Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala selama Ramadan menjadi perhatian Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam beberapa tahun terakhir. Terbaru, Kementerian Agama alias Kemenag mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam SE yang ditetapkan di Jakarta pada 26 Februari 2024 tersebut, Gus Yaqut, sapaan Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan penggunaan pengeras suara baik untuk pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an disarankan untuk menggunakan pengeras suara dalam. Hal itu dimaksudkan untuk mengutamakan nilai toleransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Umat Islam dianjurkan untuk mengisi dan meningkatkan syiar pada bulan Ramadan dengan tetap mempedomani Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala,” bunyi salah satu poin imbauan tersebut.
Adapun pada Ramadan 2022 lalu, Menag Yaqut telah menerbitkan SE yang mengatur tentang pengeras suara masjid dan musala. Ketika itu Yaqut mengatakan penggunaan pengeras suara masjid dan musala merupakan salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Namun, pihaknya mengingatkan, bahwa masyarakat Indonesia bukan hanya beragama Islam saja.
Ia menyatakan masyarakat Indonesia beragam, baik dari sisi agama, keyakinan, hingga latar belakang. Dengan demikian, diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan keharmonisan sosial. Salah satunya, kata dia, dengan menertibkan penggunaan pengeras suara masjid maupun musala saat Ramadan, khususnya untuk pengeras suara ke arah luar.
“Pedoman ini agar menjadi pedoman dalam penggunaan pengeras suara di masjid dan musala bagi pengelola (takmir) masjid dan musala dan pihak terkait lainnya,” kata dia dikutip dari keterangan resmi, Senin, 21 Februari 2022.
Pada 2018 lalu, Kementerian Agama juga mengeluarkan SE serupa. Surat instruksi bernomor B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 itu berisikan tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala. Namun, terbitnya imbauan ini mendapat tanggapan tak sedap di masyarakat.
Protes tersebut banyak disampaikan publik ke akun Twitter Menteri Agama saat itu, Lukman Hakim Saifuddin. Dalam wawancara dengan Majalah Tempo, edisi 10 September 2018, Lukman mengatakan sikap pemerintah mengeluarkan SE aturan penggunaan pengeras suara masjid bukan tanpa alasan. Pihaknya menjelaskan aturan itu diinstruksikan kembali berdasarkan masukan dari masyarakat.
“Banyak pertanyaan dan permintaan masyarakat agar kami membuat aturan tentang pengeras suara,” ujar Lukman, Rabu, 6 September 2018.
Lukman menilai, di kota-kota besar banyak masyarakat heterogen yang memiliki waktu kesibukan dan istirahat yang berbeda-beda. Pengeras suara dari masjid yang terlampau keras, misalnya saat digunakan untuk tadarus pada malam hari, dinilai membuat tidak nyaman. Dengan beragam masukan itu, Lukman lalu meninjau kembali aturan tentang penggunaan pengeras suara yang pernah ada di Indonesia.
“Bimas Islam (pernah) mengeluarkan surat edaran tentang pelaksanaan instruksi tahun 1978 itu. Setelah kami baca berkali-kali, isinya masih sangat relevan,” ujarnya.
Selanjutnya: Aturan penggunaan pengeras suara
Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala ini berisi tiga aturan penggunaan pengeras suara yaitu:
1. Pengeras suara luar digunakan untuk azan sebagai penanda waktu salat.
2. Pengeras suara dalam digunakan pada saat doa.
3. Mengutamakan suara yang fasih dan merdu.
Beleid ini juga menata ihwal penggunaan pengeras suara untuk masing-masing waktu soal.
Salat Subuh
1. Boleh menggunakan pengeras suara 15 menit sebelum masuk waktu subuh.
2. Pembacaan Al Qur’an hanya menggunakan pengeras suara keluar.
3. Salat Subuh dan Kuliah Subuh hanya menggunakan pengeras suara dalam saja.
Salat Zuhur dan Salat Jumat
1. Dapat menghidupkan pengeras suara keluar 5 menit sebelum Zuhur dan 15 menit sebelum Salat Jumat, hal ini ditujukan untuk membaca Al Quran dan juga azan.
2. Untuk salat, doa, khotbah, dan pengumuman dapat dilakukan dengan menghidupkan pengeras suara dalam saja.
Salat Asar, Magrib, dan Isya
1. 5 menit sebelum azan dianjurkan untuk membaca Al Quran.
2. Azan dilakukan dengan pengeras suara keluar dan ke dalam.
3. Sesudah azan hanya menggunakan pengeras suara ke dalam saja.
Takbir tarhim dan Ramadan
1. Dapat menghidupkan pengeras suara keluar ketika sedang takbir Idul Fitri maupun Idul Adha.
2. Untuk tarhim doa dapat menghidupkan pengeras suara ke dalam.
3. Sedangkan untuk tarhim zikir tidak menghidupkan pengeras suara sama sekali.
4. Saat Ramadan, pembacaan Al-Qur’an dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara ke dalam.
Aturan yang sempat kembali digunakan pada 2018 itu kemudian diganti oleh Menteri Yaqut dengan SE Menag Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Berikut perbedaannya:
Salat Subuh
1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit.
2. Pelaksanaan salat Subuh, zikir, doa, dan kuliah Subuh menggunakan Pengeras Suara Dalam.
Salat Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya
1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan Pengeras Suara Luar dalam jangka waktu paling lama lima menit.
2. Sesudah azan dikumandangkan, yang digunakan pengeras suara dalam.
Salat Jumat
1. Sebelum azan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat/tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam jangka waktu paling lama 10 menit
2. Penyampaian pengumuman mengenai petugas Jumat, hasil infak sedekah, pelaksanaan Khotbah Jumat, Salat, zikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.
3. Pengumandangan azan menggunakan pengeras suara luar.
Kegiatan Syiar Ramadan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam
1. Penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
2. Takbir pada tanggal 1 Syawal/10 Zulhijjah di masjid/musala dapat dilakukan dengan menggunakan Pengeras Suara Luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat dilanjutkan dengan pengeras suara dalam.
3. Pelaksanaan Salat Idul Fitri dan Idul Adha dapat dilakukan dengan menggunakan pengeras suara luar.
4. Takbir Idul Adha di hari Tasyrik pada tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah dapat dikumandangkan setelah pelaksanaan Salat Rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.
5. Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tablig melimpah ke luar arena masjid/musala dapat menggunakan pengeras suara luar.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | INTAN SETIAWANTY | ARRIJAL RACHMAN | SYAFIUL HADI | GERIN RIO PRANATA | MAJALAH TEMPO