Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Islam, mimpi bukan hanya sekadar bunga tidur, mimpi bisa jadi pesan tersirat sebagai pertanda akan datangnya suatu peristiwa di kemudian hari. Tafsir mimpi dalam Islam diperbolehkan, bahkan Allah SWT mengisahkan tentang Nabi Yusuf yang pandai menafsirkan mimpi sehingga terhindar dari musim paceklik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di negeri (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya takwil mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.” (QS Yusuf:21)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tafsir mimpi menjadi disiplin pengetahuan yang paling sulit dipelajari dalam Islam jika dibandingkan dengan keilmuan lain. Dilansir dari islam.nu.or.id, mimpi merupakan salah satu bagian dari wahyu kenabian sehingga tidak semua mimpi dapat ditafsirkan dan tidak semua orang dapat menafsirkan mimpi. Alasan tidak semua mimpi dapat ditafsirkan, sebab mimpi tidak selalu mengandung pesan tersirat dan tergantung dari siapa dan dari mana datangnya mimpi tersebut.
Oleh sebab itu Nabi Muhammad SAW mengelompokkan mimpi ke dalam tiga kategori, sebagaimana sabdanya, “Mimpi itu ada tiga. Mimpi baik yang merupakan kabar gembira dari Allah, mimpi karena bawaan pikiran seseorang (ketika terjaga), dan mimpi menyedihkan yang datang dari setan. Jika kalian mimpi sesuatu yang tak kalian senangi, maka jangan kalian ceritakan pada siapa pun, berdirilah dan salatlah!” (HR Muslim).
Berdasarkan sabda Rasulullah tersebut, dapat disimpulkan bahwa mimpi ada tiga jenis, yaitu mimpi yang datang dari Allah berupa kabar gembira yang disiratkan dalam mimpi tersebut, kemudian mimpi karena menyimpan kegelisahan sehingga ketika tidur masih tertanam di alam bawah sadar dan terbawa dalam mimpi, dan terakhir mimpi yang datang dari setan berupa mimpi-mimpi yang menyedihkan. Rasulullah menganjurkan kita apabila mendapat mimpi buruk untuk segera bangun dan melakukan salat, dan tidak menceritakan mimpi tersebut kepada siapa pun.
Dari ketiga mimpi tersebut, hanya mimpi yang datang dari Allah yang dapat ditafsirkan dan dijadikan sebagai petunjuk. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan dunia dan di akhirat” (QS Yunus: 64). Kemudian Rasulullah menjelaskan maksud kata berita gembira dalam ayat tersebut adalah mimpi yang baik, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Yang dimaksud kegembiraan dalam ayat di atas adalah mimpi yang baik yang terlihat oleh orang Muslim atau yang diperlihatkan padanya.”
Nabi Muhammad sendiri pernah menentukan hukum syariat berdasarkan mimpi yang dialami oleh para sahabat, yaitu hukum syariat azan yang ditetapkan berdasarkan mimpi yang dialami oleh Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khattab.
Lalu bagaimana membedakan antara mimpi yang datang dari Allah SWT dengan mimpi yang datang dari setan? Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa, “Mimpi yang paling benar adalah di waktu sahur, sebab waktu tersebut adalah waktu turunnya (isyarat) ketuhanan, dekat dengan rahmat dan ampunan, serta waktu diamnya setan. Kebalikannya adalah mimpi di waktu petang (awal waktu malam).”
Dari keterangan Ibnu al-Jauzi dapat disimpulkan bahwa cara mengetahui dari mana datangnya mimpi yaitu dengan memperhatikan waktu mendapatkannya. Mimpi yang datang dari Allah biasanya terjadi pada waktu-waktu dini hari, atau waktu-waktu sahur di saat bulan Ramadan. Hal ini lantaran di waktu-waktu sepertiga malam ini adalah waktu turunnya isyarat ketuhanan, dekat dengan rahmat serta ampunan. Selain itu, di waktu tersebut setan-setan sedang berdiam diri.
Sementara mimpi yang datang dari setan merupakan kebalikan dari waktu datangnya mimpi dari Allah, yaitu waktu petang menjelang malam hari. Itulah mengapa umat Islam dilarang tidur selepas salat asar hingga menjelang magrib. tu sebab tidak semua mimpi boleh sembarang menjadi tafsir mimpi, dan tidak semua orang bisa menafsirkan mimpi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID