Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penjelasan Purnomo Yusgiantoro
Pada Majalah Tempo edisi 6-12 Desember 2004 lalu, dimuat tulisan tentang kasus Karaha Bodas berjudul Ketika Purnomo Tersengat Karaha (halaman 140-144). Kami perlu menyampaikan tanggapan dan penjelasan Menteri Energi dan sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, agar masyarakat tidak menjadi salah mengerti, dan mendapatkan gambaran sebenarnya. Berikut penjelasan beliau:
- Ini menyangkut judul foto ”Purnomo Yusgiantoro (paling kanan) dan petinggi Karaha Bodas saat meninjau proyek pada tahun 1990-an”. Dalam keterangan pada halaman 141 itu terdapat kesalahan. Bagaimana mungkin kunjungan dilakukan pada tahun 1990, karena saat itu kontrak KBC belum ditandatangani? Artinya, belum terbangun fasilitas pipanisasi seperti yang menjadi latar belakang foto tersebut. Tempo telah memutarbalikkan waktu untuk sekadar mendukung isi berita, tanpa melakukan konfirmasi kepada saya.
- Berkaitan dengan data pada boks kronologi tanggal 18 Desember 1989 (halaman 140) dan tulisan tentang PT Nusantara Energi Prima (halaman 142), perlu saya jelaskan, saya tidak menjadi pemegang saham maupun sebagai direksi PT Sumarah Dayasakti (SDS). Tidak ada pula hubungan legalitas perseroan antara SDS dan Nusantara Energi Prima (NEP). Namun, Tempo berusaha mengesankan seolah-olah ada hubungan legalitas antara kedua perusahaan tersebut dalam upaya mengaitkan saya secara pribadi ke dalam kemelut internal SDS dan persoalan KBC.
- Tentang harga jual listrik (halaman 144), Tempo tidak pernah mengungkap proses dan kronologi negosiasi antara Kontrak Operasi Bersama (KOB) Pertamina/SDS dan PLN, yang berlangsung sampai dengan awal November 1994. Pada 18 Oktober 1994, SDS menyampaikan usulan harga jual listrik 7,158 sen dolar Amerika per kWh. Tim Perunding Panas Bumi PLN terus melakukan proses negosiasi sampai akhirnya pada 15 November 1994 KBC menyampaikan usulan final yang harga listriknya lebih rendah. Sehari kemudian, tim tersebut menerima laporan lengkap hasil negosiasi yang kemudian dilaporkan kepada Menteri Pertambangan dan Energi I.B. Sudjana pada 17 November 1994, lewat Nota Dinas 425/PMBEN/XI/1994.
Lalu, pada 30 November 1994, dengan nomor surat 5005/49/M/1994, Sudjana berdasarkan Keppres 37/1992 menyetujui harga jual listrik sebesar 7,957 sen dolar Amerika per kWh untuk tahun ke-1 sampai tahun ke-14, menurun jadi 5,750 sen per kWh dari tahun ke-15 sampai dengan tahun ke-22, dan semakin menurun hingga mencapai 5,028 sen per kWh dari tahun ke-23 sampai ke-30. Dari data ini, bagaimana mungkin harganya mencapai 8,2 sen per kWh seperti yang ditulis Tempo?
Mungkin Tempo perlu menjelaskan bagaimana bisa sampai pada kesimpulan harga jual listrik rata-rata sebesar US$ 0,82 per kWh dari hitungan harga jual listrik US$ 330,10 per MWh untuk 14 tahun pertama, US$ 165,05 per MWh untuk 8 tahun berikutnya, dan US$ 82,53 per MWh untuk sisa masa produksi.
Tempo telah menginterpretasikan isi Nota Dinas 425/PMBEN/XI/1994 secara sepotong-potong sehingga menimbulkan makna yang berbeda dari maksud kami yang sesungguhnya. Semestinya Tempo juga mencantumkan bahwa Tim Panas Bumi tidak mempunyai kewenangan penuh seperti yang tercantum dalam butir 3 dari Nota Dinas. Bahkan Tim secara eksplisit mohon pengarahan lebih lanjut dari Menteri Pertambangan dan Energi I.B. Sudjana berikut tembusannya kepada Tim Pengarah yang terdiri dari Sekjen, Dirjen Migas, dan Dirjen Listrik. Sebelum menurunkan laporan, Tempo selayaknya mengkonfirmasikan data yang dimiliki kepada saya guna memenuhi kaidah jurnalistik yang benar agar pemberitaannya tidak tendensius serta menjaga prinsip kebenaran (telling the truth).
- Berkaitan dengan pernyataan saya, ”Persoalan Karaha Bodas terjadi pada saat saya bukan apa-apa” (halaman 144), ini dimaksudkan bukan untuk menjelaskan masalah harga jual listrik, melainkan lebih pada posisi saya sebagai Ketua Tim Panas Bumi yang mempunyai 9 anggota, terdiri dari pejabat/staf setingkat eselon II dan III di lingkup Departemen Pertambangan dan Energi. Lingkup tugas tim ini terbatas, yaitu hanya melakukan usaha-usaha koordinasi, menyiapkan dan merumuskan kebijakan yang menjadi bahan pertimbangan menteri, serta menyampaikan laporan tertulis kepada menteri dan Tim Pengarah yang terdiri dari eselon IA. Karena itu, tidak mungkin saya menjadi pengambil keputusan final dalam masalah KBC waktu itu.
Elina Widyastuti Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
—Kami sudah berkirim surat kepada Anda untuk meminta wawancara lebih mendalam, tapi tidak ada jawaban sampai tenggat penulisan.
Nasib Pepohonan di Jakarta
ANDAIKATA pohon-pohon di Jalan Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, mempunyai hak, mungkin mereka akan mengajukan gugatan ke pengadilan. Soalnya, mereka menghadapi tindakan sewenang-wenang, ditebang seenaknya. Mereka juga tidak perlu banyak saksi di pengadilan karena para hakim juga pasti melihat hilangnya mereka dari jalanan.
Saya tidak tahu mengapa para petinggi pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak memikirkan dampak penebangan pohon-pohon tersebut. Apakah pembangun jalur busway harus mengorbankan pohon-pohon itu? Jelas sekali hal itu membuat udara Ibu Kota semakin panas dan kotor. Yang saya dengar, jika polusi semakin buruk, akan menyebabkan kanker darah dan kaum miskinlah yang akan menjadi korban pertama.
Carla June Natan Jalan Ratu Wulung 27 RT 006, RW 010 Pulo Gadung, Jakarta Timur
Pelayanan Nasabah BCA
Pengalaman ini muncul setelah saya kehilangan dompet di kereta api dalam perjalanan pulang ke Bandung pada 10 November 2004. Esok harinya, saya melakukan pemblokiran untuk semua kartu yang saya miliki, di antaranya Citibank Gold Master Card dan BCA Gold Visa. Saya sangat salut kepada Citibank, hanya dalam waktu tiga puluh enam jam, saya mendapatkan kartu pengganti yang dikirimkan melalui kurir. Di amplop, tertulis: very urgent, has to be delivered before 14:00 on 12/11/2004. Beberapa jam kemudian telepon konfirmasi datang dari Citibank Card Centre untuk memastikan bahwa kartu pengganti telah saya terima.
Sebaliknya dari BCA, sampai Lebaran berlalu, bahkan sampai surat ini saya kirimkan ke Tempo, saya belum mendapat pengganti kartu BCA Gold Visa. Saya sampai bosan melakukan pengecekan melalui telepon kepada Halo BCA dan customer service.
Julianto M. Widjaja Jalan T.B. Ismail VIII Ats/Griya No. 7 Bandung, Jawa Barat
Kehilangan BPKB
Beberapa waktu yang lalu, saya kehilangan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Tidak jelas di mana jatuh atau hilangnya. BPKB tersebut atas nama Adrian King Trigono dengan nomor 4617678G. Kendaraan itu bermerek Daihatsu Taft Diesel tahun 1981, dengan nomor rangka F50RV917753 dan nomor mesin 169795.
Hingga kini, saya masih berusaha mencari dokumen itu. Siapa saja yang menemukan tolong hubungi saya di nomor telepon (021) 3916160.
Johan Budi Kemanggisan, Jakarta Barat
Dikecewakan Pelayan Shangri-La
Inilah pengalaman saya ketika ingin bersantai Hotel Shangri-La. Jumat lalu, 3 Desember, sekitar pukul 9 malam, setelah berolahraga di sebuah gym, saya dan tunangan saya memutuskan mampir sebentar di lobi Hotel Shangri-La, Jakarta. Saya ingin menikmati musik juga makanan dan minuman ringan sebelum pulang ke rumah. Malam itu pertama kali kami datang ke sana dengan pakaian kasual, karena biasanya kami memakai pakaian formal karena pulang kerja.
Seorang pelayan wanita menghampiri kami tanpa senyum, meletakkan daftar menu dan meninggalkan kami tanpa berucap sepatah kata pun. Tunangan saya mengerutkan kening kepada saya dan saya hanya tersenyum sambil menjawab mungkin dia mengalami hari yang sangat berat. Ini berlanjut ketika pelayan tersebut membelakangi kami menghadap para penyanyi selama kurang lebih 20 menit sehingga ketika kami memanggilnya. Para penyanyi dapat melihat betapa konyolnya kami dalam usaha menarik perhatiannya. Akhirnya dia mendengarkan apa yang kami pesan, lalu meninggalkan kami masih dengan pandangan sangat tidak sopan.
Ketika pesanan datang, saya sedang terlibat pembicaraan sangat serius dengan tunangan saya. Tanpa diduga pelayan tersebut memutus pembicaraan kami. Dia bilang, ”Kaki Anda bisa diturunkan?” Karena kami duduk di satu sofa, saya harus menaikkan sebelah kaki saya agar bisa berhadapan dengan tunangan saya ketika kami berbicara. Saat itu senyum saya langsung hilang karena seumur hidup saya belum pernah ada seseorang yang begitu berani menghentikan pembicaraan saya tanpa permisi. Saya bertanya balik, ”Mengapa?” Dia menjawab bahwa bosnya tidak suka. Saya segera menanyakan siapa bosnya dan dia menunjuk seorang laki-laki yang duduk di guest relations desk dekat pintu masuk utama.
Saya menghampiri bos itu dan menyampaikan keluhan atas perlakuan yang sangat melecehkan tersebut. Saya juga meminta agar pelayan yang melayani saya diganti. Tapi selama lebih dari satu jam setelah komplain tersebut, tidak satu pun, baik pelayan tersebut maupun bosnya, datang meminta maaf atau sekadar memperlihatkan rasa penyesalan.
Kami kecewa karena manajemen hotel itu tidak membuat perasaan kami lebih baik setelah perlakuan pelayannya yang sangat melecehkan harga diri. Kebetulan saya dan tunangan saya bekerja di perusahaan yang sama, sebuah perusahaan penerbangan. Perusahaan kami sering menggunakan Hotel Shangri-La untuk sewa kamar maupun ruangan pertemuan di sana.
BCR Jalan Perintis No. 7 Kuningan, Jakarta Selatan 12930
Kinerja KPK (1)
Lewat penyaringan yang ketat dan fit and proper test di parlemen, akhirnya pada 27 Desember tahun lalu terpilihlah lima orang yang duduk dalam pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah hampir berusia satu tahun, kini mulai muncul ketidakpuasan masyarakat terhadap lembaga ini.
Kekecewaan itu wajar karena selama ini masyarakat cukup aktif menyampaikan laporan-laporan tentang tindak korupsi yang mereka ketahui, bahkan disertai bukti-bukti, kepada KPK. Saya sendiri sempat menyampaikan laporan tentang beberapa kasus besar, bahkan ikut berdiskusi tentang kasus-kasus tersebut di kantor KPK yang satu kompleks dengan Istana Negara.
Para petinggi KPK memang pernah mengatakan bahwa mereka belum digaji dan kekurangan biaya untuk menjalankan roda organisasi. Tapi sebenarnya tidak demikian. Pada awal 2004, Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), suatu institusi yang dilebur ke dalam KPK, telah mengalihkan dana sebesar Rp 36 miliar—dana yang cukup besar.
Sejauh ini KPK baru menangani kasus Abdullah Puteh, yang semula digarap Mabes Polri. Sementara itu, setiap kali saya bertanya tentang kasus-kasus yang saya ajukan maupun kasus lain, salah seorang Wakil Ketua KPK meminta agar saya bersabar. Katanya, memberantas korupsi bukanlah hal mudah.
Sebenarnya dengan tenaga lima orang pimpinan KPK dibantu lima orang jaksa, lima orang polisi dan lima orang BPKP, dapat dibentuk lima tim penyidik. Tim ini diyakini lebih efektif daripada tim yang biasa dibentuk oleh kepolisian dan kejaksaan karena disiplin ilmu personelnya lebih beragam. Jika setiap tim menangani dua kasus saja, diyakini dalam lima bulan dapat diselesaikan sejumlah kasus yang tingkat kesulitannya sama dengan kasus Edy Tansil. Seperti diketahui kasus Edy Tansil diselesaikan dalam waktu kurang dari empat bulan.
Saya juga melihat akhir-akhir ini KPK memasang iklan di televisi dan melakukan berbagai sosialisasi. Tentu saja maksudnya menjalankan fungsi preventif yang dimilikinya. Tetapi upaya ini jadi absurd kalau fungsi represifnya hanya tampak samar-samar. Orang tidak takut dipenjarakan kalau ia tahu bahwa yang mengancamnya tidak pernah memenjarakan orang. Siapa yang takut ancaman tembakan ketika tahu bahwa yang mengancam tidak membawa senjata?
Kalau hanya sebatas imbauan atau sosialisasi untuk tidak melakukan korupsi, seminar-seminar dan diskusi sudah ribuan kali dilakukan. Rakyat sudah tahu bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, perbuatan pidana dan merugikan. Rakyat perlu bukti bahwa KPK bekerja dengan baik.
Andi Sahrandi Pemerhati masalah korupsi
Kinerja KPK (2)
Sudah sekian lama masyarakat Indonesia menunggu janji-janji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan memberantas dan menangkap para pelaku korupsi. Pertanyaan itu terjawab sudah. Pada akhirnya, 7 Desember 2004, KPK menahan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai tersangka pelaku korupsi dalam pembelian pesawat helikopter buatan Rusia yang diduga merugikan negara sekitar Rp 4 miliar.
Penangkapan Abdullah Puteh mendapat tanggapan dari masyarakat, yakni kalangan LSM, tokoh agama, anggota DPR, dan sebagainya. Di antaranya dari pakar hukum IAIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh, A. Hamid Sarong. Dia menilai Presiden SBY mulai membuktikan keseriusannya dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Proses hukum harus dijalankan seadil-adilnya tanpa pandang bulu, tidak terkecuali terhadap pejabat negara dan daerah. Semoga pula kasus-kasus korupsi yang lebih besar dan termasuk kelas kakap dapat terungkap oleh KPK dalam waktu tidak lama dan menangkap para pelakunya sampai ke akar-akarnya.
Dwi Prasojo, S. Sos. Depok Timur, Jawa Barat.
Majelis Rakyat Papua
Untuk mempercepat pembangunan di Papua, sebaiknya pemerintah pusat sesegera mungkin melaksanakan program otonomi khusus dan pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Hal tersebut diungkapkan oleh Jhon Ibo (Wakil DPRD Papua) dalam dialog interaktif yang disiarkan oleh salah satu stasiun radio nasional. Jhon Ibo juga mengharapkan keanggotaan MRP terdiri dari orang-orang asli Papua dengan alasan mereka mudah diakomodasi.
Saya termasuk yang kurang setuju dengan keinginan Wakil Ketua DPRD Papua tersebut. Sebaiknya, anggota MRP bukan warga asli Papua saja, tapi juga orang-orang suku lain yang sudah puluhan tahun tinggal di Papua.
Orang-orang dari suku lain yang ada di Papua harus diberi hak untuk membicarakan kepentingan Papua, sebab mereka sudah puluhan tahun, bahkan sudah ada yang tinggal semenjak zaman penjajahan Belanda. Sehingga tidak ada salahnya apabila MRP juga beranggotakan suku lain yang ada di Papua.
Giwang Montana Jalan Johar Baru, Jakarta Pusat
Pelayanan Inkaso di BNI
Saya memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan dalam berhubungan dengan Bank BNI. Pada 15 Oktober lalu, saya mengajukan aplikasi inkaso di BNI Cabang Ciputat, Tangerang. Janjinya, hal ini akan selesai selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan. Namun, hingga 22 November 2004, saya tidak menerima kabar apa pun. Pada hari tersebut, saya berbicara lewat telepon dengan staf bagian internasional BNI Melawai. Dengan alasan belum menerima respons apa pun dari Westpac Corporation Australia, ia berjanji akan menyelesaikan problem ini dan menelepon saya paling lambat pada 10 Desember.
Hingga 10 Desember 2004, proses inkaso masih belum selesai. Lebih kecewa lagi, tidak ada seorang pun dari BNI yang menepati janji dengan menelepon saya untuk mengabari perkembangan proses tersebut.
Saya kembali berinisiatif menelepon staf bagian internasional BNI Melawai. Tanpa meminta maaf karena tidak menepati janji, alasan yang diberikannya tetap sama. Menurutnya, tidak ada hal lain yang dapat dilakukan kecuali menunggu jawaban dari Westpac Australia.
Dibandingkan dengan proses inkaso yang pernah saya lakukan di bank lain, sistem kerja BNI, dalam proses inkaso ini, luar biasa mengecewakan. Apa gunanya saya diminta mencantumkan nomor telepon di formulir inkaso jika ternyata tidak pernah digunakan?
Reza Indragiri Amriel Fakultas Psikologi UIN Syahid Ciputat, Tangerang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo