JANDA di Kota Madiun, bukan sembarang janda. Juga bukan seperti
janda yang ditulis La Rose penulis wanita itu. Kota yang pernah
menjadi pusat pemberontakan PKI di tahun 1948, mempunyai sebuah
organisasi jandajanda. Perkumpulan janda resmi atau tidak resmi
ada juga di beberapa kota yang lain. Tapi yang di Madiun ini
tampaknya cukup kreatip dan meyakinkan. Karena Ikatan Janda
Madiun (IJM) dilengkapi dengan anggaran dasar segala.
Perkumpulan ini didirikan dalam usia sudah cukup lama. Yaitu
sejak 7 Januari, 1953, dengan tujuan utama: menegakkan mahkota
kejandaan, demikian dikatakan oleh nyonya Kusnowarso, yang kini
jadi Wakil Ketua IJM. Akhir-akhir ini perkumpulan ini semakin
aktif. Bukan karena Pemilu, tapi IJM semakin santer mengadakan
berbagai kegiatan. Ada arisan (tentu saja), orhiba, main drama
bahkan terakhir telah berhasil mendirikan "bank janda".
Yang Kawin, Keluar
Bank sebetulnya usaha simpan pinjam untuk para anggota. Namanya
tentu saja bukan bank janda, tapi Bank Kesejahteraan. Modal
pertama Rp 80.000, berhasil dipinjam dari beberapa anggota IJM
yang lumayan kehidupannya. Para anggota boleh meminjam uang
dengan bunga yang relatif rendah, kalau dibanding dengan
pengijon pensiun yang sering melahap sampai 30% untuk jumlah
bunga pinjaman. Bank Kesejahteraan dari IJM ini bunganya cuma 5%
saja, prioritas diberikan pada janda yang sedang kesusahan. Dari
bunga itu, 3% untuk pemilik modal, 1% untuk honor penyelenggara
dan 1% lagi untuk menambah modal.
Anggota perkumpulan, tentu saja harus berstatus janda. Jumlah
anggota kini telah mencapai 150 orang. "Organisasi ini kumpulan
orang-orang yang senasib", kata nyonya Ngali yang jadi Ketua.
Tambahnya: "Di sini, kami bisa ketawa dan saling menghibur
diri". Sayangnya, perkumpulan ini tidak menyelenggarakan biro
jodoh. "Bagi mereka yang ingin bersuami, biar saja cari suami di
luar sendiri. Organisasi tidak mencarikan" Kalau menikah lagi,
otomatis status jandanya hilang dan gugurlah keanggotaannya
dalam IJM. Tapi menurut keterangan nyonya Ngali, sebagian besar
dari para janda ini enggan kawin. Alasannya, seperti diucapkan
oleh nyonya Ngali: "Jadi janda bisa bebas. Tidak harus ngeladeni
suami".
Selama ini, baru 5 anggota yang keluar karenamenikah. Itupun
dengan janji, bahwa kalau nanti suatu waktu suaminya meninggal
lagi (atau bercerai), mereka kembali akan jadi anggota IJM.
Nyonya Ngali kemudian bercerita bahwa ada seorang anggotanya
yang sudah tiga kali keluar masuk IJM. Tiga kali menikah, tiga
kali ditinggal mati suami dan akhirnya anggota tadi bertekad
untuk tidak akan menikah lagi. Upacara pelepasan keanggotaan
juga diadakan oleh perkumpulan itu dalam acara kumpul-kumpul dan
makan-makan sekedarnya.
Sebagian besar anggota IJM sebetulnya mengharapkan satu
perkumpulan lain sebagai tandingan. Yaitu organisasi para duda.
"Mereka sudah kami tantang", ujar nyonya Ngali lagi, "namun tak
kunjung ada beritanya. Kalau kami mengadakan arisan, juga kami
undang. Tapi mereka juga tidak pernah datang. Mungkin malu.
Maklumlah, duda itu biasanya tua-tua dan tak punya uang".
Janda-janda ini berkesimpulan bahwa menjadi anak janda lebih
terjamin dari pada jadi anak duda. Paling tidak ada seorang ibu
yang menyediakan makanan dan menamhal pakaian.
Yang Nakal
Banyak yang berniat kalau ada perkumpulan duda, IJM akan lebih
meriah. Kata nyonya Ngali yang suaminya dulu pegawai PJKA: "Kan
lebih sedap kalau kami bertamasya, mereka juga ikut". Tapi para
duda Madiun, hingga kini belum juga menunjukkan giginya.
Bukan berarti tidak ada yang tidak senang dengan organisasi IJM.
Seorang isteri yang bernada sewot bahkan menimpali: "Ah, itu kan
perkumpulan merebut suami orang". IJM nge-per mendengar hal ini.
Selidik sana nguping sini, kemudian ketemu pasalnya. Seorang
ianda (mudapula)berdagang kain dari lumah ke rumah. Tiba di satu
rumall, sang nyonya rumah tidak ada, yang ada suami. Ngobrollah
keduanya. Mungkin asyik sekali, sehingga si isteri yang pulang
dari bepergian keluar rasa cemburunya. Cuma pasal itu saja,
kota sekecil Madiun meluap sas-sus IJM perkumpulan merebut
suauni orang.
Mendengar hal ini, buru-buru nyonya Ngali mengadakan rapat atau
pertemuan darurat. "Tunjukkanlah bahwa kita-kita ini janda yang
baik", kata nyonya Ngali. Ada pula berita bahwa seolang janda
mengambil pensiun, hamil. Lah, mana mungkin! "Kami selidiki,
ternyata dia janda liar", kata nyonya Kusno. Artinya wanita itu
tidak tergabung dalam IJM. Perkumpulan ini mengharapkan
nantinya, akan ada perkumpulan janda selndonesia. Dan sikap IJM
pada isteri-isteri yang suka cemburu ngawur, tetap tegas. Bahkan
kata nyonya Ngali dengan gemas: "Kalau ada yang suka cemburu,
justeru saya anjurkan untuk direbut saja. Biar kapok! Biar
isterinya nebus kemari!". Nah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini