Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nikel Indonesia
APA yang hendak kita capai dari G20? Setelah minyak bumi pada 1970-an, kayu dan kelapa sawit pada 1980-an, batu bara pada 2000-an, kini nikel. Nikel akan menjadi pertaruhan berikutnya yang menjadikan Indonesia pemain dunia dengan menghadirkan kebangkitan industri dan ekonomi nilai tambah yang sesungguhnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sektor transportasi menyumbang sekitar seperempat dari total emisi gas rumah kaca. Hanya kendaraan listrik berbasis baterai dan berbahan bakar hidrogen yang memiliki potensi paling nyata untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca Perjanjian Paris. Salah satu komoditas utama untuk mewujudkan ambisi tersebut adalah nikel. Sekitar 70 persen produksi nikel dunia dikonsumsi untuk sektor baja tahan karat (stainless steel), sementara baterai hanya 5 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesia adalah salah satu negara penghasil nikel terbesar dan memproduksi sekitar 760 ribu ton nikel pada 2020. Nikkei Asia menyebutkan Indonesia menyumbang sekitar 30 persen produksi nikel dan pemilik 22 persen cadangan global. Bahkan pada 2035 diperkirakan 45 persen suplai nikel dunia akan berasal dari Indonesia. Hal ini membuat posisi Indonesia menjadi sangat vital dalam rantai pasok baterai kendaraan listrik global masa depan.
Masalahnya berada di hulu, di pengolahan bijih nikel. Teknologi ekstraksi battery-grade nickel kini bergantung pada high pressure acid leaching (HPAL) dan rotary kiln electric furnace (RKEF). Saat ini pemrosesan bijih nikel menjadi bahan baku baterai mixed hydroxide product (MHP) menggunakan HPAL yang memproses lapisan limonite (low grade). Sayangnya, HPAL punya catatan masalah yang cukup panjang, dari Goro di Kaledonia Baru, Taganito (Filipina), Ramu (Papua Nugini), hingga Ravensthorpe (Australia). Dari 220 ribu ton kapasitas produksi proyek HPAL yang sedang dikembangkan dunia, 70 persen berada di Indonesia.
HPAL yang menggunakan asam sulfat membawa dampak lingkungan yang cukup serius karena menyisakan limbah dalam jumlah besar, yaitu satu setengah kali jumlah bijih nikel yang diproses akibat netralisasi asam sulfat. Penanganan limbah inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang belum terjawab. Pilihan membuat dam penampung limbah atau menumpuknya bukan pilihan cerdas untuk negara tropis dengan curah hujan tinggi. Ini yang membuat puluhan lembaga swadaya masyarakat mengirim surat ke Elon Musk agar Tesla, produsen mobil listrik, tidak berinvestasi di industri nikel Indonesia karena masalah lingkungan.
Sementara itu, RKEF memproses lapisan saprolite (high grade) yang jumlahnya lebih terbatas untuk menghasilkan nickel pig iron (NPi) yang selama ini dikonsumsi untuk industri baja tahan karat. Untuk bisa dimanfaatkan industri baterai, NPi perlu diproses dulu menjadi nickel matte hingga nikel sulfat (Ni SO4). Namun proses konversi NPi ini menimbulkan kekhawatiran terkait dengan lingkungan terutama karena intensitas karbon dari proses tersebut, di samping alasan keekonomian karena memerlukan tambahan biaya sebesar US$ 3.000-4.000 per ton.
Dibutuhkan solusi teknologi proses ekstraksi bijih nikel yang ramah lingkungan yang saat ini menjadi sumbatan dalam rangkaian supply chain baterai mobil listrik berbasis nikel. Solusi teknologi ekstraksi nikel yang ramah lingkungan akan menjadikan Indonesia pemain utama dalam rantai pasok baterai mobil listrik di dunia.
Saat ini mungkin hanya nikel yang paling relevan dengan tren pertumbuhan ekonomi dan peradaban dunia yang mengarah pada ekonomi hijau untuk dijadikan daya tawar Indonesia kepada dunia. Dari bumi pertiwi untuk dunia yang berkelanjutan.
Heru Dewanto
Dosen Tetap Universitas Pertahanan, Bogor, Jawa Barat
Layanan BPJS
LAYANAN BPJS Kesehatan sangat buruk. Status kepesertaan saya nonaktif pada akhir 31 Juli 2022. Saya mengetahui status itu ketika pada 20 Agustus 2022 istri saya sakit dan berobat ke pusat kesehatan masyarakat. Petugas memberi tahu bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan saya nonaktif.
Saya menelepon 165 meminta bantuan BPJS mengaktifkan kembali kepesertaan saya. Tapi operator tidak bisa membantu. Kata petugas mesti melalui aplikasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Aplikasi JKN meminta verifikasi, tapi prosesnya mentok ketika diikuti. Saya telepon lagi operator, jawabannya sama: mesti lapor ke aplikasi.
Menurut petugas, perubahan data dalam aplikasi memerlukan waktu 14 hari kerja. Saya hendak mengalihkan asal pembayaran BPJS dari semula perusahaan menjadi mandiri. Padahal saya memerlukan uang dan biaya pengobatan istri saat itu.
Edi Junaidi
[email protected]
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo