Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

28 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Laporan Kekayaan Pejabat Cegah Korupsi

LAPORAN harta kekayaan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo sekitar Rp 38 miliar sungguh fantastis untuk ukuran pegawai negeri. Banyaknya hibah yang dilaporkan semakin mencurigakan terkait dengan asal-muasal harta kekayaan Hadi. Kecurigaan ini berdampak pada keraguan orang akan integritas Hadi sebagai Ketua BPK, lembaga pemeriksa keuangan eksternal yang independensi dan integritasnya, semestinya, tidak diragukan lagi. Sebelum menjabat Ketua BPK, Hadi adalah Direktur Jenderal Pajak.

Selain itu, dua anggota BPK lainnya disebutkan menerima cek pelawat dalam proses pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom pada 2003. Maka publik pun semakin meragukan kredibilitas BPK.

Laporan harta kekayaan pejabat negara mestinya bisa menjadi sarana efektif bagi Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Manfaat serupa juga bisa diambil tim seleksi seperti Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan ketika memilih pejabat publik. Harta kekayaan yang diragukan sumbernya sehingga integritas orang tersebut diragukan semestinya menurunkan peringkat kandidat pejabat publik dari bursa pencalonan. Sebab, jika diteruskan, akan berdampak pada integritas lembaga yang akan dipimpinnya.

Pemeriksaan memadai oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilanjutkan dengan penindakan tegas, jika ditemukan bukti cukup, menjadikan laporan kekayaan berarti. Perlakuan hukum yang sama bagi koruptor juga lebih penting lagi bagi keberadaan komisi antikorupsi ini di Indonesia.

HARLANS M. FACHRA, MSI
Gerakan Rakyat Anti-Korupsi Indonesia
Jalan KH Abdulah Safeii Nomor 21B, Tebet, Casablanca, Jakarta


Koreksi Bank Mandiri

DALAM Tempo edisi 21-27 Juni 2010, halaman 105, pada tulisan berjudul ”Kredit Macet; Mandiri Lelang Benua Indah” terdapat kekeliruan penyajian data tentang luas dan harga kebun Benua Indah Group. Luas area perkebunan milik Benua Indah Group yang benar adalah 13.749,68 hektare, bukan 22 ribu hektare.

Adapun harga limit aset Benua Indah Group yang akan dilelang Rp 320 miliar. Sementara itu, nilai Rp 182,2 miliar seperti yang disebutkan dalam artikel tersebut adalah nilai jual aset PT Dewata Royal International pada lelang 15 Juni 2010. Demikian klarifikasi kami.

SUKORIYANTO SAPUTRO
Corporate Secretary
PT Bank Mandiri Tbk.

Terima kasih atas koreksi Anda.


Klarifikasi Dr Alvin Hong

DALAM Laporan Khusus Kesehatan Tempo edisi 31 Mei-6 Juni 2010 yang berjudul ”Belajar dari Kasus Budi” tertulis sebagai berikut: ”Agar memperoleh pendapat alternatif, Budi dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Setelah dicek ulang dengan MRI, ditemukan cedera pada sumsum tulang belakang sebelah kiri. Akibatnya, menurut dokter di Singapura, Alvin Hong, dengkul dan telapak kaki tak dapat bergerak. Dalam laporan medis Alvin, diduga jarum sebelah kiri saat operasi merusakkan tulang sebelah kiri. Itulah yang kemudian menyebabkan kelumpuhan.”

Melalui surat ini, saya, Dr Alvin Hong, menegaskan bahwa saya tidak pernah memberikan pernyataan tersebut kepada Tempo. Pernyataan yang Tempo tuliskan itu tidak benar. Terima kasih.

DR ALVIN HONG
MA MB B Chir (Cambridge)
FRCS (Neurosurgery UK), FAMS
Consultant Neurosurgeon

Keterangan yang kami tuliskan tersebut adalah berdasarkan wawancara kami dengan A.B. Susanto, yang memperlihatkan dokumen tertulis keterangan medis Dr Alvin Hong atas kondisi tulang belakang A.B. Susanto.


Bantahan Romli Atmasasmita

DALAM pemberitaan Tempo edisi 21-27 Juni 2010, halaman 46-47, yang berjudul ”Nyanyian Seusai Kasasi”, terdapat tulisan yang intinya menerangkan bahwa sekitar Juni 2000, klien kami, Profesor Dr Romli Atmasasmita, SH, LLM, mengenalkan John Sarodja kepada Hartono Tanoesoedibjo dari PT Bhakti Investama. John diminta bekerja sama dengan PT Bhakti untuk proyek Sisminbakum. Untuk proyek itu, Hartono membentuk PT Sarana Rekatama Dinamika.

Kemudian pada subjudul ”Terjerat”, klien kami disebutkan berperan dalam menentukan pembagian jatah untuk direktorat dan koperasi.

Bersama ini kami membantah tulisan tersebut berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Perkenalan pertama klien kami dengan Hartono Tanoesoedibjo dan Yohanes Waworuntu adalah pada saat peresmian Sisminbakum pada 31 Januari 2001 oleh Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri.

Klien kami juga tidak pernah menandatangani perjanjian antara DirektoratJenderal Administrasi Hukum Umum dan Koperasi pada 25 Juli 2001, yang isinya mengatur pembagian dimaksud. Dokumen perjanjian yang muncul di persidangan hanyalah fotokopi dan tidak pernah ada aslinya.

Saat ini perkara tersebut masih dalam pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung sehingga putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, tuduhan terhadap klien kami masih bersifat dugaan dan belum terbukti bersalah.

JUNIVER GIRSANG, SH, MH
Tim Advokat
Profesor Dr Romli Atmasasmita, SH, LLM


Tanggapan Esia

MENANGGAPI keluhan yang disampaikan Saudara Hanny F. Tarore melalui surat pembaca Tempo edisi 21-27 Juni 2010, kami sampaikan bahwa permasalahan telah terselesaikan dengan baik. Tim Solusi Esia telah menjelaskan soal program layanan 141/TTM Esia.

Atas permintaan, layanan tersebut sudah dinonaktifkan dari nomor pelanggan bersangkutan. Kami sangat berterima kasih atas masukan dan perhatian yang telah diberikan.

SETYA YUDHA INDRASWARA
Public Relations Manager
PT Bakrie Telecom Tbk.


Koalisi Siluman

SEBAGAI orang awam, saya hanya mengetahui bahwa koalisi cuma ada di antara partai politik. Tapi saat ini berkembang dugaan dan prasangka adanya koalisi antarlembaga penting negara. Apakah dengan masuknya Andi Nurpati dari Komisi Pemilihan Umum ke dalam kepengurusan Partai Demokrat menjawab polemik yang berkembang di masyarakat tentang adanya ”koalisi siluman” tersebut?

Dalam kesempatan yang sama berkembang pula wacana diberikannya hak pilih TNI dan Kepolisian RI dengan alasan persamaan hak sebagai warga negara. Apakah di kemudian hari tidak ada kemungkinan muncul iming-iming jabatan bagi para petinggi TNI dan Polri apabila bisa memenangkan partai atau tokoh tertentu?

Sebagai orang Jawa yang mengedepankan ”jiwa” atau ”rasa” daripada ”nalar”, ada falsafah ojo rumongso biso, ning biso rumongso, yang artinya ”jangan merasa bisa, tapi bisa merasa”. Jadi mohon maaf kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa slogan ”Bersama SBY Pasti Bisa” perlu dipertimbangkan kembali.

SUDIHARTONO
Jalan Nagan Lor KP3/63B, Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus