Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Tarik-Ulur Vaksinasi

30 Oktober 1993

22 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tarik-Ulur Vaksinasi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Debat tentang perlu-tidaknya vaksin sudah merebak sejak 1990 di Indonesia. Kini masyarakat sedang heboh menolak vaksin measles-rubella karena ada kandungan enzim babi. Penolakan tak berhenti kendati Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa yang membolehkan pemakaian vaksin untuk mencegah campak pada anak itu. Dalam iklan pemerintah juga sudah dicantumkan pandangan ahli hukum Islam tentang pemakaian vaksin ini.

Pada awal 1990-an, merebak penolakan vaksin hepatitis B karena ada 10 juta pengidap penyakit yang diakibatkan virus ini. Dalam artikel Tempo pada 30 Oktober 1993 berjudul “Vaksinasi, Ya dan Tidak”, dibedah soal debat vaksin tersebut. Tapi, waktu itu, perdebatan bukan tentang haram atau halal, melainkan mengenai harga.

Persoalan itu dimulai dengan beredarnya brosur imbauan vaksinasi hepatitis B yang dibagikan kepada para siswa di Jakarta. Brosur itu mengundang keresahan orang tua, terutama yang awam terhadap penularan virus hepatitis. Bayangkan betapa risau dan gelisahnya mereka: bila tidak divaksinasi, menurut brosur, anak bisa mengidap kanker hati.

Bagi sebagian orang tua, biaya vaksinasi masih relatif mahal. Satu paket dilabeli harga antara Rp 21 ribu dan Rp 39 ribu. Sebagai gambaran, harga bensin pada 1993 adalah Rp 550 per liter. Harga paket ini sebenarnya lebih murah dibanding biaya vaksinasi individual, yang mencapai Rp 100 ribu. Namun, supaya keresahan tak berkepanjangan, Menteri Kesehatan Sujudi memerintahkan penarikan brosur-brosur tersebut.

Selintas, bagi masyarakat, tampaknya belum jelas siapa saja yang perlu mendapat vaksin hepatitis B. Menurut dokter Adnan S. Wiharta, prioritas pertama adalah semua bayi yang baru lahir. Kepala Sub-Bagian Hepatologi Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini memberi alasan, kalau yang terkena infeksi virus hepatitis B bayi, kemungkinan besar 90 persen dari mereka akan menderita hepatitis kronis.

Bila orang dewasa yang terkena, hanya 50 persen yang menjadi penderita kronis. Nah, risiko ini mesti dihindari. Sebab, bila penyakit sudah kronis, penderita bisa terjangkit sirosis hati (pengerutan dan pengerasan), bahkan juga kanker hati. Ini bisa fatal karena hepatitis B belum ditemukan obatnya.

Menurut Adnan, masih ada alasan lain, yakni bayi, dibanding orang dewasa, lebih sering berurusan dengan jarum suntik, yakni lewat imunisasi. Padahal jarum suntik berpotensi menjadi sumber penularan virus hepatitis B.

Selain itu, Adnan mencatat keuntungan lain, yaitu merangsang kekebalan tubuh bayi yang lebih tinggi dibanding kekebalan orang dewasa. Selain bayi, yang perlu diprioritaskan untuk menjalani vaksinasi hepatitis B adalah mereka yang hidup dalam lingkungan keluarga yang anggotanya ada yang membawa virus itu. Misalnya si bapak sudah meng-antongi virus hepatitis B, anak dan istrinya sebaiknya divaksinasi.

Lantas timbul per-tanyaan, apakah anak sekolah perlu divaksinasi. “Kalau ada uang, lebih baik dilakukan vaksinasi,” kata Adnan. Namun itu bukan prioritas. Apalagi sekitar 20 persen anak sekolah sudah memiliki kekebalan alami, sementara lingkungan sekolah bukan tempat penularan yang serius.

Penularan virus hepatitis B berlangsung lewat darah dan hubungan seksual, atau melalui peralatan seperti sikat gigi, harmonika, dan pisau cukur yang dipakai secara bergantian. Jika terdapat luka pada si pemakai, peralatan itu bisa berpotensi menjadi sarana penularan.

Waktu itu, yang masih menjadi perdebatan ialah perlu-tidaknya tes darah sebelum vaksinasi. Tes darah dilakukan untuk mengetahui apakah orang yang akan divaksin sudah membawa virus hepatitis B atau belum. Juga untuk mengetahui apakah mereka sudah kebal atau belum.

Dokter Adnan mengatakan tes darah tidak harus dilakukan, kecuali mereka mampu. Mengapa? Kalaupun mereka sudah kebal atau membawa virus, tindakan vaksinasi tidak akan membahayakan. Vaksin hepatitis disuntikkan untuk melapisi permukaan lever supaya kebal terhadap virus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus