Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Memudakan Perwajahan
Pembaca,
Sejak edisi pekan lalu, ada yang berbeda pada majalah Tempo—dari sampul hingga semua halaman di dalam. Benar, kami telah menata ulang garis, ruang, dan huruf, juga menambahkan beberapa rubrik, bahkan memilihkan logo baru. Wajah gres itu mulai diadopsi bersamaan dengan perayaan ulang tahun ke-41 majalah ini, yang jatuh pada Selasa, 6 Maret lalu, walau sebetulnya ide mengenai perancangannya dicetuskan pada 2011.
Pekerjaan merampungkan proses itu—efektif butuh waktu lima bulan—dilaksanakan oleh bagian Desain Visual di bawah pimpinan Gilang Rahadian. Ini bukan proyek mengubah desain yang pertama yang mesti dilakukan Gilang. "Sejak Tempo terbit lagi pada 1998, ini yang ketiga kali," kata alumnus Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung ini.
Kini, jika Anda amati, tak ada lagi garis sempadan di antara kolom-kolom pada setiap halaman. Ada semakin banyak ruang kosong, yang menimbulkan kesan lapang. Pilihan jenis huruf pun, termasuk yang digunakan untuk logo, mengesankan penampilan yang berkurang kadar formalnya. Foto dan grafis menjadi lebih menonjol.
Membuat wajah selalu tampak lebih segar serupa itu, dewasa ini, merupakan bagian yang kian penting dalam penerbitan majalah—juga koran dan media cetak pada umumnya. Desain yang bagus menjadi keniscayaan, bukan semata sebagai cara menunjukkan karakter. Melalui desain yang memikatlah media cetak juga berpeluang mendapatkan cara baru untuk menyampaikan informasi.
Karena itu, pada titik tertentu, perubahan tak bisa dihindarkan. Frekuensinya bahkan bisa bertambah sering bila tren yang berlangsung di Internet, "dunia" yang ditatap kian banyak mata, khususnya kelompok usia muda, ikut diperhitungkan.
Majalah ini terakhir kali mengubah perwajahan pada 2007. Semangat yang mendasarinya kala itu adalah keinginan merangkul pembaca muda. Bukan rahasia lagi, kepada kelompok pembaca itulah media cetak berharap keberadaannya tetap relevan. Go younger, demikian moto yang dikibarkan untuk memandu awak redaksi dan desain dalam memusatkan setiap ikhtiar kerjanya.
Perubahan desain kali ini, menurut Gilang, merupakan upaya "menerjemahkan lagi dan mempertajam realisasi konsep go younger itu". Tuntutannya adalah menimbulkan kesan rileks, mengurangi impresi serius dan berat, dari berita yang sebagian besar cenderung "keras".
Bukan pekerjaan mudah. Secara isi, setiap edisi Tempo bisa sekaligus merupakan banyak hal: bisa menjadi buku yang berat atau kitab yang menggembirakan—semacam pertunjukan hiburan televisi dalam wujud kata-kata. Tantangannya, tentu saja, desain baru harus bisa menyajikan setiap kemungkinan itu tanpa harus mengurangi karakternya atau menjadikannya bagai orang salah kostum di satu pesta.
Pembaca, desain baru ini adalah ikhtiar kami agar Tempo tetap lekat di hati Anda. Sebuah majalah yang serius tapi juga bisa menghibur dan sesekali jenaka.
Hak Jawab Direktorat Jenderal Pajak
Majalah Tempo edisi 5-11 Maret 2012 memuat gambar sampul yang berjudul "Orang Pajak Taat Palak" dan karikatur (halaman 18) berisi gambar dengan tulisan "Direktorat Jenderal Pajak" yang huruf "j"-nya diganti "l" menjadi "Direktorat Jenderal Palak".
Kami keberatan dengan dua hal tersebut, karena terminologi "orang pajak" mengesankan seolah-olah seluruh 33 ribu pegawai Direktorat Jenderal Pajak adalah tukang palak. Padahal belum ada fakta hukum yang jelas dan pasti untuk kasus-kasus yang berkembang saat ini yang diduga melibatkan beberapa oknum pegawai. Stigma "Orang Pajak Taat Palak" sangat merendahkan dan menyakitkan pegawai pajak yang telah bekerja sungguh-sungguh sebagai abdi negara dengan memegang teguh nilai-nilai integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan.
Karikatur yang dimuat Tempo juga merupakan penghinaan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu lembaga negara yang mempunyai tugas dan fungsi mengamankan penerimaan negara melalui perpajakan sebesar Rp 1.032 triliun (pada 2012), yang merupakan lebih dari 75 persen pendapatan negara yang dianggarkan di APBN.
Kata "pajak" dan "palak" mempunyai arti yang sangat berbeda. Penggantian kata "pajak" menjadi "palak" melecehkan institusi kami sebagai lembaga negara yang bekerja berdasarkan undang-undang. Ini tentu berlawanan dengan pasal 5 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa "Pers Nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah".
Dengan demikian, dalam menyiarkan informasi, terlebih untuk kasus yang masih dalam proses peradilan, pers nasional tidak menghakimi atau membuat kesimpulan atas kesalahan seseorang, serta dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dengan pemberitaan itu.
Kami menilai judul gambar sampul Tempo dan karikatur pada edisi lalu sangat tendensius, provokatif, dan bertentangan dengan UU Pers. Tempo telah melakukan pembunuhan karakter atas 33 ribu pegawai pajak dan tidak menjalankan fungsi sebagai media pendidikan bagi masyarakat. Demikian hak jawab kami.
Dedi Rudaedi
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
Klarifikasi Ajib Hamdani
Terima kasih atas atensi Tempo yang telah terus meng-update berita tentang saya. Semoga Tempo menjadi alternatif pilihan para pembaca untuk mencari berita yang terbaru, benar, dan sesuai dengan fakta. Tapi ada beberapa hal dalam pemberitaan Tempo yang perlu saya luruskan.
Misalnya saja disebutkan bahwa rumah saya seluas 200 meter persegi. Itu tidak benar. Yang benar adalah 141 meter persegi. Selain itu, diberitakan bahwa nilai rekening saya mencapai Rp 16 miliar. Itu juga tidak benar. Yang benar nilai seluruh harta saya adalah Rp 1,3 miliar dengan utang Rp 1,1 miliar. Karena itu, jumlah harta saya adalah Rp 250 juta saja. Adapun nilai rekening Rp 16 miliar adalah akumulasi perputaran uang dalam rekening saya sejak 2002 sampai 2009. Saya juga disebut-sebut memiliki mobil Honda Jazz dan Toyota Altis. Itu tidak benar. Mobil saya hanya satu: Honda Freed.
Tempo juga menulis bahwa penyelidikan kasus saya di Polda Metro Jaya sempat terhenti karena saya "diperas" oknum polisi di sana. Itu tidak benar. Para penyidik bekerja sangat profesional.
Selain itu, saya keberatan dengan kalimat pembuka (lead) tulisan tentang saya di majalah Tempo. Disebutkan di sana bahwa saya teringat kasus saya sejak berita mengenai kasus DW merebak. Kalimat itu tendensius dan bisa menyesatkan pembaca.
Demikian klarifikasi ini kami berikan. Semoga bermanfaat. Terima kasih.
Ajib Hamdani
Jakarta
Keberatan Muhammad Nasir
Pemberitaan majalah Tempo edisi 5-11 Maret 2012 di halaman 40 berjudul "Tersandung Ciuman Pipi" menyebutkan, setelah diperiksa sebagai saksi perkara Wisma Atlet di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Muhammad Nasir ditemui Direktur Penyidikan Yurod Saleh.
Dalam berita itu tertulis, "Setelah kamera dimatikan, Yurod mendekati Nasir. Keduanya lalu berjabat tangan dan cium pipi kanan-kiri." Ditulis pula, dalam rekaman kamera, Nasir dan Yurod berbincang serius. Berkaitan dengan itu, saya menyampaikan keberatan bahwa berita "Tersandung Ciuman Pipi" tak berdasarkan fakta.
Perlu saya tegaskan, saya tak pernah bertemu dengan Yurod Saleh di KPK, apalagi setelah pemeriksaan. Saya tahu Yurod dalam kapasitas saya sebagai anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, yang menjadi mitra kerja KPK. Saya hanya pernah melihat Yurod di DPR ketika Komisi Hukum menggelar rapat dengar pendapat dengan KPK.
Saya harap redaksi majalah Tempo dapat segera meralat kesalahan berita itu dan tidak memberitakan hal yang tidak benar. Terima kasih.
Muhammad Nasir
Anggota Fraksi Partai Demokrat di DPR
Terima kasih atas tanggapan Anda. Kami sudah memuat bantahan Anda pada berita yang sama.
- Redaksi
Klarifikasi Yos Rauke
Majalah Tempo edisi 19-25 Desember 2011 memuat berita mengenai kasus yang menimpa klien kami, Saudara Yos Rauke, yang menjadi terdakwa dalam perkara penggelapan dana kas daerah Pemerintah Kabupaten Batu Bara sebesar Rp 80 miliar. Ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi terkait dengan berita tersebut.
Pertama, pemindahan dana Rp 80 miliar milik pemerintah Batu Bara adalah kesepakatan klien kami dengan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka, Saudara Itman Harry Basuki, dan merupakan tindak lanjut bisnis investasi yang ditawarkan PT Noble Mandiri Investment dan PT Pacific Fortune Management kepada klien kami. Saudara Itman menawarkan bunga tinggi sebesar 7 persen/tahun dan cash back sebesar Rp 1 juta per Rp 1 miliar yang dipindahkan.
Belakangan ternyata dana Rp 80 miliar itu tidak dimasukkan rekening giro, melainkan rekening deposito on call. Advis giro yang diberikan Saudara Itman kepada Noble Mandiri dan Pacific Fortune ternyata palsu. Perlu kami tegaskan bahwa dana yang masuk ke rekening klien kami dari Komisaris Pacific Fortune adalah pembayaran gaji dan hasil penjualan mobil, bukan bonus.
Demikian klarifikasi kami. Saat ini persidangan klien kami sudah memasuki tahap pleidoi. Terima kasih.
Saut Edward Rajagukguk
Tim Advokasi Yos Rauke
Kecewa Indosat
SAYA adalah pelanggan Broom Xtra Indosat selama tiga tahun terakhir. Pada 16 Desember 2011, saya mengisi pulsa kartu Indosat IM2 senilai Rp 150 ribu. Perlu diketahui, saya menggunakan akses Internet unlimited dengan tarif Rp 125 ribu per bulan.
Sayangnya, setelah pengisian pulsa, saya justru tidak bisa menggunakan Internet. Ketika dibuka, layar komputer saya malah menayangkan pesan seperti ini: "Indosat Broadband: Error. Sorry, we are having system problem. Please try again".
Besoknya, saya mencoba lagi mengakses Internet. Kali ini tampilan yang muncul: "Sekarang anda diarahkan ke halaman ini karena paket berlangganan anda sedang diperbaharui otomatis. Silakan tunggu sekitar 5 menit sebelum anda dapat menikmati koneksi internet kembali". Sayangnya, meski sudah menunggu 5 menit, akses Internet saya tetap saja belum normal.
Saya mencoba menghubungi customer service Indosat, tapi tanpa hasil. Koneksinya amat buruk dan, setiap kali tersambung, saya tidak berhasil berbicara dengan petugas Indosat. Karena kesal, pada 21 Desember, saya mendatangi Galeri Indosat di Palembang. Seorang petugas di sana menjelaskan bahwa bisa jadi kartu Indosat yang saya gunakan sudah rusak. Dia berjanji memeriksa dan memperbaiki kartu IM2 saya.
Janji tinggal janji. Sampai awal Januari 2012, sebulan setelah insiden ini, kartu Indosat saya tetap rusak. Saya amat kecewa dengan pelayanan macam ini.
Abdul Halim
Rusun Blok 11 Lantai 3 Nomor 53 Kelurahan 24 Ilir, Palembang
RALAT
Pada majalah Tempo edisi lalu ada kesalahan pemuatan foto pada artikel "Mengelus Kawan Sendiri" di rubrik Ekonomi (halaman 107). Foto yang disebut sebagai foto Sapto Amal Damandari, anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang baru terpilih kembali, sebenarnya adalah foto Herman Widyananda, anggota BPK yang baru meninggal. Kami mohon maaf. Ini foto yang benar.
Pada Tempo edisi yang sama, ada kesalahan atribusi kutipan pada artikel berjudul "Bahtera Kecil Menteri Nuh" di rubrik Pendidikan. Pada berita itu, ada kutipan "Itu seperti masturbasi akademik". Kutipan tersebut berasal dari Edy Suandi Hamid, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia, bukan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Djoko Santoso. Kami mohon maaf atas kebingungan yang ditimbulkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo