Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inti masalah di Tim-Tim—seperti juga juga masalah di Indonesia lain—adalah pelanggaran hak asasi manusia (dari pihak mana saja, prointegrasi, anti-integrasi, bahkan tentara) yang tidak mendapatkan penyelesaian yang adil dan transparan. Justru menjadi ’lelucon’ baru jika kemudian muncul perang retorika yang campur aduk antara isu nasionalisme, disintegrasi bangsa, rebutan hadiah Nobel, sampai ajakan perang dengan negara lain.
’Lelucon’ lain datang dari pihak luar negeri. Australia dan aliansinya telah memperagakan permainan yang sangat kasar terhadap Indonesia dan seolah-olah merekalah yang paling tahu masalah Tim-Tim. Australia bahkan dengan pongahnya menyiagakan pasukannya untuk diterjunkan dan mengendalikan keamanan di Tim-Tim. Tentunya kita tidak terlalu mengharapkan pasukan asing tersebut bernasib tragis seperti babak-belurnya tentara AS dalam operasi Restore Hope di Somalia pada 1992-1994, yang berakhir tanpa harapan.
Namun, tindakan intrusi dan pembakaran bendera Australia di kedutaan besarnya baru-baru ini serta ajakan perang adalah tindakan emosional yang konyol dan tidak perlu. Sama kampungannya dengan pemerintah Australia. Karena itu, Indonesia dan pemerintah perlu tetap bersikap dingin dan proporsional, sehingga tidak perlu ada ’lelucon’ baru lainnya.
Kawandiyono Santoso
Jetisharjo JT II/492
Yogyakarta 55233
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo