Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI TANGAN pencuri kayu di hutan Papua, pokok merbau dihargai Rp 25 ribu per meter kubik. Tiba di Cina, nilai kayu itu menjadi Rp 2,5 juta—terkerek 100 kali lipat. Tak mengherankan, pencurian kayu langka ini terus berlangsung. Per tahun provinsi paling timur itu kehilangan 300 ribu meter kubik kayu merbau.
Pencurian kayu besarbesaran tak hanya berlangsung di Papua. Menurut data Departemen Kehutanan, setiap menit hutan kita lenyap seluas enam kali lapangan sepak bola garagara pencurian! Ironisnya, pembalak liar yang dijebloskan ke penjara bisa dihitung dengan jari. Itu pun cuma yang kelas kroco. Gembong kayu ilegal tak tersentuh hukum.
Di Kalimantan Tengah tersebutlah Abdul Rasyid, pemilik Tanjung Lingga Group. Investigasi majalah Tempo pada 2002 menemukan Abdul—ketika itu menjabat sebagai anggota MPR—diduga bertanggung jawab atas penjarahan habishabisan Taman Nasional Tanjung Puting. Tapi, hingga kini kasusnya tak juga tuntas.
Akhir tak sedap seperti pada kasus Tanjung Puting bisa terulang di Indragiri Hilir, Riau. Juli 2007, polisi menemukan sekitar satu juta meter kubik kayu yang diduga hasil pembalakan liar. Pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim gabungan untuk mencari gembongnya. Tapi, hingga kini baru kakitangannya yang tertangkap. Biang pencurian masih bebas merdeka, belum kunjung terjerat hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo