Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penerimaan Taruna Akpol
ANAK saya mendaftar menjadi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) 2021 di Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan tidak terpilih untuk tes selanjutnya di akademi polisi di Semarang karena banyaknya calon taruna kuota khusus. Hal ini sangat menyakitkan saya karena calon taruna kuota khusus tetap lulus walau nilainya sangat rendah. Anak saya yang berjuang keras tanpa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada akhirnya gagal karena ada calon taruna kuota khusus. Padahal Kepolisian RI sudah menyatakan bahwa penerimaan calon taruna jujur, transparan, dan tidak ada KKN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut informasi dari polisi di bagian penerimaan taruna di Kepolisian Daerah Jawa Tengah, taruna kuota khusus itu adalah titipan jatah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Ada lebih dari 30 orang yang mendapat kuota khusus dari semua kepolisian daerah di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saya sangat prihatin karena KKN makin menjadi-jadi. Mohon Presiden Joko Widodo menegur Kepala Polri atas kejadian ini. Saya juga mohon Presiden Jokowi menambah kuota taruna Akpol di seluruh Indonesia.
Hadi Suseno
[email protected]
Stigma Buruk Islam
SEORANG penggiat media sosial menyebut film Nussa sebagai cerminan kelompok ekstrem Taliban hanya karena baju yang dikenakan oleh karakter dalam film sama seperti baju yang digunakan para ekstremis. Film Nussa sama sekali tidak mencerminkan perilaku teroris, apalagi paham radikalisme. Film tersebut bercerita tentang kakak-adik yang taat beragama. Film tersebut mengajarkan kita bagaimana sikap hormat kepada yang lebih tua, bersosial yang baik, dan bertoleransi dengan tidak meninggalkan nilai-nilai suci Islam.
Anggapan tentang gerakan ekstremis yang hanya didasari baju atau pakaian membuktikan bahwa stigma buruk terhadap Islam makin merebak. Seakan-akan orang yang berpakaian gamis dan taat beragama pasti berpaham radikalisme dan sewaktu-waktu akan merusak perdamaian negara. Hal tersebut sangat membuat miris mengingat stigma ini ada di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Jika hal ini dibiarkan, bukan tidak mungkin Indonesia akan dihinggapi fenomena islamofobia seperti di Kanada.
Paham radikalisme sangat ditentang dalam ajaran Islam. Dalam bahasa Arab, kekerasan dan radikalisme disebut dengan beberapa istilah, antara lain al-‘unf, at-tata rruf, al-guluww, dan al-irhab. Al-‘unf adalah antonim dari ar-rifq yang berarti lemah lembut dan kasih sayang. Abdullah an-Najjar mendefinisikan al-‘unf sebagai penggunaan kekuatan secara ilegal (main hakim sendiri) untuk memaksakan kehendak dan pendapat.
Stigma buruk terhadap Islam terjadi akibat reduksi pengertian terorisme yang seakan-akan identik dengan agama Islam yang dilakukan oleh negara Barat, terutama Amerika Serikat. Pengaitan Islam dengan terorisme itu membuat citra ajaran Islam dan umat Islam secara keseluruhan, termasuk di Indonesia, menjadi tersudutkan. Islam dalam kacamata Barat dipersepsikan sebagai agama yang menghalalkan dan menebarkan terorisme di muka bumi. Padahal Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta) justru mengharamkan terorisme, apa pun dalihnya, apalagi terorisme yang mengatasnamakan Islam dan umatnya secara total.
Stigma buruk terhadap Islam juga disebabkan oleh kekeliruan dalam menafsirkan kata “jihad” yang menjadi salah satu ajaran Islam. Hal tersebut berakibat timbulnya berbagai opini negatif terhadap Islam karena seakan-akan Islam mengajarkan atau menganjurkan pemeluknya menyelesaikan masalah dengan cara-cara kekerasan atau teror.
Jihad menurut ajaran agama Islam adalah penyempurnaan ibadah karena jihad adalah tiang ibadah sebagai perwujudan cinta kasih kepada Allah SWT dari hamba yang merelakan jiwa dan raganya serta harta bendanya dalam perjuangan. Perjuangan itu bertujuan mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kehormatan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan. Terorisme sebagai kekerasan politik sepenuhnya bertentangan dengan etos kemanusiaan.
Islam mengajarkan etos kemanusiaan yang sangat menekankan kemanusiaan universal. Islam menganjurkan umatnya berjuang mewujudkan perdamaian, keadilan, dan kehormatan. Tapi perjuangan itu tidak harus dilakukan dengan cara-cara kekerasan atau terorisme. Dengan kata lain, untuk mencapai suatu tujuan yang baik sekalipun Islam tidak memperkenankan penghalalan segala cara, apalagi dengan kekerasan.
Ichanda Pratama
Karanganyar, Jawa Tengah
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo