Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

64 Ha Gunung Anak Krakatau Ambrol, Ini Penjelasan Badan Geologi

Ambrolnya sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau terekam dari citra satelit milik LAPAN.

25 Desember 2018 | 16.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kondisi Gunung Anak Krakatau lewat udara yang terus mengalami erupsi pada Ahad, 23 Desember 2018. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta agar warga tidak termakan isu-isu yang belum jelas kebenarannya serta tidak mendekati sekitar gunung dalam radius dua kilometer dari kawah. TEMPO/Syafiul Hadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar mengakui sebagian tubuh Gunung Anak Krakatau ambrol seluas 64 hektare. Sisi yang longsor itu berada di selatan hingga barat daya gunung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tsunami yang terjadi pada 22 Desember 2018 kemungkinan besar dipicu oleh longsoran atau jatuhnya sebagian tubuh dan material gunung," katanya, Senin, 24 Desember 2018.

Ambrol (flank collapse) sebagian tubuh gunung itu terekam dari citra satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

Dari hasil analisis citra satelit secara horisontal itu, kata Rudy, terlihat ada perubahan dimensi gunung atau ada yang hilang dari luasan gunung pandangan horisontal.

"Kami bersama BMKG cari penyebabnya karena belum bisa citra visual dari lapangan, jadi pakai citra satelit," jelasnya.

Pada 22 Desember 2018 sebelum tsunami, terjadi erupsi atau letusan. Dari sisi erupsi, kata Rudy, hal itu tidak menyebabkan tsunami. Namun dari hasil letusan yang melontarkan material gunung dan sebagian jatuh di lereng, terjadi penumpukan sejak erupsi Juni lalu.
"Kemudian lama-lama banyak, kemungkinan karena musim hujan jadi longsor," katanya.

Mekanisme longsoran itu disebutnya seperti kejadian longsor di darat. Selain itu, getaran tubuh gunung ketika erupsi ikut menjadi penyebab longsor. Sejauh ini tim masih menghitung berapa volume longsoran itu. "Selanjutnya kita bikin pemodelan untuk tahu tsunaminya," kata Rudy.

Sebelumnya diberitakan, BMKG memastikan penyebab tsunami Selat Sunda Sabtu lalu akibat longsoran Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektare. Dampaknya, tsunami menerjang kawasan pantai barat Provinsi Banten dan Pantai Selatan Provinsi Lampung.

Berdasarkan informasi dari BNPB hingga 23 Desember 2018 malam, korban meninggal akibat tsunami berjumlah 222 orang, 843 orang luka-luka dan 28 orang dikabarkan hilang.

Tsunami Selat Sunda juga meluluhlantakkan bangunan serta rumah warga di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lampung Selatan. Setidaknya 556 rumah rusak, sembilan hotel rusak berat dan 60 warung hancur diakibatkan terjangan tsunami.

Simak artikel tentang Gunung Anak Krakatau lainnya di kanal Tekno Tempo.co.

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus