis dan Meksiko yang meletus sejak 1862 berakhir. Mantan Presiden Meksiko Benito Juarez kembali memegang kekuasaan hingga meninggal pada 1872.

21 Februari 1848 The Communist Manifesto karya Karl Marx diterbitkan di London. Manifesto ini berisi proklamasi bahwa sistem sosial yang didasarkan pada kelas-kelas akan berakhir dan kelompok buruh akan menang.

22 Februari 1921 Seorang tentara Iran, Reza Khan, berhasil menguasai Teheran melalui operasi kudeta yang berjalan mulus dan tak berdarah. Dia akhirnya menjadi raja menggantikan Ahmad Syah Qajar.

23 Februari 1886 Ilmuwan Amerika, Martin Hall, berhasil menemukan cara peleburan aluminium modern pertama.

24 Februari 1949 Perjanjian damai antara negara-negara Arab dan Israel ditandatangani oleh utusan dari Mesir dan Israel. Kedua pihak sepakat gencatan senjata dan menghentikan perang.

25 Februari 1986 Ferdinand Marcos, Presiden Filipina saat itu, melarikan diri ke Hawaii setelah revolusi damai yang dilancarkan rakyatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus