Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesalahan Pemuatan Foto
Pada Majalah Berita Mingguan Tempo Edisi 24-30 Juli 2006 di halaman 97 terdapat kesalahan pemuatan foto. Yang termuat adalah foto Bapak Drs. H. Endin A.J. Soefihara MMA, Ketua Fraksi Persatuan Pembangunan DPR, bukan Endin Wahyudin sebagaimana yang dimaksud Tempo. Sehubungan dengan hal itu, kami mohon Tempo meralatnya.
H.M. Soleh Kepala Sekretariat Fraksi Partai Persatuan Pembangunan DPR RI
Tulisan Tempo Tak Lengkap
Membaca tulisan majalah Tempo edisi 24-30 Juli 2006 pada halaman 42 yang berjudul ”Amplop Pembawa Celaka” ibarat sayur kurang garam. Kurang lengkap dan perlu keterangan tambahan, terutama menyangkut soal mengapa amplop itu diminta Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh, Ferry Mursyidan Baldan
Dalam artikel itu hanya ada kutipan langsung yang berbunyi, ”Saya yang meminta dana itu,” kata Ferry seusai diperiksa Badan Kehormatan DPR, akhir Juni silam. Tapi Tempo sama sekali tidak menyebutkan alasan mengapa Ferry sampai meminta dana itu.
Saya terhitung awam untuk urusan kerja di DPR, tapi dari yang saya baca di berba-gai media, juga termasuk membaca lewat majalah Tempo yang menulis tentang kasus ini sebelumnya, amplop celaka itu di-minta Ferry karena masa sidang Rancanga-n Undang-Undang Pemerintahan Aceh dilakukan di saat reses.
Masa reses adalah masa ketika para anggota DPR harus kembali ke konstituen di daerah masing-masing. Amplop celaka ta-di diminta Ferry untuk ongkos mudik anggota Pansus yang tetap menggelar sidang di masa reses karena DPR tidak menyediakan cukup dana untuk itu.
Terlepas permintaan ini dianggap melanggar kepatutan umum maupun etika- di DPR, semestinya Tempo tetap perlu me-nuliskan kembali keterangan ini, seba-gai pelengkap berita. Dengan kepandaian Tempo menulis, hal tersebut bisa dilukiskan hanya dengan satu kalimat. Saya berharap Tempo selalu menjadi media kritis, namun tetap memperhatikan kecermatan untuk melengkapi tulisan sebuah berita.
Supriani Jelambar baru 7/25, Grogol, Jakarta
Tanggapan Pajak Perum Perumnas
Sehubungan dengan pemberitaan majalah Tempo edisi 24 Juli 2006 dengan judul ”Pajak dibayar, Tanah Tak Ada”, ada beberapa hal yang menurut kami layak untuk ditanggapi, terutama menyangkut tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di lokasi RW 14 Cengkareng Timur, Jakarta Barat.
Begitu pula soal perjanjian kerja sama Perum Perumnas dengan PT BCKP u-ntuk membangun dan memasarkan rumah mewah di areal tanah Perum Perumnas. Juga, soal penurunan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dari Rp 614 ribu menjadi Rp 335 ribu dan pembayaran PBB tahun 2003 dan 2004, serta luas lahan yang dikenai PBB dan BPHTB tahun 2003.
Pemberitaan itu, menurut kami, tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Guna mendudukkan masalah pada proporsi-nya dan agar tidak terjadi kesalahpahaman ba-gi masyarakat pembaca, perlu kami jelaskan sejumlah fakta sebagai berikut:
Benar terdapat tagihan PBB tahun 2005 seluas 95,577 meter persegi sebesar Rp 329.167.188, tetapi yang melakukan pembayaran adalah PT BCKP, bukan Perum Perumnas, sesuai dengan bukti pembayaran tertanggal 9 Agustus 2005.
Pembangunan rumah yang dilaksana-kan sudah sesuai dengan SIPPT, yang mengatur peruntukan dan luas lahan, tapi tidak mengatur nilai bangunan maupun harga bangunan. Sebagai contoh, peruntuk-an WsK (wisma sangat kecil) luas la-han di bawah 60 meter persegi. Peruntukan WKc (wisma kecil) luas lahan 60 meter persegi sampai dengan 200 meter persegi.
NJOP sebesar Rp 614 ribu adalah untuk lahan KTM yang sudah ada bangunannya, mengingat lokasi sebagian besar masih tanah mentah dan rawa. Dengan alasan itulah dimohon penyesuaian.
Tidak benar luas lahan yang terkena- PBB mengalami penyusutan. Soalnya, setelah KSPP berjalan dan pembangunan dilaksanakan, terjadi proses penjualan kepada pihak ketiga (konsumen). Terhadap bagian lahan yang sudah dibangun dan diserahkan kepada konsumen, maka langsung dipecah sehingga kewajiban membayar pajak bagian lahan tersebut menjadi kewajiban konsumen. Dengan demikian, luas lahan yang menjadi kewajiban PT BCKP berkurang sesuai dengan kewajiban yang sudah beralih ke konsumen.
BPHTB tahun 2003 yang sebenarnya sebesar Rp 1.032.000 dan BPHTB yang dibayarkan tidak sebesar NJOP melainkan dari nilai transaksi (di atas NJOP).
Direksi Perum Perumnas telah menjalankan kerja sama ini setelah mendapatkan izin prinsip dari Dewan Pengawas, yaitu berdasarkan surat Ketua Dewan Pengawas tanggal 5 Juni 2002, No. Ketua Dewas/08/VI/2002, perihal: Penyelesaian Perjanjian Perum Perumnas dengan PT Bangun Cipta Karya Perkasa di kawasan Bumi Citra Idaman Cengkareng, Jakarta.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004, Perum Perumnas sudah menjalankan misinya. Demikian pula dalam hal kerja sama dengan pihak ketiga, khususnya Kerja Sama Usaha se-perti bentuk subsidi untuk menunjang kegiatan dan program sesuai misinya.
Demikian tanggapan dan penjelasan kami. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan banyak terima kasih.
H. Soeprijadi SH Kuasa Hukum Perum Perumnas Ketua Yayasan Penanganan Hukum Indonesia
Klarifikasi Boki Ratu Ternate
Membaca majalah Tempo No. 22 edisi 20-30 Juli 2006, rubrik nasional halaman 44-45 dengan judul ”Setelah Gagal Jadi Wali Kota”, bersama ini saya, Boki Ratu Nita Budhi Susanti, mengajukan keberatan dan klarifikasi serta mengguna-kan hak jawab saya.
Sangat jelas dari isi berita tersebut, yang dijadikan obyek utama adalah saya dan suami saya, Drs H Mudaffar Syah Bc.Hk (anggota DPR RI dari Partai PDK) yang juga Sultan Ternate. Perlu kiranya saya sampaikan bahwa kami merasa sangat keberatan dan kecewa dengan cara kerja wartawan Tempo yang tidak melakukan konfirmasi kepada kami atas pemuatan berita tersebut agar berimbang dan lebih terjaga akurasinya.
Saya dan suami, tidak pernah merasa di-hubungi, apalagi untuk sebuah wawancara da-lam konteks masalah tersebut. Mestinya prin-sip cover both sides dijunjung dan dijalankan dengan konsistensi yang tinggi.
Perlu saya sampaikan, ada kekhawatir-an hal-hal demikian dilakukan oleh pihak tertentu untuk membunuh karakter kami, khususnya suami. Sebab suami saya akan maju menjadi calon Gubernur Maluku Utara tahun 2007. Saya sangat menyayangkan kalau hal demikian terjadi, dan Tempo telah digunakan.
Sangat naif, sebagaimana ditulis Tempo, bahwa setelah kegagalan saya menjadi Wali Kota, lantas saya mencari utang ke sana kemari. Seolah-olah saya telah jatuh miskin, yang kemudian dikaitkan dengan persoalan tersebut. Tampak sekali ada pemaksaan penulisan bahwa dua persoalan berbeda (satu: kegagalan saya jadi wali kota, dan dua: soal sewa rumah) diolah dan digoreng sehingga menjadi satu kemasan tulisan. Dari mana Tempo mengambil ke-simpulan tersebut? Siapa narasumbernya?
Membaca alur tulisan, tampak bahwa na-ra-sumbernya Saudari Mediati. Kalau memang benar, perlu kiranya saya tandaskan bah-wa dalam hal ini saya tidak pernah, apa-lagi mendatangi ruangan Saudari Mediati.
Sebagai sesama anggota DPD saya me-rasa ditusuk dari belakang. Justru saya khawatir Saudari Mediati hanya di-pinjam ”tangan” oleh pihak tertentu untuk meng-ambil keuntungan politik atas semua ini-. Dalam konteks ini, kami sedang me-nyiapkan gugatan hukum atas segala kebohongan dan pemutarbalikan fakta oleh Saudari Mediati tersebut.
Ke depan kami sangat berharap Tempo bisa memenuhi dan menjalankan kaidah-kaidah jurnalisme yang benar, baik, dan akurat. Tidak sepihak, apalagi terkesan telah melakukan wawancara imajiner. Demikian klarifikasi saya.
BOKI RATU NITA BUDHI SUSANTI SE Kesultanan Ternate Kedaton Sultan Ternate, Maluku Utara
Terima kasih atas penjelasan Anda. Kronologi dalam tulisan itu kami kutip dari -su-rat pengaduan anggota Dewan Perwakil-an Daerah, Mediati Hafni Hanum, ke Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat. Surat tertanggal 18 Mei 2006 itulah yang kemudian dijadikan dasar oleh Badan Kehormatan DPR untuk memberi teguran tertulis kepada Bapak Mudaffar Syah, anggota Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi.
Pada Rabu malam sekitar pukul 19.00 WIB, 19 Juli 2006, kami menghubungi Ba-pak Mudaffar melalui telepon seluler untuk meminta waktu untuk bertemu, tapi beliau menolak. Karena itu, konfirmasi atas tuduh-an Ibu Mediati kami lakukan melalui telepon. Pak Mudaffar menjawab, masalah sewa-menyewa rumah dinas anggota DPR sudah selesai. Beliau juga menyatakan sudah menjelaskan semuanya kepada Badan Kehormatan DPR.—Red.
Mana Hak Kami?
Kami adalah karyawan PT -Binakarya Sarana Insurance Brokers yang merupakan unit usaha dari Dana Pensiun Bank- In-do-nesia (Dapenbi) atau Yayasan Ke-sejahte-raan Karyawan Bank Indonesia. Pengangkatan kami sebagai karyawan dikukuhkan dengan surat pengangkatan/-penerimaan karyawan yang sampai saat ini belum pernah dicabut.
Sekarang kami sedang menghadapi masalah. Gaji kami sejak Juli 2005 belum dibayarkan. Setiap kami tanyakan selalu dijanjikan akan diperhatikan dan diselesaikan saat adanya dana. Namun, ternyata saat dana sudah tersedia dari hasil kerja kami, kembali hak kami diabaikan.
Kami sudah berusaha menghubungi Direksi PT Binakarya Sarana Insurance Broker & Consultant, dalam hal ini Bapak Ra-djikin A. Latief. Juga PT Binakarsa- Swadaya sebagai pemilik saham, dan Bapak J. Toegono sebagai komisaris. Kami juga sudah menyurati Dewan Gubernur Bank Indonesia, Dapenbi, YKK-BI, ABAI, dan Departemen Keuangan. Namun, hingga sekarang tidak ada yang memperhatikan masalah ini.
Pada kesempatan ini kami kembali mengharapkan pihak direksi, pemegang saham, dan Bank Indonesia menyelesaikan masalah ini dan membayar hak kami.
H.A. Stanley Soripada Jl. Sedap Malam A.2/23 Pamulang, Tangerang
Soal Tiga Hakim Ad Hoc Tipikor
Dalam sebuah tayangan televisi, se-orang pakar hukum Gayus Lumbun mengata-kan kalau penggantian tiga hakim ad hoc p-engadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus Harini Wiyoso secara yuridis benar dan sah sesuai dengan KUHAP Pasal 198 ayat 1. Hal senada diungkap oleh Ketua Peng-adilan Negeri Jakarta Pusat, Cicut Sutiarso, dalam tulisan majalah Tempo -edisi 19-25 Juni 2006.
Dalam kamus bahasa Indonesia, makna- kata berhalangan adalah menemui/men-dapat rintangan sewaktu ingin mela-kukan sesuatu karena adanya hambatan di luar kemampuannya: misalnya sakit, atau meninggal dunia.
Pertanyaannya, apakah tindakan walk out para hakim ad hoc yang jelas dilakukan atas dasar dorongan niat/prakarsa karena permintaannya menghadirkan seorang saksi ditolak oleh hakim ketua, termasuk makna kata berhalangan? Mungkin yang lebih tepat adalah pemecatan.
F.S. Hartono Sinduadi, Yogyakarta
Protes terhadap Miss Universe
Kami menyesalkan tampilnya Nadine Chandrawinata sebagai wakil dari Indonesia di ajang pemilihan Ratu Sejagat atau Miss Universe. Ajang itu melecehkan martabat wanita, terutama cara mereka menilai dan mengukur wanita yang lebih ba-nyak menggunakan pertimbangan fisik ketimbang kematangan otak dan kepri-badian. Apalagi, itu untuk tujuan komoditas. Buktinya, ada penilaian dari peragaan busana malam hingga bikini.
Kenyataan ini diperparah dengan tam-pilan Nadine saat mempromosikan Indo-nesia dan ternyata terpeleset menyebut Indonesia sebagai sebuah kota, bukan ne-gara. Terlepas dari adanya human error, menurut kami, tampilnya wanita Indonesia di ajang Miss Universe untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Indonesia, dengan modal 3B: brain, beauty, behavior, adalah sebuah alasan yang dicari-cari. ”Terpelesetnya” Nadine ini sungguh fatal dan malah mengecilkan Indonesia.
Karena itu, kami mendesak Menteri Pem-berdayaan Perempuan dan Komisi VIII DPR agar bersikap tegas melarang tampilnya Nadine di ajang itu, termasuk menilai kembali keberadaan Yayasan Putri Indonesia yang memberangkatkan Artika dan Nadine ke kompetisi itu.
Sejak tahun lalu, Yayasan Putri Indonesia sudah melakukan pelanggaran dengan mengirimkan Artika Sari Devi sebagai wa-kil Indonesia. Padahal, mereka tak pernah me-ngurus izin kepada pemerintah secara resmi.
Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak sekadar memprotes Nadine karena ”buruknya berbahasa Inggris”, tapi kita bersama-sama mencegah terulangnya kembali pengiriman wanita Indonesia ke ajang Miss Universe. Karena akan turut mempengaruhi citra wanita Indonesia secara keseluruhan, yaitu sekadar obyek seks untuk kepentingan komoditas.
Azimah Soebagijo S. Sos Ketua Umum Masyarakat Tolak Pornografi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo