Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Agama menyampaikan imbauan soal penggunaan pengeras suara masjid dan musala selama Ramadan. Imbauan itu termaktub dalam Surat Edaran Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam surat edaran itu menyatakan bahwa selama Ramadan, penggunaan pengeras suara baik dalam pelaksanaan salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Quran menggunakan pengeras suara dalam. Hal itu untuk mengutamakan nilai toleransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanggapan Dewan Masjid Indonesia dan Muhammadiyah
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) mengatakan pengaturan pengeras suara masjid oleh pemerintah sudah sesuai dan telah dilakukan oleh DMI sejak lama. "Sejak dulu kami di DMI itu mengharapkan dan mengatur bahwa soundsystem itu tidak terlalu banyak,” ujar JK setelah melantik pengurus baru Masjid Al Markaz Periode 2024-2029 di Makassar, Ahad, 10 Maret 2024.
JK mengapresiasi kebijakan Kementerian Agama terkait aturan penggunaan suara selama bulan Ramadhan. Dia menerangkan, ketentuan penggunaan pengeras suara masjid itu sudah disuarakan oleh DMI sejak lama.
Ia menjelaskan, DMI sudah lama mengeluarkan aturan terhadap seluruh masjid yang berada di bawah organisasi tersebut. Beberapa aturan yang dikeluarkan DMI seperti saat melantunkan azan, pengajian awal atau tahrim, bahkan saat menyampaikan ibadah. “Aturan itu berlaku saat azan, pengajian awal itu 5-10 menit saja tidak boleh lebih,” tambah JK yang juga Ketua Umum PMI Pusat ini.
Bagi JK, tujuan pentingnya mengatur pengeras suara masjid tidak lain karena kesyahduan. Seperti saat menyampaikan ceramah atau tauziah, menurut dia, suara yang keras justru tidak terdengar baik. "Ibadah itu syahdu. Kalau terlalu besar suaranya, kemudian terdengar dari seluruh masjid dan berhadapan. Jadi seperti bersaing,” ujarnya lagi.
Sementara itu. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengapresiasi kebijakan yang dibuat Kemenag. Dalam unggahan di akun media sosial X @Abe_Mukti, ia mengatakan syiar Ramadan tidak bisa hanya diukur dari pengeras suara, melainkan dari khusyuknya ibadah.
"Pernyataan Menteri Agama, tentang pengeras suara tadarus dan Tarawih sangat bisa dipahami dan diapresiasi. Syiar Ramadhan tidak bisa diukur dari sound yang keras, tapi dari kekhusuan ibadah yang ikhlas,” tulisnya pada 9 Maret 2024.
INTAN SETIAWANTY
Pilihan Editor: Kemenag Respons Gus Miftah Soal Penggunaan Speaker Selama Ramadan: Jangan Asbun dan Gagal Paham