Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEPEKAN menanti, para penyidik Kejaksaan Agung dibuat gigit jari oleh Dian Anggraeni. Kamis pekan lalu, ketika memenuhi panggilan pemeriksaan, ia menolak bersaksi untuk kasus yang membelit suaminya, Dhana Widyatmika. Kamis dua pekan lalu, perempuan 36 tahun itu mangkir dari panggilan Kejaksaan karena tak mau diperiksa berbarengan dengan suaminya.
Datang satu jam lebih awal, ibu satu anak ini menyatakan ia menggunakan haknya seperti diatur Pasal 168 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pasal ini mengatur seorang istri bisa menolak bersaksi untuk kasus suaminya. "Dari masukan penasihat hukum, saya menggunakan hak itu," kata Dian saat meninggalkan Gedung Bundar bersama dua pengacaranya.
Kesaksian Dian jelas amat penting untuk membongkar kasus ini. Penyidik menduga ia membantu suaminya, sesama pegawai pajak, "mengeruk" duit wajib pajak. Sepanjang 2005-2010, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan Rp 19,9 miliar pada 13 rekening milik Dhana yang tersebar di sejumlah bank. Padahal gaji pegawai negeri golongan III-C ini tak lebih dari Rp 7 juta.
Sebagian duit ditanam di lima perusahaan sekuritas nasional. Pada Januari lalu, Kejaksaan menemukan aliran baru duit Dhana. Sebesar Rp 7 miliar diinvestasikan di Hong Kong dan US$ 50 ribu diinvestasikan di Amerika Serikat. Ada juga dana masuk sebesar US$ 250 ribu dari Singapura.
Saat rekeningnya ditelisik PPATK, medio 2011, Dhana menjabat account representative di Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar, Gambir. Sebelumnya, ia account representative di KPP Penanaman Modal Asing VI, Kalibata, dan KPP Setiabudi, Jakarta Selatan. Sejak awal Januari lalu, lulusan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 1996 ini pindah ke Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, yang dulu, sebelum 2008, bernama Dinas Pendapatan Daerah Jakarta.
PPATK sempat terkecoh karena, di semua rekeningnya, Dhana tercatat sebagai pengusaha dealer mobil. Setelah ditelusuri, ternyata ia pegawai pajak. Dhana memang membuka bisnis dealer Mobil 88 dengan dua showroom di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Ia juga pemegang saham perusahaan ekspedisi, PT Mitra Modern Mobilindo. Selain itu, Dhana membuka minimarket di dekat rumahnya di Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Karena rekening Dhana mencurigakan, PPATK melaporkan temuannya ke Kejaksaan Agung medio Februari lalu. Menurut sumber Tempo, penyidik kasus ini—terdiri atas 18 jaksa yang dibagi dalam tiga tim—langsung menelisik harta Dhana. Setelah dicocokkan dengan laporan kekayaan Dhana ke Komisi Pemberantasan Korupsi per 24 Juni 2011, sebesar Rp 1,23 miliar, tim memastikan sebagian harta pegawai pajak itu janggal karena bukan dari warisan atau hasil bisnis.
Pada 16 Februari lalu, Kejaksaan menetapkan Dhana sebagai tersangka. "Tuduhannya bisa gratifikasi, penyuapan, pemerasan, atau pencucian uang," kata Jaksa Agung Basrief Arief. Jumat dua pekan lalu, Dhana ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.
Sejumlah harta Dhana, seperti mobil DaimlerChrysler, 17 truk, 1 kilogram emas batangan, dan belasan sertifikat tanah, disita. Rekeningnya di lima bank diblokir. Melalui pengacaranya, Daniel Alfredo, Dhana membantah tudingan bahwa hartanya hasil kejahatan. Ia mengaku kekayaannya dari bisnis dan warisan.
Cara operasi Dhana "menggangsir" duit terungkap saat jaksa menggeledah kantor istrinya di lantai 19 Direktorat Jenderal Pajak. Dari penggeledahan itu, menurut seorang jaksa, peran Dian sebagai pelaksana di Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi Banding Pajak mulai terang. Ia diduga kerap "mengamankan" banding wajib pajak klien Dhana. Menurut sumber ini, Dian juga tahu kongkalikong Dhana dengan Gayus H. Tambunan. "Ada wajib pajak yang diperiksa Dhana, bandingnya dipegang Gayus."
Karena Dian menolak bersaksi, Kejaksaan terpaksa mencari strategi lain. Menurut Wakil Jaksa Agung Darmono, penyidik akan mencari bukti-bukti lain yang bisa menguatkan tuduhan ke Dhana. "Bahkan bukti dalam rangka menjerat istrinya jadi tersangka," kata Darmono kepada Tempo.
SEPEKAN terakhir ini penyidik menelisik sejumlah perusahaan yang menggelontorkan duit ke rekening Dhana. Ada juga yang menerima duit dari Dhana. Jumlahnya rata-rata di atas Rp 1 miliar.
Untuk sementara, penyidik mendeteksi enam perusahaan, di antaranya PT Riau Perta Utama dan PT Bangun Persada Semesta. Riau Perta adalah perusahaan minyak dan logistik, sedangkan Bangun Persada merupakan pengembang perumahan. Senin pekan lalu, petinggi dua perusahaan itu diperiksa Kejaksaan.
Khusus Bangun Persada, penyidik menemukan aliran duit Dhana ke perusahaan itu. Belakangan diketahui duit itu untuk investasi pembangunan perumahan Woodhills Residence di Bekasi pada 2010. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman, jika terbukti investasi itu upaya pencucian uang, perumahan tersebut akan disita. "Kami tidak akan ragu-ragu," ujarnya.
Sedangkan Riau Perta menjadi salah satu perusahaan yang menyetor duit ke rekening Dhana. Selain mendapati jejak Riau Perta, penyidik menemukan jejak PT Kornet Trans Utama menyetor duit ke rekening Dhana. Dari berkas perkara Gayus, Kornet Trans tercatat sebagai "pasien" Gayus di Pengadilan Pajak. Ada juga PT Kornet Logistics. Kedua perusahaan Korea di bisnis logistik ini dikelola manajemen yang sama.
Sumber Tempo mengatakan modus Dhana menguras kocek kliennya hampir sama. Ia kerap di bantu sejawatnya, sesama account representative di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta, Herly Isdiharsono. Herly juga pemegang saham di dealer Mobil 88 dan PT Mitra Modern Mobilindo. Herly mangkir dari panggilan Kejaksaan Senin pekan lalu. "Dia termasuk yang dibidik," kata sumber ini.
Sebagai account representative, Dhana meneliti kebenaran surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak. Menurut sumber Tempo di kantor pajak, Dhana kerap meralat SPT kliennya. Karena tak mau temuan itu dibawa ke pemeriksaan khusus, wajib pajak bernegosiasi dengan Dhana. Di pemeriksaan khusus, nilai pajak memang kerap membengkak.
Ketika wajib pajak ngotot bahwa SPT mereka benar, kasus pajak mereka pun bisa berujung ke Pengadilan Pajak. Sumber ini mencontohkan kasus PT Kornet Trans Utama. Saat itu Dhana account representative di KPP Setiabudi.
Awalnya Dhana meralat nilai pajak Kornet Trans senilai Rp 2 miliar. Karena konseling buntu, Dhana membawa kasus itu ke pemeriksaan khusus. Di tahap ini, tagihan pajak Kornet Trans membengkak. Perusahaan itu lalu mengajukan permohonan keberatan ke Direktur Jenderal Pajak. Di sini, kata sumber Tempo itu, Dhana bergerilya mengamankan kasus tersebut. "Dia minta keberatan ditolak," katanya.
Tak terima, Kornet Trans mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak. Perkara ini lalu ditangani Gayus. Untuk menangani kasus ini, sesuai dengan prosedur, Gayus memanggil Dhana sebagai account representative wajib pajak itu. Menurut sumber Tempo di bagian banding pajak, di tingkat ini Kornet Trans memilih berkompromi. Setelah sepakat, Gayus "mengolah kasus" ini. Caranya, ia tidak menyertakan beberapa dokumen saat bersidang untuk melemahkan posisi Direktorat Jenderal Pajak. "Karena dianggap cacat prosedur, Kornet Trans yang menang," ujar sumber ini.
Putusan ini lalu diamankan Dian. Sumber ini menuturkan, sebagai penelaah Subdirektorat Peninjauan Kembali dan Evaluasi, Dian merekomendasikan agar kantor pajak tak melawan putusan itu. Alasannya, kemenangan Kornet Trans dianggap sesuai dengan ketentuan. Sampai di tingkat Direktur Banding dan Keberatan, saat itu dipegang bekas atasan Dhana di KPP Tanah Abang, Bambang Heru Ismiarso, kemenangan Kornet Trans tidak dipersoalkan.
Alhasil, perusahaan itu membayar pajak sesuai dengan nilai yang mereka laporkan. Namun Kornet Trans harus mengeluarkan biaya tambahan berupa fee untuk kemenangan bandingnya. Sebagian diduga mengalir ke rekening Dhana.
Pengacara Dhana, Daniel Alfredo, membenarkan Bangun Persada mitra bisnis Dhana. Menurut dia, Riau Perta juga perusahaan yang pernah diperiksa Dhana. Soal tuduhan kongkalikong dengan Gayus, Daniel membantahnya. Menurut pengacara Dhana yang lain, Reza Edwijanto, kliennya mengenal Gayus, tapi tak pernah bertemu. Gayus juga mengaku tak kenal Dhana.
Pengacara Bangun Persada, Rujito, membenarkan Dhana menjadi investor Woodhills Residence di Bekasi pada 2010. Business Development Director PT Riau Perta Utama Khairul Rizal memilih bungkam setelah diperiksa Kejaksaan Senin pekan lalu.
Tempo mendatangi alamat PT Riau Perta, seperti tertulis di situs resminya, di Gedung Iskandarsyah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Namun perusahaan itu sudah hengkang. Hal yang sama terjadi ketika Tempo mendatangi alamat Kornet Trans dan Kornet Logistics di Wisma Aldiron Dirgantara dan Gedung Bidakara, keduanya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan—seperti tercantum di situs resmi kedua perusahaan itu. Namun dua perusahaan itu juga sudah tak ada lagi. "Sudah pindah sejak 2010," kata Nurdin, anggota staf pengelola Gedung Bidakara.
Kasus Dhana ini memang bakal panjang. Kejaksaan sudah menyiapkan sejumlah saksi lain yang diharapkan bisa mengurai permainan Dhana itu. Untuk pekan-pekan ini, ujar Jaksa Agung Pidana Khusus Andi Nirwanto, pihaknya akan berkonsentrasi menemukan ke mana saja Dhana mengalirkan uangnya. "Kami pakai strategi follow the money," kata Andi.
Anton Aprianto, Febriana Firdaus, Indra Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo