Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soal Omnibus Law Cipta Kerja
SELEPAS pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, banyak kritik dalam ragam perspektif serta kemarahan berbagai elemen, dari masyarakat sipil, buruh, mahasiswa, hingga akademikus yang terdiri atas guru besar, dekan, dan dosen. Komunitas pebisnis internasional juga menaruh minat pada isu ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak yang khawatir undang-undang ini akan lebih menguntungkan kepentingan oligarki dan kapitalis alih-alih pro terhadap rakyat. Undang-undang tersebut juga dikhawatirkan akan mengisap kekayaan sumber daya alam kita secara konstitusional. Selain itu, undang-undang tersebut dinilai cacat prosedur dan substansi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengesahan undang-undang itu terindikasi bertentangan dengan asas dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yakni asas "keterbukaan". Asas keterbukaan mengandung arti pembentukan peraturan perundang-undangan, dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, hingga pengundangan, bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, semua elemen masyarakat mempunyai kesempatan selebar-lebarnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Maka legitimasi eksistensi kekuasaan pemerintah berasal dari rakyat. Teori kedaulatan rakyat menganggap kehendak rakyat sebagai satu-satunya sumber kekuasaan bagi pemerintah. Karena itu, rakyat memberikan kekuasaan kepada para wakil rakyat yang menduduki organ legislatif ataupun eksekutif untuk melaksanakan keinginan rakyat, melindungi hak-hak rakyat, serta memerintah berdasarkan hati nurani rakyat.
Sejauh ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat selalu mengklaim Undang-Undang Cipta Kerja berorientasi pada kepentingan rakyat dan mengatasi berbagai problem sosial. Tapi, jika penyusunannya menabrak rel-rel hukum, orientasi itu menjadi dipertanyakan.
Selain bertentangan dengan asas "keterbukaan", undang-undang itu berlawanan dengan asas "kejelasan rumusan" dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut. Asas kejelasan rumusan berarti setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
Masyarakat sebenarnya bisa saja mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Tapi tidak elok dan elegan kalau pemerintah hanya menendang masalah ini ke meja organ negara lain. Karena undang-undang berasal dari pemerintah dan DPR, uji materi secara eksekutif dan legislatif yang seharusnya dikedepankan. Misalnya dengan mencabut undang-undang ini.
Paman Nurlette
Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia
Tepat Kata
DALAM tayangan audisi penyanyi di Indosiar, seorang juri bergaya kebarat-baratan dan salah memakai kata. Juri itu, penyanyi Pinkan Mambo, mengucapkan “good night” (selamat tidur) ketika menyambut seorang penyanyi yang akan tampil dalam final audisi. Semestinya Pinkan mengucapkan “good evening” (selamat malam). “Good night” diucapkan ketika kita tidak berjumpa lagi malam itu, tepatnya menjelang si penyanyi kembali setelah tampil.
Sebagai penikmat musik, saya selalu tertarik pada tontonan seperti Pop Academy atau Dangdut Academy. Celoteh para pengadil atau juri-juri itu, yang selalu saya cermati, adalah cerminan keseharian kita. Apalagi pesohor seperti Pinkan Mambo. Bersolek dan bergaya di layar kaca jadi santapan sehari-harinya. Apa yang mereka lakukan akan mempengaruhi banyak orang.
Roma Gia
Batam, Kepulauan Riau
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo