Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Skandal Pembebasan Lahan

URUSAN manipulasi izin dalam proyek perumahan dan pembangunan kota baru rupanya praktik yang lazim. Jauh sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi mencokok Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin atas dugaan menerima suap untuk izin Meikarta, kota baru yang dibangun Lippo Group, pada 1970-an praktik serupa terbongkar.

19 Oktober 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Skandal Pembebasan Lahan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Majalah Tempo edisi 15 Oktober 1977 menulis artikel “Sekian Milyar untuk Pluit” yang menyoroti praktik manipulasi pajak dan kredit bank yang dilakukan petinggi PT Jawa Building, perusahaan pengembang perumahan mewah di Pluit, Jakarta Utara. Siapa yang menduga rumah-rumah mewah di kawasan bekas tambak ikan dan belukar bakau di tepi Laut Jawa itu dibangun dengan uang hasil manipulasi? Dan lebih tak terduga lagi manipulasi itu mengatasnamakan lembaga pemerintah DKI Jakarta bernama Badan Otorita Pluit DKI Jakarta.

Untuk membebaskan tanah, EW, pemimpin PT Jawa Building, selalu memakai kop surat Badan Otorita Pluit. Ia juga bekerja sama dengan notaris berinisial RS untuk menciptakan kesan bahwa ia memiliki perusahaan bonafide. Modusnya membuat 61 akta pelepasan hak garapan tanah rakyat senilai Rp 9 miliar.

Dengan modal itu, EW berhasil mendapatkan kredit pada 1972 dari Bank Bumi Daya (direktur kreditnya waktu itu NL) sebesar Rp 458 juta. Ia lalu memperbarui kreditnya menjadi Rp 2 miliar lebih (1973), hampir Rp 7 miliar (1974), Rp 10 miliar lebih (1975), dan Rp 12 miliar lebih (1976). Padahal kredit tahun-tahun sebelumnya dengan bunganya belum dibayar.

Adapun rumah-rumah yang dibangunnya berkali-kali dijadikan jaminan. Dan begitu peristiwa itu dibongkar Operasi Tertib Pusat, Ketua Harian Badan Otorita Pluit Shafrin Manti memilih tutup mulut. Begitu pun Kepala Hubungan Masyarakat Sudjoko Dewo dan sejumlah pejabat yang menduduki kursi kepala bidang serta kepala bagian.

Ketua Badan Otorita Pluit saat itu dijabat Dwinanto Prodjosumarto dan Wali Kota Jakarta Utara saat itu baru saja digantikan Letnan Kolonel Sujoko Kusumoprawiro. Sebagian dari mereka disebutkan “ada” dalam daftar pimpinan, tapi tak bisa ditemui karena dibilang sedang mengadakan rapat dengan Shafrin.

Badan Otorita Pluit dibentuk dengan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Tahun 1970 untuk menguasai tanah seluas 800 hektare dan menggarapnya buat perumahan beserta segala sarananya. Dari jumlah itu, 92 hektare (kira-kira 10 merupakan daerah berpenduduk). Lebih dari tiga perempatnya yang digarap Badan Otorita adalah daerah yang tak pernah jadi perhatian.

Dalam rencana peruntukan tanah, 205 hektare disediakan buat perumahan, 209 hektare industri, 30 hektare jalur hijau sepanjang pantai, taman rekreasi seluas 21 hektare, serta waduk pencegah banjir 135 hektare. Berharga Rp 45 juta di atas tanah seluas 154 hektare yang terletak di sebelah barat waduk itu, 2.800 rumah rencananya didirikan.

Rumah-rumah tersebut berukuran 120-600 meter per--segi. Sekitar 2.200 rumah sudah dibangun dan sebagian besar sudah dihuni. Kategori rumah-rumah itu meliputi rumah kecil, sedang, dan besar atau vila. Yang terakhir jumlahnya sekitar 5 persen dan terletak di kawasan yang menghadap ke pantai yang diberi nama Jalan Samudera.

Dengan jumlah yang hampir sama, dibangun rumah kategori sedang dan kecil. Rumah-rumah vila (di antaranya rumah EW, yang ditahan bersama beberapa pejabat) itu berharga sekitar Rp 45 juta, sedangkan rumah kecil serta sedang berkisar Rp 7-8 juta dan Rp 20-30 juta. Kabar terakhir menyebutkan 90 unit rumah mewah, 900 rumah sedang, dan 1.185 rumah kecil sudah selesai dibangun.

Sebagian besar rumah itu sudah berpenghuni. Kawasan perumahan ini, selain sudah dilengkapi dengan gedung sekolah dari taman kanak-kanak sampai madrasah aliyah, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, sarana peribadahan, tempat rekreasi olahraga (stadion mini dan golf), serta taman sarana perkotaan lain, bertetangga dengan kampung pecinan Glodok dan pusat kegiatan bisnis Glodok, Pancoran, Kali Besar, Kota, serta Pasar Ikan.

Mungkin karena suksesnya pembangunan perumahan di sana, Badan Otorita mendapat tambahan tanah 250 hektare di Muara Karang untuk dikuasai. Selain di kawasan yang disebut Pluit I, yang sebagian besar sudah selesai pembangunannya, Badan Otorita berencana membangun 7.500 rumah di Pluit II (281 hektare). Tapi, dengan terbongkarnya manipulasi tadi, menurut para pekerja di sana, sejak 5 Oktober mereka diperintahkan stop oleh PT Jawa Building.


 

Artikel lengkap terdapat dalam Tempo edisi  15 Oktober 1977. Dapatkan arsip digitalnya di:

https://store.tempo.co/majalah/detail/MC201301170047/wakil-rakyat-dewan-perwakilan-rakyat-dpr#.W8iINdczaUk

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus