Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

25 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apresiasi untuk Tempo

KAMI, Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, yang tergabung dalam jaringan Indonesian Tobacco Control Network dan Koalisi Anti Korupsi Ayat Rokok, menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada majalah Tempo yang telah membeberkan kasus korupsi ayat tembakau pada edisi 4-10 Oktober 2010.

Kasus korupsi ini ditangani polisi, dan tiga orang ditetapkan menjadi tersangka. Tapi polisi mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Hal ini sangat janggal. Sangat mungkin ada intimidasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Walhasil, keadilan yang kami perjuangkan mengalami hambatan.

Untuk itu, mari bersama-sama kami menyingkap kebenaran yang sesungguhnya: apa yang terjadi di balik kasus ini? Kami akan mendesak kasus ini diselesaikan agar tidak mencederai rasa keadilan di negeri ini.

Dr ALEX PAPILAYA, DTPH
Ketua Tobacco Control Support Center Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia

Generasi Muda Butuh Pelurusan Sejarah

DI sejumlah toko buku, banyak dipajang buku sejarah tentang peristiwa G-30-S/PKI. Versinya bermacam-macam. Penulisnya sering mengaku sebagai saksi hidup atau pelaku sejarah.

Saat rezim Orde Baru berkuasa, penulisan sejarah, khususnya tentang peristiwa G-30-S, memang dibangun secara hitam-putih untuk menunjukkan siapa pendukung, siapa penentang, dan siapa pelaku subversif dalam sejarah. Namun, setelah Orde Baru tumbang, para pelaku sejarah yang terkait dengan peristiwa itu, baik dari dalam maupun dari luar negeri, tampil untuk memberikan klarifikasi menurut versi masing-masing.

Klarifikasi itu memang sangat konstruktif bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Namun, di sisi lain, generasi sekarang dibuat bingung: siapa yang benar, siapa yang salah. Apalagi versi-versi sejarah tentang G-30-S yang diungkapkan para ahli hanya sepotong-sepotong dan sebagian besar tidak melalui metodologi penelitian yang baku.

Gugat-menggugat ini setidaknya telah membenarkan sebuah aksioma bahwa tidak ada penulisan sejarah yang tak terbantahkan. Sebesar apa pun kuasa sejarah, selalu ada ruang untuk menggugatnya. Maka, demi membangun pemahaman yang benar bagi kalangan generasi muda, di era reformasi ini rasanya perlu juga dilakukan upaya pelurusan sejarah G-30-S.

Pertanyaannya: siapa yang harus memulai, dan dari mana memulainya? Perlu kemauan politik untuk merekonstruksi sejarah yang benar.

GERRY SETIAWAN
Jaringan Epistoholik Jakarta (JEJAK), Condet, Jakarta Timur
[email protected]

Setahun tanpa Hasil Konkret

PEMERINTAHAN Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono sudah genap satu tahun. Jujur saja, saya tidak melihat hasil yang konkret dari Yudhoyono yang memimpin pada periode keduanya. Tidak ada proyek infrastruktur spektakuler seperti jalan tol dan pembangkit listrik. Padahal dua hal itu sangat penting untuk mendorong industri dan membuka lapangan kerja.

Fasilitas kesehatan dan pendidikan pun sangat tidak berpihak pada rakyat miskin. Hukum dan keadilan kian jauh dari harapan publik. Yang terbukti melakukan korupsi mendapatkan remisi dan grasi. Pungutan liar tetap ada di mana-mana, apalagi yang berhubungan dengan pelayanan publik.

Di satu institusi hukum terpasang papan bertulisan ”Say No to Pungli”. Realitasnya, pungutan liar tetap ada. Anehnya, aparat hukum pula—yang disebut oknum—yang memungutnya. Tidakkah mereka sadar bahwa pangkal dari kemiskinan negeri ini adalah korupsi?

Secara kasatmata tidak terlihat adanya perbaikan kehidupan rakyat kecil. Yang tampak jelas justru pencitraan oleh pemerintah. Terpaksa saya harus mengatakan pemerintahan periode kedua Yudhoyono belum mewujudkan pemerintahan yang bersih.

SENOADJI
Matraman Raya, Jakarta Timur

Tanggapan Kementerian Kehutanan

MEMPERHATIKAN tulisan opini majalah Tempo edisi 18-24 Oktober 2010 yang berjudul ”Main Kayu Kerabat Istana” pada halaman 23 dan laporan utama berjudul ”Lobi Kayu Lingkar Istana” pada halaman 30, kami ingin menyampaikan klarifikasi sebagai berikut.

Menteri Kehutanan tidak pernah memberikan surat permintaan jaminanpenangguhan penahanan terhadap Direksi PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. Untuk penangguhan/jaminan penahanan tersebut itu, Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan meminta direksi PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. yang memberikannya kepada aparat penegak hukum.

Dirjen Bina Produksi Kehutanan hanya memberikan informasi mengenai reputasi dan kinerja baik PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tenggarong. Demikian klarifikasi kami. Terima Kasih.

MASYHUD
Kepala Pusat Informasi Kehutanan
Sekretaris Jenderal
Departemen Kehutanan

Berdasarkan rekaman wawancara, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan jaminan untuk dua petinggi Sumalindo diberikan oleh institusi. Tempo juga membaca salinan surat dari Kementerian Kehutanan itu. —Redaksi

Solusi Sakitnya Transportasi Jakarta

MENANGGAPI wawancara Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Tempo edisi 20-26 September 2010, saya setuju ibu kota tidak perlu dipindahkan. Tidak perlu berpikir rumit, sudah tampak jelas kompleksnya problem yang bakal menghadang. Lantas bagaimana? Di Jakarta sudah ada jalan tol dan busway, dan sedang dirancang monorail dan mungkin subway.

Di Madrid, Spanyol, busway digunakan juga untuk taksi yang sedang tidak berpenumpang atau mencari penumpang. Ini dapat mengurangi jumlah kendaraan di jalur biasa, tanpa mengganggu alur busway karena taksi ini pun melaju terus. Manfaat lain, untuk membantu anggaran perusahaan busway, taksi yang memanfaatkan jalur ini dikenai ongkos.

Di Amerika, bus antarkota, yang dioperasikan oleh Greyhound dan Trailways, datang tepat waktu ke stasiun atau halte. Hal itu juga bisa menjadi salah satu inspirasi manajemen bus di Jakarta.

Kunci kelancaran alur bus non-busway agar tepat waktu dan tidak mengganggu arus lalu lintas adalah bus tidak berhenti lama. Apalagi bila bus tersebut menunggu di persimpangan jalan atau ngetem. Hal ini bisa diatasi dengan mengubah sistem upah sopir menjadi tak lagi tergantung setoran. Dengan begitu, pengemudi tidak bergantung pada jumlah penumpang yang diangkut.

Guna memenuhi hitungan yang efisien dan efektif bagi perusahaan, dapat diatur jumlah bus yang beroperasi disesuaikan dengan tingkat kepadatan penumpang. Sebagaimana frekuensi kereta yang lebih tinggi pada saat rush hour dan diperpanjang pada jam-jam sepi penumpang.

SOEN’AN H. POERNOMO
Jalan Tawes Dalam, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus