Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aturan penggunaan pengeras suara alias toa masjid dan musala kembali menjadi perhatian hari-hari ini. Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas mengimbau agar pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah, dan tadarus Al-Qur’an di masjid dan musala selama Ramadan 1444 Hijriah menggunakan pengeras suara dalam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Imbauan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi. Aturan tersebut berdasar pada SE Menag Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Membahas soal pengeras suara, banyak kalangan yang menyebutnya dengan nama Toa. Sama seperti kasus pasta gigi yang mana masyarakat menyebutnya Odol, lalu air mineral disebut Aqua, detergen disebut Rinso, hingga pompa air disebut Sanyo, Toa sebenarnya juga adalah nama merek dagang dan asma perusahaan asal Jepang, TOA Corporation.
Perusahaan ini boleh dibilang sebagai pemasok pertama pengeras suara berbentuk corong ke Indonesia, yakni pada akhir 1960-an. Pemasoknya adalah PT Galva milik Uripto Widjaja, pengusaha keturunan Tionghoa asal Bangka. Seiring berjalannya waktu, merek Toa kemudian digunakan sebagai nama untuk menyebut alat pengeras suara di Indonesia.
Profil Perusahaan TOA Corporation
TOA Corporation didirikan pada 1 September 1934 oleh Tsunetaro Nakatani dengan nama Toa Electric Manufacturing Company. Perusahaan produsen perangkat teknologi komunikasi ini berkantor pusat di Minatojima-Nakamachi, Chuo-ku, Kobe, Jepang. Namanya menjadi TOA Corporation sejak 20 April 1949 setelah bangkit dari kehancuran akibat Perang Dunia Kedua.
Ya, perusahaan TOA merupakan bisnis lintas sejarah yang turut mengalami masa di mana Jepang luluh lantak akibat bombardir Amerika Serikat dan Sekutu. Setelah hancur akibat perang pada 1945, pabrik TOA sempat dipindahkan ke Tokushima. Perusahaan ini kembali ke Kobe pada 1947 dengan menempati Rumah Sakit Kobe sebelum kemudian ganti nama pada 1949 tersebut.
Siapa menyana, perusahaan yang kini menjadi trademark speaker corong paling terkenal ini dulunya mencoba bangkit dengan bermodalkan 500 ribu yen dan 12 pekerja. Untungnya inovasi membawa berkah. Pada 1954, TOA memproduksi megafon listrik pertama di dunia. Perangkat mereka andil di 31 lokasi dalam perhelatan Olimpiade Musim Panas 1964 di Jepang.
Pada 1970-an, TOA Corporation melebarkan sayapnya ke mancanegara seperti Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Afrika Selatan, Taiwan, Kanada, dan Indonesia. Masa-masa berikutnya, perusahaan terus berinovasi dengan memproduksi amplifier nirkabel, mikrofon, pengeras suara, sistem CCTV, sistem karaoke, dan sistem telekonferensi. Perusahaan ini lalu mendapat sertifikat ISO pada 1992.
Di Indonesia, TOA Corporation memiliki pabrik dengan nama PT TOA Galva yang dulunya merupakan PT Galva milik Uripto Widjaja tersebut. Asimilasi itu bermula pada 1960-an, di mana Galva tertarik menjadi agen distribusi produk TOA Corporation. Setelah itu, pada 1975, Galva akhirnya membangun pabrik sendiri di Cimanggis, Depok dengan sokongan dari pihak TOA.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | INTAN SETIAWANTY