Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Alasan Berhenti Merokok Tak Cukup dengan Pengobatan Medis

Obat-obatan yang diresepkan secara rutin untuk membantu orang berhenti merokok ternyata tak menunjukkan hasil positif.

30 Desember 2017 | 06.45 WIB

Modal Awal Berhenti Merokok
material-symbols:fullscreenPerbesar
Modal Awal Berhenti Merokok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Universitas California, San Diego, menyebutkan obat antirokok tidak efektif mengusir keinginan untuk berhenti merokok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Quitter Inc, sebuah cerita pendek rekaan Stephen King, berkisah tentang perusahaan yang membantu orang yang ingin berhenti merokok. Caranya unik, bukan dengan obat atau terapi, melainkan memenggal jari telunjuk mereka yang ingin berhenti merokok.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasilnya efektif. Mereka yang kecanduan nikotin kesulitan memegang batang rokok dan perlahan terlepas dari kebiasaan buruk itu.

Cerita pendek itu sudah lawas, ditulis sekitar 40 tahun lalu. Namun King—penulis cerita horor terkemuka—sepertinya sudah tahu bahwa kebiasaan merokok teramat sulit dihentikan, kecuali dengan cara yang ekstrem. Tak ada cara yang cocok, ternyata. Termasuk menggunakan obat-obatan yang bisa membantu perokok melepaskan ketergantungan terhadap asap nikotin.

Peneliti jurusan medis dari Universitas California, San Diego, memperkuat kesimpulan itu. Menurut mereka, obat-obatan yang diresepkan secara rutin untuk membantu orang berhenti merokok ternyata tak menunjukkan hasil positif.

"Tiga puluh empat persen orang mencoba berhenti merokok menggunakan alat bantu farmasi. Namun kebanyakan dari mereka tidak berhasil," kata penulis studi senior John P. Pierce, PhD, profesor emeritus di Departemen Pengobatan Keluarga dan Kesehatan Masyarakat di UC San Diego.

Menurut dia, hasil uji coba secara acak terhadap obat-obatan pembantu itu disebutkan memiliki tingkat penghentian hingga dua kali lipat. “Namun hal tersebut tidak berhasil,” katanya.

Penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of National Cancer Institute, pekan lalu, tersebut menilai bahwa tiga obat lini pertama yang direkomendasikan oleh pedoman praktik klinis tidak membuat perokok benar-benar berhenti merokok.

Selama ini, untuk berhenti merokok, para perokok menggunakan beberapa obat, di antaranya varenicline dan bupropion. Keduanya bekerja untuk menghambat keinginan perokok mengisap asap tembakau.

Varenicline, misalnya, bekerja di otak dengan cara menghambat efek menyenangkan dari rokok. Dengan begitu, keinginan untuk merokok menurun. Sedangkan bupropion biasa digunakan untuk membantu seseorang agar berhenti merokok dengan mengurangi keinginannya mengkonsumsi nikotin.

Dalam penelitian ini, para periset mengumpulkan data orang dewasa atau berusia 18 tahun ke atas untuk mendapat informasi tentang penggunaan produk tembakau di negara tersebut. Dengan mempelajari dua kohort—sebuah kelompok yang digunakan sebagai bagian dari studi penelitian—sebagai pembanding yang disurvei sekitar satu dekade terpisah, tim menggunakan metode yang dikenal sebagai “pencocokan”.

Hal itu bertujuan mengetahui bagaimana para perokok yang cenderung menggunakan bantuan penghentian malah sulit berhenti merokok. Salah satu faktor yang diteliti adalah jumlah rokok yang dikonsumsi seseorang secara teratur.

"Dalam analisis ini, pencocokan membantu mengurangi bias," kata penulis utama Eric Leas, PhD, peneliti yang merupakan mahasiswa pascasarjana di UC San Diego dan sekarang menjadi sarjana postdoctoral di Stanford University School of Medicine.

Leas melanjutkan, timnya tidak menemukan bukti bahwa obat pembantu penghentian merokok tersebut meningkatkan peluang untuk mereka berhenti merokok. "Hal ini mengejutkan. Padahal obat itu menjanjikan—seperti dalam uji coba secara acak—untuk membuat seseorang berhenti merokok. Selain obat-obatan itu, diperlukan hal lain untuk membantu perokok menghentikan kebiasaannya."

Dalam penelitian tersebut, para peneliti menemukan bukti bahwa obat saja tidak cukup. Mereka yang ingin berhenti merokok tetap membutuhkan konseling secara intensif. Usaha tersebut baru akan mendapat hasil yang baik jika dikombinasikan dengan obat-obatan sebagai faktor yang mungkin membuat orang berhenti merokok selama uji klinis.

Hasil ini ternyata tak berbeda dengan penelitian sebelumnya. Sebelumnya, mereka yang menjalani terapi obat-obatan yang diresepkan mendapat hasil yang baik jika disertai dengan konsultasi melalui telepon. Kombinasi tersebut menunjukkan kenaikan tingkat penghentian merokok saat dikombinasikan dengan obat-obatan.

"Perokok yang berkomitmen untuk berhenti merokok dan ingin menggunakan bantuan farmasi juga harus mendaftar dalam program yang dapat membantu mereka melihat kemajuan dan mendukung usaha mereka," kata Leas.

Banyak negara menawarkan konseling melalui telepon, termasuk di California. California Smokers Helpline, yang dioperasikan oleh UC San Diego Moores Cancer Center, menawarkan konselor yang fasih dalam enam bahasa yang paling banyak digunakan di California.

"Bukti menunjukkan peran penting konseling perilaku saat meresepkan obat-obatan pembantu," kata Pierce. "Jika produk itu disetujui dengan konseling, kita mungkin memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik."

Baca: 5A, Solusi Ampuh Berhenti Merokok

Sebab, menurut Pierce, kurang dari 2 persen perokok yang menggunakan bantuan farmasi disertai konseling perilaku apa pun punya keinginan untuk kembali merokok. "Ini adalah resep saat kambuh dan ingin kembali merokok," katanya. Cara ini tentu lebih baik ketimbang memilih cara ekstrem seperti dalam cerita Quitter Inc karya Stephen King itu.

SCIENCE DAILY | EUREKALERT

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus