Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TIGA belas gunung aktif! Demikian tanda alarm di ruang kendali Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi itu memberikan sinyal status waspada. Melalui komputer mereka memaparkan data: 13 gunung aktif kembali. Ini peringatan tak main-main. Maka, kantor yang terletak di Jalan Diponegoro, Bandung, itu pun segera menerapkan kerja lembur. ”Tim harus ronda 24 jam,” ujar Surono, Kepala Pusat Vulkanologi, Kamis dua pekan lalu.
Tiga belas gunung berapi yang telah membangunkan petugas vulkanologi di seluruh Indonesia itu memang sedang meradang sejak April lalu. Tiga meletus: Soputan dan Karangetang di Sulawesi Utara, juga Gunung Gamkonora di Maluku Utara. Sepuluh lainnya mengeluarkan gas beracun dan abu. Tak ayal, ribuan penduduk di sekitar gunung tersebut mengungsi ke tempat aman.
Uniknya, dari 13 gunung, tujuh gunung berada di sekitar Laut Maluku. Gunung itu adalah Soputan, Ka rangetang, dan Lokon di Sulawesi Utara. Lalu gunung Gamkonora, Ibu, Dukono, dan Gama lama di Maluku Utara. Adapun gunung lainnya yang batuk adalah Merapi, Semeru, dan Papandayan di Jawa, Anak Krakatau di Selat Sunda, Talang di Sumatera Barat, dan Batutara di Nusa Tenggara Timur.
Gunung Gamalama, yang paling belakangan meradang, sampai kini masih dinyatakan berbahaya. ”Semakin ba nyak asap putih yang keluar dari kawah gunung,” kata Darmo Lamane, Kepala Pos Pengamatan Gunung Gama lama, pekan lalu. Dia melarang warga mendekati radius dua kilometer karena khawatir bakal terjadi muntahan material lava.
Mengapa tujuh gunung di sekitar Laut Maluku secara bersamaan bergejolak? Surono menunjuk jalur punggung Talaud-Mayu, yang berada di tengah Laut Maluku, sebagai biang keladi. Punggung ini terangkat akibat benturan dua sistem palung busur Minahasa di Sulawesi Utara dan Halmahera di Maluku. ”Lempeng Halmahera dan Minahasa ini terus merapat sehingga sering terjadi gempa di wilayah itu,” katanya (lihat infografi). Gempa tersebut yang membuat keempat gunung berapi bergejolak.
Awang Harun Satyana menjelaskan, frekuensi gempa di kawasan Minahasa-Halmahera relatif tinggi dibanding di Jawa. Dia melacaknya dari data gempa yang dicatat Badan Geologi Amerika Serikat (US Geological Survey). Dari April sampai Juli silam, ternyata ada 174 kali gempa tektonik atau rata-rata 43 kali gempa per bulan. Gempa di wilayah ini bermagnitudo 4-5 Mw (moment magnitude) atau 4,5 skala Richter. Bahkan pada 29 Mei, getarannya sampai 6,1 Mw, dan 6,9 Mw pada 26 Juli.
Bandingkan dengan wilayah yang le bih luas, yakni Jawa-Bali. Untuk periode yang sama, yakni April sampai Juli, tercatat 47 kali gempa atau setiap bulannya ada 11 gempa di Jawa-Bali. Kekuatannya pun rata-rata 4-5 Mw. Pada 9 Agustus, memang terdapat gempa yang pusatnya di Indramayu dengan kekuatan 7,5 Mw.
Berdasarkan perbandingan tersebut, wilayah Minahasa-Halmahera ternyata empat kali lebih aktif ketimbang Jawa-Bali. ”Minahasa-Halmahera adalah salah satu wilayah paling aktif di muka bumi,” kata Awang, yang menjadi pengurus pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
Ratusan gempa tersebut membawa akibat lebih lanjut bagi mobilitas magma gunung berapi yang berada di Minahasa-Halmahera. ”Ibaratnya, kita mengocok-ngocok botol berisi soda, lalu membuka tutupnya, maka isinya me nyembur seperti jet,” kata Awang. Berbulan-bulan magma ketujuh gunung itu diguncang oleh gempa sehingga lama-kelamaan bakal ke atas.
Mengapa wilayah Minahasa-Halmahera sangat aktif secara tektonik? Awang membeberkan peta terbaru tahun 2004, yang memuat pengukuran GPS untuk gerak lempeng-lempeng di seluruh dunia. Ternyata, di utara dan selatan wilayah ini terdapat lempeng bawah laut yang terus bergerak dengan kecepatan minimal 10 sentimeter per tahun.
Lempeng samudra Pasifik dari arah timur dan selatan Maluku, juga lempeng samudra Filipina dari arah utara Sulawesi Utara, aktif merangsek busur-busur kepulauan Filipina-Minahasa-Halmahera. Dua lempeng samudra itu memasuki wilayah Laut Maluku dan menunjam busur kepulauan Minahasa-Halmahera.
Satu menyusup di bawah Minahasa menghasilkan gunung api Soputan, Lokon, dan Karangetang. Satu lempeng samudra lainnya menyusup di bawah Halmahera menghasilkan gunung api Gamkonora, Ibu, Dukono, dan Gama lama.
Benturan kedua wilayah dari sistem palung-busur Minahasa-Halmahera itu sebenarnya telah terjadi sekitar 3 juta tahun lalu. Tetapi ia masih digoyang terus oleh lempeng Filipina yang kian mendekat ke Talaud-Mayu sektor utara. Alhasil, semua getaran akan diteruskan ke semua wilayah Minahasa-Halmahera, termasuk ke tujuh gunung di atas.
Dari peta yang dibuat Hall, pada lima juta tahun yang lalu, jarak antara busur Sangihe dan Halmahera masih jauh. Namun kini jarak tersebut semakin dekat. Pada 100 juta tahun mendatang keduanya berimpitan. Bahkan, diperkirakan, Benua Australia bergeser ke utara dan bakal menyatu dengan Pulau Papua, Kepulauan Maluku, dan Sulawesi.
Surono tidak bisa mempredikisi sampai kapan ketujuh gunung di Laut Maluku itu berulah. ”Malah kami khawa tir gunung-gunung yang lain bakal aktif,” ujarnya. Yang jelas, semua instansi terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara dan Maluku Utara, yang wilayahnya kini sedang dikocok lindu. Jika gunung-gunung lain ikut aktif, bukan mustahil Surono dan kawan-kawan akan lebih lama begadang setiap malam.
Untung Widyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo