Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Jalan Terakhir Jemaah Ahmadiyah

Pengikut Ahmadiyah minta suaka politik ke Australia. Konstitusi memerintahkan pemerintah melindungi mereka.

31 Juli 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGKAH terpaksa yang ditempuh para pemeluk Ahmadiyah meminta suaka ke Australia mestinya ja-ngan cuma didiamkan, apalagi dikomentari oleh Menteri Agama dengan sinis. Suaka ini mengundang citra buruk: telah terjadi penindasan terhadap pemeluk sebuah keyakinan. Lebih gawat lagi, negara dianggap gagal melindungi hak warga Ahmadiyah untuk hidup aman seperti yang lain.

Pemerintah harus mendekati mereka agar mengurung-kan niatnya. Ribuan pengikut ajaran Mirza Ghulam Ahmad itu harus diyakinkan agar tetap tinggal dalam komunitas yang telah mereka bangun selama berpuluh tahun. Mereka harus mendapat hak konstitusionalnya: menganut dan menjalankan keyakinannya tanpa rasa takut.

Artinya, perlu jaminan agar peristiwa yang bisa meng-ancam nyawa kelompok ini tak selalu berulang. Penyerang-an oleh sekelompok orang yang berseberang paham terha-dap kampus Mubarok dan basis Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat, tak boleh terjadi lagi. Kasus perusakan rumah, tempat ibadah, penyerangan secara fisik, di pel-bagai basis hunian jemaah Ahmadiyah—dari Jawa Barat sampai Nusa Tenggara Barat—tak hanya mesti disudahi, tapi pelakunya perlu dimejahijaukan.

Derita jemaah Ahmadiyah selama ini semogalah menya-darkan mereka yang suka memberi cap sesat, seperti pernah dilakukan Majelis Ulama Indonesia dengan fatwanya. Tentu saja dalam materi fatwa tadi tak ada klausul untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap aliran yang dianggap ”sesat” dan ”diharamkan”. Namun, sepanjang sejarah umat Islam, fatwa begini paling sering dipakai membakar emosi orang banyak untuk main hakim sendiri.

Fatwa otoriter tersebut harus segera dicabut. Biarlah Ahmadiyah menjalankan apa yang diyakininya benar dengan tenang dan damai. Kalau Ahmadiyah menolak mengikuti Islam versi Majelis Ulama, mereka tidak perlu kehilang-an hak untuk tinggal di Indonesia. Kalau sikap ngotot Ahmadiyah mengundang permusuhan dan bahkan serangan dari kelompok-kelompok yang menganggap diri ”Islam yang benar”, tugas pemerintahlah melindungi kelompok Ahmadiyah.

Agar ketegangan tidak bertambah-tambah, MUI harus tunduk pada aturan konstitusi. Mereka tidak boleh memonopoli tafsir atas agama, menjadi pemegang otoritas kebenaran tunggal, apalagi menganggap paham yang tidak disetujui sebagai sesat. Aparat pemerintah, termasuk pe-negak hukumnya, sudah waktunya bersikap kritis dan tidak tunduk pada fatwa dari kelompok keagamaan itu tanpa reserve sedikit pun.

Konstitusi sudah menjamin kebebasan berkeyakinan bagi setiap warga negara. Sesungguhnya aturan tertinggi inilah yang harus menjadi acuan setiap orang dan lembaga di negeri ini dalam melaksanakan kegiatannya. Peme-rintah tidak bisa mengelak dari tanggung jawab untuk me-negakkan konstitusi itu. Bukan hanya perlindungan kepada warga untuk memeluk agama yang mesti diberikan, melainkan juga kebebasan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Jika garansi yang diberikan konstitusi ini bisa diberikan, niscaya niatan mencari suaka jemaah Ahmadiyah pasti dibuang jauh-jauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus