Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

23 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keluhan Warga Bukit Sentul

Kami selaku Ketua Ikatan RT/RW warga Bukit Sentul (BS), mewakili para ketua RT/RW lainnya di wilayah ini, merasa sangat dilecehkan oleh pengelola Bukit Sentul—sekarang bernama Sentul City Tbk., dan pengelola kawasan, yaitu anak perusahaannya, PT Sukapura Graha Cemerlang (SGC). Alasannya, belakangan BS/SGC menaikkan secara sepihak tarif biaya pengelolaan lingkungan (BPL) menjadi Rp 700/meter persegi, plus PPN 10 persen. Kami keberatan karena tarif tersebut ditetap sepihak. BPL adalah layanan di luar halaman rumah, tetapi dihitung berdasar luas tanah, seperti pajak. Padahal, kebersihan halaman menjadi tanggung jawab penghuni. Dan, kalau terjadi pencurian, pengelola tidak mau bertanggung jawab.

Kenaikan juga berlaku untuk tarif air. Pemakaian 11-20 meter kubik dinaikkan menjadi Rp 5.500/meter kubik, dan di atas 20 meter kubik menjadi Rp 6.000/meter kubik. Tarif air di Bukit Sentul lebih tinggi dibanding air PDAM Kabupaten Bogor, yakni pemakaian 10-20 meter kubik hanya Rp 2.200/meter kubik, sementara tarif pemakaian 20-30 meter kubik sebesar Rp 2.300/meter kubik. Berkaitan dengan masalah air, warga sangat sering merasa diteror dan diintimidasi dengan diputus saluran airnya kalau tidak membayar BPL, meskipun membayar air. Aksi lain, warga dikirimi somasi oleh kantor pengacara yang disewa BS/SGC.

Pada Rabu, 21 Maret 2007, warga diundang untuk membicarakan kenaikan tarif tersebut di kantor BS/SGC. Akhirnya, ditandatangani berita acara bahwa kenaikan tarif air dan BPL ditunda, dan akan diadakan rapat lagi di tempat yang sama, pada Kamis, 22 Maret. Ternyata, pada Kamis, BS/SGC mengeluarkan surat pembatalan berita acara hasil rapat 21 Maret, yang ditandatangani semua general manager dan manager yang hadir pada rapat. Alasannya, mereka diintimidasi dan suasana tidak kondusif. Padahal, yang terjadi, pada rapat tersebut, BS/SGC tak dapat menjawab pertanyaan dari warga. Sementara, warga yang berhalangan hadir menelepon general manager karena merasa harus memberikan pendapatnya.

Sesuai dengan kesepakatan, 22 Maret, pukul 19.00, warga datang lagi ke kantor BS/SGC, namun pengelola tidak ada yang datang. Sebaliknya, ditemukan banyak sekali petugas yang berbaju lain dari biasanya, seolah-olah warga akan membuat kerusuhan. Kami sangat prihatin dengan suasana seperti itu, yang mengakibatkan banyak penghuni meninggalkan Bukit Sentul.

EDDY KEMENADY (Ketua Ikatan RT/RW se-Bukit Sentul, Pasadena Raya No. 35)

SUTARMAN (Wakil Ketua, Taman Venesia Utara No. 116)


Lembar Tagihan Flexi

Saya bekas pelanggan Flexi No. 702900xx sangat kecewa dengan perilaku PT Telkom. Ketika saya menutup nomor tersebut pada awal April lalu, saya baru tahu bahwa dalam lembar tagihan ada pos Intagjastel sebesar Rp 1.818 yang ditagihkan setiap bulan. Masalahnya, saya tidak pernah menerima lembar tagihan tersebut baik di rumah maupun di kantor selama saya menjadi pelanggan Flexi sekitar dua tahun.

Jumlah itu memang tak seberapa buat saya, dan mungkin tak ada apa-apanya untuk Telkom. Tapi, jika pelanggan seperti saya jumlahnya banyak, berapa yang bisa dikeruk Telkom dari pos tagihan tersebut. Yang membuat saya sedih, sebagai perusahaan raksasa, Telkom ternyata mengabaikan hal-hal kecil yang menyangkut pelayanan, seperti tidak pernah mengecek apakah Intagjastel tersebut benar-benar sampai ke pelanggan atau tidak.

M. Taufiqurohman Taman Kebalen Indah L3/16, Bekasi


Kecewa Hasil Sidang Majalah Playboy

Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang advokasi masyarakat mengenai bahaya pornografi merasa prihatin dan kecewa atas bebasnya Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia, Erwin Arnada, dari tuntutan hukum. Apalagi penyebab bebasnya Erwin, menurut majelis hakim yang diketuai Efran Basuning, karena jaksa tidak mencantumkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai bagian dari tuntutan.

Perlu diketahui, pada 2001, MTP pernah beraudiensi dengan Dewan Pers, yang ketika itu diketuai Atmakusumah. Saat itu kami minta agar Dewan Pers turut membenahi media-media porno. Namun jawaban Dewan Pers melalui siaran pers bernomor 13/DP/X/2001, tertanggal 18 Oktober 2001, menyatakan—yang intinya: secara prinsip, pornografi dan kecabulan tidak masuk kategori pers. Untuk itu, lebih jauh, menurut Dewan Pers saat itu, … terhadap penerbitan semacam ini, maka adalah tugas kepolisian untuk menegakkan hukum, bukan saja karena menyebarkan tulisan atau gambar pornografis, melainkan juga merupakan pelanggaran mengenai ketidakjelasan status badan hukumnya.

Majalah Playboy Indonesia memang berstatus badan hukum jelas. Namun, masyarakat dunia pun tahu, di negeri asalnya, Playboy sudah merupakan ikon pornografi tertua di dunia. Di luar kepala pun masyarakat tahu bahwa majalah ini dikenal sebagai media yang memuat gambar-gambar wanita berpakaian minim hingga tanpa busana sejak lebih 50 tahun lalu. Jadi, jelaslah bahwa sebenarnya Playboy adalah media porno sehingga tidak berhak dibela berdasar UU NO. 40 Tahun 1999. Namun, ironisnya, kini Playboy bebas justru karena jaksa tidak mencantumkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sesuatu yang pada 2001 lalu tidak diakui sendiri oleh Dewan Pers.

Untuk itu, belajar dari kasus Playboy ini, jelaslah bahwa UU yang ada saat ini tidak mampu menjerat media porno, khususnya Playboy meski telah jelas-jelas bermuatan pornografi dan dijual bebas. Marilah kita berpikir jernih, Indonesia memang sudah saatnya memiliki undang-undang khusus mengenai pornografi. Tentunya sebuah Undang-Undang Pornografi yang efektif mampu ditegakkan untuk semua media porno tanpa pandang bulu, dan mampu melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja, dari terpaan pornografi.

Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi AZIMAH SOEBAGIJO, S.SOS (Ketua Umum) ENUNG SYAFA’AH FAUZIAH S.SI (Sekretaris Jenderal)


Jangan Lengah dengan RMS

Tak dapat dimungkiri, sampai saat ini keberadaan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku tetap eksis. Masih ba-nyak simpatisan atau pengikut RMS di dalam negeri—khususnya di Maluku—maupun di luar negeri, seperti Belanda. Mereka sering melakukan aksi pengibaran bendera secara diam-diam untuk memperlihatkan eksistensinya di masyarakat.

Seperti diketahui, RMS adalah negara yang didirikan pada 25 April 1950 dengan maksud untuk memisahkan diri dari Indonesia. Tak diragukan lagi, kelompok ini terus berupaya melakukan konsolidasi untuk mendapatkan simpati dari masyarakat Maluku maupun dari luar negeri.

Kelompok ini jangan dianggap sepele. Untuk mencapai tujuannya, sering mereka melakukan aksi provokasi dengan meng-adu domba masyarakat Maluku. Kerusuhan di Ambon hingga merebak ke kota-kota lain di Maluku dicurigai ada keterlibatan mereka.

Menjelang perayaan hari ulang tahun RMS pada 25 April, masyarakat Maluku maupun aparat keamanan seyogianya tetap waspada. Semua tak boleh lengah, meski saat ini kondisi keamanan di Maluku sudah semakin kondusif dan ketahanan masyarakat di sana sudah semakin tinggi sehingga tak mudah terprovokasi.

YONAS G. Jalan Gandaria Tengah II No. 13, Jakarta


Soal Dewan Pertimbangan Presiden

Sesuai dengan perintah UU No 19 Tahun 2006, telah dibentuk Dewan Pertimbangan Presiden (DPP). Tugasnya, memberi nasihat dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara. Namun, tidak ada kewajiban Presiden untuk melaksanakan nasihat atau pertimbangan-pertimbangan tersebut. Presiden sendiri telah menunjuk sembilan tokoh yang kini duduk dalam lembaga tersebut.

Berbagai pihak tetap mengkritisi keberadaan DPP, walau undang-undang telah jelas mengaturnya. Apalagi dengan ditunjuknya sembilan tokoh, baik dari politisi, mantan pejabat, lembaga swadaya masyarakat, maupun tokoh organisasi keagamaan oleh SBY. Ada yang menilai kehadiran sembilan tokoh dalam lembaga itu hanya menjadi konsumsi politik Istana dalam membangun image Presiden SBY yang saat ini sedang terpuruk.

Mari tinggalkan asumsi dan prasangka. Kita lihat saja bukti konkret dari kerja dan peranan DPP bagi bangsa Indonesia ke depan. Sebagai warga negara, kita hanya berharap semoga Dewan dan penunjukan sembilan tokoh tersebut dapat memberikan berbagai masukan pemikiran dan pengalaman kepada Presiden agar dapat lebih baik dalam mengendalikan roda pemerintahan.

HASANNUDIN Jalan Giring-giring, Depok


Penyelesaian Syiah-Sunni

Pada saat membuka Konferensi Internasional Pemimpin Umat Islam Bagi Rekonsiliasi Irak di Istana Bogor, tiga pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan pemimpin umat Islam perlu mengambil peran yang lebih besar dalam penyelesaian konflik Irak. Menurut SBY, konflik di Irak saat ini adalah peperangan antara hati dan pikiran yang tidak dapat dimenangkan dengan senjata dan bom. Karena itu, para ulama diminta agar saling bertukar pemikiran untuk menciptakan rekonsiliasi dengan pemaafan sebagai dasarnya.

Pertemuan itu diharapkan bisa memberikan dorongan politik bagi penyelesaian di Irak yang masih dirundung konflik berkelanjutan antara kelompok Syiah dan Sunni, serta dapat menciptakan kesatuan pandang antara pemimpin umat Islam dari kelompok Sunni dan Syiah. Di samping itu, pemerintah Indonesia mengharapkan agar pemimpin Syiah dan Sunni bisa memberikan bimbingan moral kepada warga Irak karena sejauh ini belum ada solusi politik di Irak, sementara korban terus berjatuhan.

Adalah tanggung jawab umat Islam di seluruh dunia untuk menemukan cara guna menciptakan perdamaian di Irak. Sebab, persaudaraan antarumat Islam tidak mengenal batas negara. Sebagai negara berpenduduk muslim besar, Indonesia juga sangat peduli dengan masalah tersebut.

Dalam hal ini, Indonesia telah mengusulkan tiga langkah guna menyelesaikan konflik sektarian di Irak. Pertama, rekonsiliasi nasional. Jika itu tercapai, kemudian dilakukan langkah kedua, yakni penarikan pasukan koalisi AS untuk digantikan dengan pasukan koalisi baru dari negara muslim. Ketiga, rekonstruksi. Kita berharap upaya itu bisa membuahkan hasil.

FERDIANSYAH Kota Kembang Permai Depok, Jawa Barat


Wakil Rakyat Abaikan Kritik Rakyat

DPR RI kembali membuat kejutan. Selama masa reses 1 April - 7 Mei 2007, mereka akan melakukan 10 kali kunjungan ke luar negeri dengan biaya Rp 19,8 miliar. Kegiatan itu meliputi lima kunjungan, yakni Panitia Khusus (Pansus) RUU Pajak ke Rusia dan AS, Badan Legislatif DPR ke Rusia, Spanyol, dan Argentina. Sedangkan lima kunjungan lainnya adalah Pansus RUU Peradilan Militer ke Spanyol, Pansus RUU Pajak Daerah dan Retribusi ke India, Pansus RUU KMIP ke Inggris dan Jepang, serta Komisi I ke Tokyo, Jepang.

Dengan kebijakan seperti itu, DPR sepertinya sudah tidak mempedulikan suara rakyat yang diwakilinya. Berbagai kegiatan pada masa reses itulah buktinya. Meskipun telah dikritik habis-habisan oleh masyarakat tentang inefisiensi, anggota Dewan seakan telah hilang hati nuraninya. Para wakil rakyat itu tak mau peduli atas kritik tersebut. Mereka tetap melakukan studi banding ke luar negeri dengan biaya cukup besar yang ditanggung negara.

Padahal, hingga saat ini, DPR tak bisa menunjukkan sejauh mana efektivitas studi banding tersebut. Apa yang dihasilkan dari studi banding wakil rakyat ini tidak pernah diketahui oleh masyarakat. Walhasil, manfaat yang dihasilkan dari kegiatan tersebut tidak dirasakan masyarakat. Seharusnya, anggota parlemen tidak perlu pergi ke luar negeri untuk melakukan studi banding. Sebenarnya, mereka dapat memanfaatkan Internet untuk mengumpulkan bahan sesuai dengan bidang yang akan mereka bahas.

Sebaiknya, pada saat reses, daripada ke luar negeri, para wakil rakyat memanfaatkan waktu luang tersebut untuk kegiatan kemasyarakatan dengan terjun langsung menemui konstituennya. Dengan cara itu, mereka dapat mengetahui persoalan warga pemilihnya.

NURAINI Jalan R.E. Martadinta, Ciputat, Tangerang


Bantahan Insan Artis Asal Maluku

Sehubungan dengan pemberitaan Laporan Utama Tempo edisi 16–22 April pada halaman 32 dengan judul ”Si Gondrong di Bandara Changi”, kami sebagai pengurus Insan Artis Asal Maluku (Ina Ama) menyanggah isi pemberitaan yang menyatakan Saudara Ongen Latuihamalo adalah pendiri dan anggota Ina Ama. Ongen bukan sebagai pendiri dan sudah tidak menjadi anggota Ina Ama sejak Desembar 2005. Tindak-tanduk yang bersangkutan tidak ada hubungannya dengan Ina Ama.

Insan Artis Asal Maluku (Ina Ama) HARRY SOUISA (Ketua) HARVEY MALAIHOLLO (Sekretaris)


Pungli di Kereta api

Beberapa waktu lalu Majalah Tempo menurunkan tulisan tentang terobosan sukses PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Daerah Operasi I, Jakarta, yang menerapkan pengamanan swasta guna menangkal penumpang gelap tanpa karcis. Tulisan tersebut sebenarnya membawa angin segar bagi perkeretaapian Indonesia yang selalu dirundung masalah.

Tapi kenyataannya ”indah kabar daripada rupa”. Sebagai pengguna kereta api listrik Sudirman Ekspres jurusan Sudirman-Serpong, saya masih sering menyaksikan para penumpang gelap diberi tempat yang nyaman di kereta. Keberadaan mereka tetap lestari berkat kerjasama dengan kondektur dan masinis kereta api.

Sebagai contoh, pada Kamis, 29 Maret 2007 lalu, saya pulang kantor naik KRL Sudirman Ekspres. Berangkat—terlambat—pukul 18.25 dari Stasiun Manggarai. Transit di Stasiun Tanahabang para penumpang tanpa karcis sudah mulai bermunculan. Tidak sulit mengidentifikasi para penumpang gelap. Apalagi Sudirman Ekspres adalah kereta api eksekutif yang tarifnya relatif mahal.

Kereta lalu melaju dan seperti biasa di Stasiun Palmerah dan Stasiun Kebayoran kereta api tersebut berhenti. Saat itulah para penumpang tanpa karcis berduyun-duyun masuk ke gerbong melalui pintu masinis. Transaksi ala ”salam tempel” pun berlangsung sangat terang-terangan. Uang mengalir cepat ke saku masinis.

Begitu pula di dalam gerbong. Kondektur menyisir penumpang dan memanen ”salam tempel” dari penumpang gelap yang naik dari Tanahabang. Hebatnya, ijabkabul berlangsung di depan puluhan pasang mata ”penumpang resmi”. Tanpa rasa risih dan tanpa malu.

Menurut seorang penumpang, tarif gelap itu berkisar Rp 3000-Rp 4000. Saat itu saya menghitung sekitar 30 penumpang gelap yang masuk melalui pintu masinis. Jika 30 x Rp 3000 saja maka Rp 90.000 didapat dari sekali jalan. Ambil rata-rata terendah dua rit per hari maka keluar angka Rp 180.000 per hari. Satu bulan, Rp 180.000 x 20 hari kerja = Rp 3.600.000! Jika ditambah dengan uang dari penumpang gelap yang naik dari Tanah Abang, saya yakin angkanya bisa berlipat-lipat. Jumlah yang lumayan untuk sebuah korupsi rutin.

RAHADIAN Jalan Cendrawasih II, Bintaro Jaya Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus